36.

1K 35 4
                                    

'Luka pasien tidak terlalu parah, sedikit luka dikepalanya yang membuat banyak darah keluar, pasien hanya syok sampai kehilangan kesadarannya. Sekarang, pasien akan dipindahkan keruang rawat inap.'

Penjelasan dari Dokter terus berputar diotak Vina. Andra tidak papa? Bagaimana mungkin? Jelas tadi Vina melihat banyak darah dikepalanya. Lalu kata Dokter kalau penyebab darah keluar dari kepala Andra itu karena sedikit luka? Bagaimana bisa sedikit luka tapi keluar banyak darah, kan?

Tapi Vina bisa apa? Syukurlah kalau memang Andra tidak papa. Vina jadi lega saat ini. Jujur saja, sedari tadi sebelum Dokter keluar, Vina takut bagaimana kalau Andra sampai hilang ingatan? Bagaimana kalau Andra sampai geger otak? Rasanya Vina tidak bisa membayangkan jika itu terjadi.

Dan ya, untung saja kali ini tidak seperti Darma waktu itu. Stok darah dirumah sakit ini cukup untuk donor Andra. Berkali-kali Vina mengucapkan kalimat syukur atas kebaikan Tuhan kali ini.

"Bangun dong. Kok lu belum bangun juga sih, Bang!" ucap Vina menggenggam tangan Andra yang tidak dipasang infus.

Saat ini, Vina tengah menunggu Nurul dan Darma. Nurul memang sengaja Vina kabari, karena Nurul juga sudah menganggap Andra seperti anaknya sendiri. Pun dengan Darma. Laki-laki paruh baya itu kini tengah berada diluar kota, tapi demi melihat Andra, Darma rela terbang secepatnya untuk menemui pemuda, itu. Iya, Darma barusaja sembuh tapi sudah dipaksa keadaan untuk terbang. Orang sibuk mah begini, kan?

"Yaa Allah, Andra,"

Vina membalikan badannya menghadap pintu. Disana, Nurul berdiri dengan tas ditangannya. Raut wajahnya terlihat sekali tengah khawatir. Nurul berjalan ke arah brankar tempat Andra kini berbaring. Mengelus pelan rambut anak itu dengan penuh kasih sayang.

"Mah... " lirih Vina.

Nurul menatap manik Vina. "Kenapa Andra sampai kayak gini, Vin?" tanya Nurul serius.

Vina menarik nafas sebelum memulai cerita. Sedetik berikutnya, Vina menceritakan semua kejadian yang menimpa Andra dan Galvin. Menceritakan juga bagaimana Vina memarahi Galvin. Bagaimana murkanya Vina saat Abang angkatnya tidak sadarkan diri, tadi. dan ya, Vina menceritakan semuanya.

Helaan nafas terdengar dibibir Nurul, kembali tangannya dia usapkan ke kepala Andra. Menatap wajah sayu yang kini tengah memejamkan matanya, itu. Sayang, iya, entah kenapa Nurul amat menyayangi Andra.

"Sebetulnya, kejadian ini bukan kesalahan Galvin, Nak. Galvin tidak meminta agar Andra nyelamatin dia," ucap Nurul.

Nurul mengerti kalau Vina marah pada Galvin. Tapi mendengar cerita dari Vina yang memarahi Galvin seperti itu membuat Nurul tak tega juga pada Galvin.

Nurul marah jika mengingat bagaimana kejamnya Bram-Papah Galvin pada Darma. Tapi itu bukan salah Galvin, Galvin juga tidak mungkin mendukung kesalahan Papahnya. Jadi, sebisa mungkin Nurul berusaha agar tidak membenci Galvin. Tapi bagaimana dengan Vina?

"Mah, tapi emang gara-gara dia. Kalau aja dia gak nyebrang waktu itu, mungkin Bang Andra gak akan nolongin dia, Mah!" ucap Vina sedikit tak terima atas apa yang Nurul katakan.

Nurul menghela nafas kasar. Sulit sekali berbicara sengan anaknya, itu. Tapi sudahlah, bagaimana pun Vina juga sudah dewasa. Sudah bukan anak kecil lagi yang gegabah akan masalah. Semoga saja kali ini Vina tidak salah mengambil langkah.

Suara pintu terbuka membuat atensi Nurul dan Vina teralihkan. Disana, Darma berdiri dengan airmata yang sudah membasahi kedua pipinya. Ada apa? Se khawatir itukah Darma pada Andra?

"Anak Papah." lirih Darma memandang wajah pucat Andra. Lirihan itu masih mampu didengar oleh Vina dan Nurul. Mereka mengernyitkan dahinya kala mendengar ucapan Darma barusan.

GALVINA (End)Where stories live. Discover now