31.

948 41 4
                                    



“Saya tidak tau lagi harus mengucapkan kalimat apa sama kamu Nak Andra selain kalimat terimakasih banyak. Jika tidak ada kamu, mungkin saat ini saya sudah tidak bernafas, lagi,”

Ucapan itu terlontar dari bibir Darma yang terlihat masih sedikit pucat. Saat pulang sekolah, Andra terpaksa ikut dengan Vina ke rumah sakit karena permintaan Darma. Bukan tanpa alasan Darma meminta Vina agar membawa Andra, Darma hanya ingin tau siapa anak baik yang rela mendonorkan darah untuknya.

Andra sempat menolak entah apa sebabnya, tapi karena ke kukuhan Vina, akhirnya dia berhasil membawa Andra menemui kedua Orangtuanya.

“Iya, Om, sama-sama. Sebagai manusia, bukankah sudah seharusnya untuk tolong menolong?” jawab Andra menunduk. 

Entah kenapa, Vina merasa kalau sejak tadi Andra berusaha menghindari tatapan sang Papah. Iya, lebih tepatnya Andra menghindari tatapan Nurul maupun Darma. Apakah mereka menakutkan? Rasanya tidak! Lantas kenapa Andra melakukan hal demikian? Apakah itu hanya perasaan Vina saja? 

“Kamu memang anak baik, Nak. Kalau boleh tau, sudah berapa lama kalian berteman?” tanya Darma, lagi. Kali ini netranya menatap tepat manik Vina.

“Udah lumayan lama, Pah. Hampir tiga bulanan, lah,” jawab Vina acuh. 

Gadis itu sibuk mengupas Apel yang disediakan diatas nakas. Memang keterlaluan sekali Vina ini, bukannya membawa makanan untuk sang Papah, ini malah memakan makanan sang Papah!

“Apa kalian ada hubungan serius?” tanya Darma, lagi. Namun kali ini netranya lebih serius menatap bergantian ke arah Andra dan Vina. 

Vina diam. Andra pun sama hal nya. Bagaimana ini? Ah kenapa Vina harus bingung? Bilang aja sejujurnya, kan? 

“Nggak kok, Pah. Kita gak ada hubungan apapun. Kita hanya sebatas Adek dan Kakak aja. Gak lebih,” jawab Vina seadanya. 

Andra ikut mengangguk mendengar jawaban Vina. Mereka memang tidak ada hubungan apapun terkecuali... Adik dan Kakak, kan? 

“Baiklah. Semoga, suatu saat kalian memiliki hubungan erat. Kalian sudah sangat cocok menjadi satu dalam keluarga. Iya kan, Mah?” tanya Darma menatap Nurul yang sejak tadi diam melihat Andra.  Manik Nurul tidak lepas dari wajah menunduk Andra.

“Eh iya, Pah. Betul,” jawab Nurul spontan.

Entah kenapa, Nurul merasa ada yang aneh pada sosok Andra. Sosok itu mengingatkan Nurul pada masa lalunya. Tapi, apakah mungkin?

“Ada-ada aja! Nggak mungkin lah!” ucap Vina kembali melanjutkan aktivitas nya. 

Jika malam ini kebanyakan pemuda akan menghabiskan waktunya diluar untuk nongkrong atau sebagainya, maka tidak dengan sosok pemuda satu ini. 

Malam minggu sengaja pemuda itu jadikan untuk membungkus kado yang isinya dia beli tadi, sore.  Dengan senyuman yang tidak pernah luntur sedikitpun dibibirnya. Sesekali bersenandung kecil untuk mengurangi sepi yang malam ini hadir. 

Galvin. Ya, pemuda itu adalah Galvin. Tadi, saat pulang sekolah sesuai ucapannya Galvin mampir ke satu toko guna membeli hadiah untuk gadis yang akhir-akhir ini selalu menghantui fikirannya. Sebetulnya masih lama acara ulangtahun gadis itu, tapi karena terlampau semangat, jadilah Galvin membeli hadiahnya dari sekarang. Tidak salah, kan? 

GALVINA (End)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें