24: Rencana Ellusiant

402 62 22
                                    

Ellusiant terbangun dengan perasaan ada sesuatu yang sangat penting miliknya menghilang.

Perasaan itu membanjirinya seketika saat dia membuka mata, seolah dia terbangun di tengah badai yang menghantam tanah. Ingatannya berkelebat di benaknya, satu per satu. Dimulai dari Claretta yang memucat ketika sadar Ellusiant mengamatinya sejak lama. Gadis itu bertingkah seperti kriminal amatir yang tidak tahu cara memulai aksinya. Saat itu, Ellusiant masih belum mengendus apa yang sedang direncanakannya. Ellusiant hanya berpikir Claretta selalu bersikap demikian setiap kali bertemu dengannya, entah mengapa.

Kemudian, Ellusiant melihat orang itu. Berdiri janggal di antara wartawan-wartawan yang sedang meliput.

Lucu bahwa meskipun topeng adalah ciri khasnya yang paling menonjol, selama di penjara dahulu Elusiant hanya menyebutnya si sepatu merah. Dia selalu datang dengan sepatu yang sama. Baju yang sama. Model rambut yang sama. Seolah Ellusiant terperangkap dalam lubang waktu dan terus kembali ke detik awal dia dilempar ke tempat itu. Warna sepatunya sangat cocok dengan darah Ellusiant. Sehingga setiap kali dia memuntahkan darah setelah siksaan bertubi-tubi, atau ketika darah menetes-netes dari anggota tubuhnya yang terluka, Ellusiant bisa melihat warna darahnya menyatu dengan warna sepatunya. Hari ini dia datang dengan sepatu yang sama. Hanya ada dua hal yang berubah. Tulisan 'aku adalah tuhan' pada kening topengnya sedikit memudar, dan sebutannya bukan lagi si sepatu merah.

Sang Kematian.

Pria bertopeng itu melambaikan tangan kepadanya. Ellusiant seketika berdiri, berniat menjauhkannya dari Claretta. Ellusiant tahu bahwa Sang Kematian sudah memburunya sejak gadis itu membebaskan Ellusiant dari penjara bawah tanah. Ingatan berikutnya kacau. Claretta menjerit, bom meledak, kemudian jeritan, dan jeritan, dan jeritan.

"Kau terlihat segar, Nak," komentar Sang Kematian ketika itu. Suaranya terdengar lebih jelas di tengah lautan kekacauan. "Dulu kau sangat ringkih dan lemah. Apakah ilusimu masih sering mencekikmu setiap malam? Apa ... aku sering muncul dalam mimpi burukmu?"

Ellusiant kehilangan kendali. Berteriak murka, Ellusiant menarik pria itu ke dalam selubung ilusinya dan menyerangnya seperti orang sinting. Amarah yang telah lama ditahannya selama bertahun-tahun akhirnya membebaskan diri. Mendadak Ellusiant melupakan setiap rencana yang disusunnya dengan hati-hati.

"Mati."

Setelah dua belas tahun lamanya mereka tidak bertemu, Ellusiant tidak bisa memikirkan kata lain selain itu.

"Mati!" Ellusiant menerjang tubuhnya dan mencekiknya sekuat tenaga, bahkan dia bisa merasakan tulang-tulang leher pria itu berderak dan hancur di bawah telapak tangannya. Setelah kepalanya miring dalam posisi tidak wajar, beberapa detik kemudian terdengar tawa di udara. Tawanya terdengar begitu geli dan tajam, seperti gigi-gigi taring yang menempel di daun telinga. Tulang-tulang pada lehernya kembali ke posisi semula satu per satu, dan kehidupan kembali memenuhi sorot matanya yang sempat mati.

Benar-benar monster.

Seperti dirinya.

"Mau kuajari caranya hidup kembali setelah mati, Nak?" tanyanya riang. "Seperti aku pernah mengajarimu cara menumbuhkan jari-jari kakimu setelah aku lepas dengan tang?"

"Yang Mulia?"

Mata Ellusiant berkedip. Benaknya seakan tertarik sekaligus pada realita. Aidan berdiri di samping tempat tidurnya dengan alis bertaut khawatir.

"Yang Mulia? Anda bisa mendengar saya?" Aidan memanggilnya lagi.

Kepala pelayan itu telah membuka jubah dan jas kerajaannya, meninggalkan tubuh bagian atasnya dalam keadaan terbuka. Ellusiant berusaha bangun dari posisi tidurnya. Ada umpatan yang tertahan di balik lidahnya saat rasa perih menggigit bahu kiri laki-laki itu. Akan tetapi, rasa sakitnya justru membuat pikiran dan pandangannya menjadi lebih jernih. Dia jadi mengingat jelas bagaimana Claretta menekan moncong pistol ke bahunya seraya memejamkan mata, lalu menarik pelatuknya tanpa ragu.

The Dawn Within Heaven (Versi Revisi)Where stories live. Discover now