18: Hasrat Gelap

369 68 19
                                    


Ellusiant membiarkan kamarnya dalam keadaan gelap.

Walau mimpi semalam tidak lagi membuatnya takut, dia tidak bisa berbohong bahwa hal itu mempengaruhi suasana hatinya. Ellusiant mengeringkan rambutnya dengan handuk. Bahkan mandi air hangat pun masih tidak mempan menyembuhkan hatinya yang muram. Lelaki itu mengembuskan napas lelah. Andai saja bisa ... dia ingin menemui Claretta dan mengobrol dengannya. Bukankah gadis itu juga berutang satu permainan dengannya? Ellusiant mempertimbangkan untuk menyelinap ke Istana Timur untuk menemuinya diam-diam. Namun dia takut kehadirannya tidak diharapkan dan justru membuat perempuan itu semakin jengkel.

Akhirnya, lelaki itu memutuskan untuk membuka laci kedua nakasnya. Di sana terdapat syal milik Claretta yang pernah diberikan gadis itu dulu sekali. Saat Ellusiant pertama kali keluar dari penjara bawah tanah, hari itu adalah hari ketujuh musim dingin. Sudah bertahun-tahun dia tidak merasakan dinginnya salju. Tatkala Ellusiant mendongak, salju yang berguguran dari langit berupa butiran es yang menyengat kulit. Luka-lukanya menjadi perih. Telapak kaki Ellusiant berdarah-darah karena siksaan semalam dan udara melumpuhkan hidungnya, namun dia menyambut rasa dingin yang keji itu dengan sukacita. Claretta memberikan syalnya tanpa ragu. Ingatan itu mengundang senyum kecil di bibir Ellusiant. Claretta adalah perempuan berkemauan keras. Tidak peduli bagaimana Ellusiant menolak syal tersebut, gadis kecil itu justru memelototinya dan mengancam akan berteriak supaya orang-orang itu menangkap mereka kalau Ellusiant terus menolak.

Ellusiant memejamkan mata seraya menenggelamkan wajahnya di kain itu. Walau benda ini sudah dicucinya berkali-kali, dia masih ingat persis bagaimana aroma Claretta. Semanis musim semi dan lebih adiktif dari ekstasi. Andai Ellusiant diizinkan mencecapnya sekali saja, maka tidak akan ada lagi jalan kembali untuk dirinya, untuk mereka berdua. Ellusiant bisa lepas kendati dan terpikir untuk mengikat mati gadis itu di sisinya.

Mungkin itu sebabnya Ellusiant hanya berani melihat Claretta dari jauh. Dia tidak ingin Claretta menyadari betapa gelap hasratnya selama ini. Betapa, andai saja boleh, dia ingin mengurung gadis itu selamanya di kamarnya sendiri dan tidak membiarkannya pergi ke mana-mana. Betapa, andai saja kisah ini boleh berjalan sesuai keinginannya, dia ingin mengubur wajahnya di ceruk leher gadis itu dan menyesap tiap jengkal kulitnya selamanya. Cinta mungkin diksi yang kurang tajam. Ellusiant tergila-gila pada setiap diri gadis itu sampai rasanya begitu sakit. Ketika Claretta menghilang dua belas tahun lalu, Ellusiant bahkan hampir mati karena putus asa.

"Apa yang harus kulakukan sekarang, Claretta?" bisik Ellusiant.

Sekarang gadis itu ada dalam jangkauan pandanganya. Apa yang bisa dia lakukan?

Suata ketukan di pintu menginterupsi pikiran Ellusiant. Pria itu memasukkan syalnya ke dalam laci, lalu menghampiri pintu dan membukanya. Dia melihat Aidan berdiri di depannya.

"Ada apa?" tanya Ellusiant tegang. Aidan hanya berani mengetuk pintu kamarnya di jam istirahat jika ada kabar yang sangat genting.

"Itu ... Yang Mulia. Selir ada di sini dan berharap bisa menemui Anda."

Ellusiant memandang kepala pelayannya itu seolah dia sedang melemparkan lelucon di saat yang tidak tepat.

"S-saya tidak berbohong, Yang Mulia. Selir sungguh ada di sini. Katanya ... katanya ada sesuatu yang ingin dia katakana kepada Anda. Saya ... saya sudah memperingatkannya untuk tidak mengganggu Anda di jam istirahat tapi selir bersikeras."

Ellusiant terdiam sejenak mendengar penjelasan Aidan, menerka-nerka apa yang sedang Claretta pikirkan. Apakah ini tentang permainan kemarin? Apakah gadis itu masih tidak terima karena belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya?

The Dawn Within Heaven (Versi Revisi)Where stories live. Discover now