15: Menjadi Malaikat Atau Menjual Jiwa Kepada Iblis

380 76 20
                                    

Ada kalimat terkenal yang mengatakan bahwa pengacara menjual jiwanya kepada iblis. Itu sebenarnya datang dari kutipan sebuah film terkenal di Greden, namun kalimat itu seringkali menjadi bahan cemoohan kepada profesi pengacara. Seperti, "Bah! tidak heran pengacara menjual jiwanya kepada iblis. Bagaimana bisa mereka bersedia membela seorang pembunuh?"

Bagaimana bisa mereka sanggup mengesampingkan moral untuk membela seorang kriminal?

Saat Zoey memutuskan untuk menjadi seorang pengacara sampai dia pensiun, alasannya hanya karena satu: uang. Zoey bukan orang jahat, tapi dia juga bukan orang baik. Dia tidak munafik bahwa dirinya menginginkan-bukan hanya butuh-uang yang sangat banyak untuk bisa membeli apartemen mewah, baju bagus, dan makanan enak. Dan, pengacara adalah salah satu profesi legal yang bisa mendatangkan uang banyak dengan cepat.

Setiap kali moral Zoey dipertanyakan, dia hanya menjawab acuh tak acuh, "Oh, ingin bicara tentang keadilan? Ketuk saja pintu rumah hakim dan tanyakan hal itu padanya." Jaksa melindungi korban dengan membuat tuntutan, pengacara membela kliennya untuk memenuhi hak asasi mereka, dan hakimlah yang bertugas memutuskan semuanya. Beban moral itu ditanggung oleh hakim, bukan pengacara. Itulah yang Zoey yakini selama ini.

Sekarang setelah melihat Hugo Bashville secara langsung, gadis itu merasa goyah. Apakah beban moral juga dipikul oleh pengacara?

"M-maaf?" Hugo terlihat tidak memercayai pendengarannya.

"Pengacaramu mengundurkan diri. Biarkan aku yang menjadi pengacaramu," kata Zoey lagi.

Matanya meneliti keseluruhan pria itu. Hugo memiliki kulit gelap, bahkan lebih gelap dari orang-orang kulit hitam yang pernah dilihat Zoey. Dia juga sangat tinggi, bahunya lebar dan telapak tangannya kapalan. Kendati posturnya terlihat sekokoh batu karang, gesturnya segugup rumput laut. Seolah satu sentilan dari Zoey sudah cukup untuk membuat pria itu tumbang.

"Saya tidak mengenal Anda. Maaf." Hugo membungkukkan tubuhnya dan hendak berjalan kembali, namun Zoey lagi-lagi mengangkat kaki dan menghalangi jalannya.

"Masih tersisa satu kesempatan lagi untukmu mencari keadilan. Aku bisa membantumu mencari bukti tambahan," bujuk Zoey lagi.

Hugo menggelengkan kepalanya dengan lelah. "Tidak ada lagi bukti tambahan. Nasib saya sudah selesai sampai di sini."

"Sayang sekali." Zoey mendesah. "Kau melewatkan kesempatan untuk dibela oleh pengacara keren seperti aku."

"Pengacara apa?"

Zoey menurunkan kaki, lantas menegakkan badannya dan mempersembahkan satu senyuman cerah kepada pria malang di depannya. Hugo mengerjapkan mata dengan bingung.

"Aku berbeda dengan pengacara-pengacaramu sebelumnya, Tuan Hugo. Aku tidak akan tumbang hanya karena kritikan pedas di koran, dan aku tidak punya cukup moral untuk peduli kenapa aku harus membela seorang kriminal. Dan aku ... punya kuasa untuk melakukan banyak hal yang sebelumnya kau tidak bisa lakukan. Seperti memaksa saksi dari pihakmu agar mau datang."

"Itu mustahil. Mereka tidak mau datang dan bilang aku mengancam mereka-"

"Biar aku yang mengancam mereka sungguhan," sela Zoey. Matanya kembali memindai keseluruhan tubuh Hugo. "Lagipula bagaimana bisa hakim begitu tololnya sampai percaya kau mengancam saksi?"

Sekarang, Hugo menatap Zoey seakan dia adalah malaikat yang turun dari langit. "Anda ... Anda percaya bahwa saya tidak mengancam mereka?"

"Bukan percaya, asumsi. Kau boleh tersinggung, tapi menurutku kau memang menyedihkan dan terlihat mudah diinjak-injak. Kau budak, miskin, tidak punya apa-apa."

The Dawn Within Heaven (Versi Revisi)Where stories live. Discover now