14: Hitam

902 188 69
                                    


"... Kami mempertimbangkan berdasarkan pertimbangan yang telah disebut sebelumnya, putusan hakim yang memeriksa perkara sebelum ini diputuskan tidak bertentangan dengan aturan Dinding Surga. Karena itu permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon dinyatakan ditolak ...."

Selanjutnya, Majelis Agung memaparkan amar putusannya.

Hukuman mati akan tetap dijalankan.

Hugo Bashville memeluk dirinya erat-erat. Pria itu bertanya-tanya. Apakah karena dirinya terlahir sebagai kulit hitam, maka hidupnya akan selalu segelap ini? Dia terlahir sebagai sebuah monokrom. Satu warna yang mendominasi setiap aspek hidupnya adalah hitam. Kulitnya hitam, serupa dengan tanah yang berasal dari endapan lumpur yang terbawa arus sungai. Perjalanan kehidupannya pun juga didominasi oleh kesuraman.

Hanya satu, cahaya yang dia miliki. Hugo diam-diam membuka telapak tangannya.

"Saya bersumpah bahwa bukan saya yang melakukannya," tutur Hugo saat persidangan hampir ditutup.

Sudah berapa kali dia mengucapkannya? Bahkan melebihi usianya sendiri yang telah mencapai seperempat abad.

"Saya bersumpah atas darah dan tulang saya, demi langit yang menyelimuti Dinding Surga, saya tidak pernah melakukan itu." Hugo mengulang pengakuannya di pengadilan kasasi. Suaranya bergetar. Harapan itu masih pekat. Semoga, semoga ada yang mau mendengarkannya.

Seseorang melempari kepalanya dengan telur, lalu berteriak, "Tidak ada yang mempercayai ucapan seorang pelaku pemerkosaan!"

"Tapi bukan saya," Hugo membela diri lagi.

"Tutup mulut baumu, dasar hitam!"

"Hukum mati saja!"

Hakim mengetuk meja dua kali dengan palunya. "Harap tenang!"

Setelah menuntaskan vonis, ketiga hakim itu berdiri. Hugo hanya bisa pasrah saat mereka berjalan keluar dari Balai Sidang. Para hakim menolak kasasi yang diajukan Hugo dan hukuman mati akan tetap dilaksanakan bulan depan. Keluarga korban ingin Hugo dihukum mati dengan cara dibakar hingga hangus, maka hakim mengabulkannya.

Hugo tertawa miris dalam hati. Terlahir sebagai hitam, mati pun menjadi hitam.

Semua orang berpihak kepada korban, itu bagus. Hugo bersyukur bahwa dia hidup di dunia di mana orang-orang sangat peduli terhadap korban kekerasan seksual. Tapi, pembelaan yang membabi-buta itu membutakan pandangan mereka. Hugo adalah seorang pria, berkulit hitam pula, dan tak memiliki apa pun yang berarti. Siapa orang waras yang berani memihaknya?

Tidak ada.

Siapa pun yang bersimpati padanya akan diberi gelar pelindung pelaku pemerkosaan. Bahkan pengacara yang ditunjuk oleh kerajaan tidak ada yang bertahan. Hugo sudah tiga kali ganti pengacara karena mereka semua memilih mengundurkan diri. Tidak tahan dengan caci-maki yang berpotensi merusak reputasi mereka. Pengacara kali ini sedikit tahan banting, membuat Hugo berharap pada wanita yang tengah membereskan berkas di mejanya—

"Saya mengundurkan diri."

Hugo terpana. Dia berdiri dari duduknya dan menghampirinya. "Nyonya Larisa, tolong bantu saya—"

"Maafkan saya, Tuan Hugo. Tapi ...." Larisa menggeleng dengan wajah sedih. "Terlalu banyak bukti kuat. Anda tidak bisa ditolong lagi. Hakim juga sudah memberi vonis. Bantuan saya hanya sampai sini saja. Saya minta maaf."

Sekarang, sudah empat pengacara yang memilih menyerah.

"Bukankah masih ada peninjauan ulang?" tanya Hugo. Masih tersisa satu tahap lagi untuknya mencari keadilan.

The Dawn Within Heaven (Versi Revisi)Where stories live. Discover now