Sedangkan Annora, jantungnya berdegup kencang, dia sangatlah panik, bagaimana ini? Bagiamana dia menjawab khitbah Abdan? Bagiamana dia harus menerima khitbah dari orang yang sama sekali tidak ada di dalam hatinya.

Ya Allah, bantu hamba menolak pemuda yang sangat mulia ini, Ya Allah. Sungguh, maafkan hamba, hamba tidak dapat menerimanya. Bismillah, hamba akan menjawab sesuai kata hati hamba, semoga ini adalah jawaban terbaik, Ya Allah, tutur Annora di dalam hatinya.

"Bagiamana nak?" Tanya Khadijah yang memegang bahu Annora. Annora melirik ke arah Khadijah beberapa saat. Kemudian, Annora melihat ke arah Abdan, sebelum dia menjawab khitbah Abdan, Annora memberikan seulas senyum kepada kedua orang tua Abdan lalu kepada Abdan.

"Bismillahirrahmanirrahim. Saya Annora Aliesha Catriona mengucapkan terimakasih kepada Ustadz Abdan karena telah mengutarakan niat baik dan mulianya. Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya, karena saya tidak bisa menerima khitbah ini Tadz," ucap Annora seraya memejamkan matanya, dia yakin ini yang terbaik, semoga apa yang dia utarakan ini atas izin dari Allah.

Deg!

Ucapan itu mampu membuat Abdan kecewa dan meneteskan air matanya. Begitu sakit ketika ditolak oleh orang yang benar-benar dia sayang dan cintai. Tapi dia harus kuat, dia tidak boleh lemah di sini. Abdan pun menyeka air matanya seraya mengangguk kecil.

"Saya minta maaf, karena saya belum siap untuk menikah di usia muda ini. Masih banyak mimpi yang harus saya kejar, karir, pendidikan dan mimpi lainnya. Saya mengucapkan terima kepada Om dan Tante telah mendukung ustadz Abdan dalam hal ini, tapi saya meminta maaf sebesar-besarnya karena tidak bisa menerimanya, maaf telah membuat kalian kecewa," tutur Annora yang juga merasa tak enak di hatinya.

"Tak apa nak, kami telah memakluminya. Menikah juga bukan sembarang mengucapkan kata qobiltu. Tapi menikah juga butuh kesiapan yang matang, butuh kemantapan hati, dan hal itu harus di kedua belah pihak. Tante paham dengan kamu, jadi jangan minta maaf, ya, sayang." Tutur Ibundanya Abdan.

"Iya benar nak, Om juga hanya mendukung di sini. Untuk semua keputusan juga, berada di tangan kalian," sahut Ayahnya Abdan.

"Terimakasih Om, Tante, sudah memakluminya."

Annora melihat ke arah Abdan yang tercetak jelas kekecewaan di wajahnya dan kesedihan di matanya. Annora juga merasa bersalah, tapi apa boleh buat, dia juga tidak bisa memaksakan diri.

"Ustadz?" Lirih Annora.

Abdan mengangguk dengan seulas senyum, "iya Annora, jangan merasa khawatir, saya menerima sepenuh hati jawaban kamu, saya juga memakluminya. Saya yakin, jika nanti memang takdir berpihak kepada kita, maka kita akan dipersatukan di titik terbaik. Jika tidak, saya Ikhlas menerimanya. Jaga diri kamu baik-baik, ya."

"Iya Ustadz, jazakallah."

***

Semua keluarga Abdan pun telah meninggalkan rumah Annora. Annora masih berada di sofa dengan terpaku, diam, dan menatap kosong. Khadijah mengelus pundak Annora yang membuat lamunannya terbuyar.

"Sudah, tak perlu merasa bersalah. Bunda paham nak,"

"Annora ga salah kan, Bunda?"

"Ga sayang, kamu bisa menolak jika memang belum siap. Keputusan kamu benar, itu juga dari hati kecil mu, Bunda tahu itu. Tak perlu merasa khawatir, Abdan itu orang yang baik dan juga kuat, dia juga sudah lebih dewasa, Bunda yakin, dia bisa menerima kenyataannya."

Annora pun mengangguk paham. Seketika, Annora menyadari bahwa masih ada Zahra di rumah ini. Dengan secapat kilat, Annora beranjak dari duduknya dan berlari menuju kamarnya.

Setibanya dia di kamar. Zahra tengah duduk di atas kursi dan menatap dirinya di pantulan cermin dengan tatapan kosong, terlihat banyak duka di matanya. Annora berjalan perlahan menghampiri Zahra, saat tiba di dekatnya, Annora memegang bahu Zahra. Zahra menyadarinya dan mengulas sebuah senyuman.

"Ma-maaf," ucap Annora.

"Untuk apa?" Tanya Zahra.

"Ustadz Ab-"

"Ssst, ga perlu minta maaf," potong Zahra.

"Tapi..."

Zahra pun berdiri dari duduknya dan berhadapan dengan Annora. Zahra tersenyum seraya mencubit pipi Annora sekilas.

"Kamu ga salah. Ustadz Abdan juga ga salah. Cinta aku ke Ustadz Abdan juga ga salah dan Cinta Ustadz Abdan ke kamu juga ga salah. Ini prihal takdir, dan semua sudah Tuhan atur. Jadi, kita harus menerimanya," tutur Zahra yang membuat Annora mendekap Zahra.

"Kamu kuat, Za. Kamu adalah wanita terkuat yang aku temui. Kamu masih bisa memdewasa atas semua masalah yang kamu hadapi. Aku beruntung mengenal kamu," ucap Annora.

"Kamu juga hebat, Annora."

"Mari, setelah ini kita mengukir cerita indah di masing-masing lembaran kita, ya. Dan semoga tidak ada luka lagi yang menyelimuti," ucap Annora. Zahra mengangguk, dan mereka pun melepaskan pelukan mereka.

"Aku belajar kuat, belajar dewasa juga dari kamu, Annora. Selama ini kamu yang selalu menjadi pendengar terbaik dan yang memberikan nasehat terbaik. Jadi kamu ga usah minta maaf, karena kamu pernah bilang...segala sesuatu sudah Allah tetapkan, dan kita ga perlu khawatir. Goresan yang pedih kita jadikan pembelajaran, goresan terindah kita pertahankan, goresan buruk kita tinggalkan dan goresan baik kita kembangkan. Itu kata-kata kamu, bukan?" Tutur Zahra.

Annora tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Bulir air itu seketika saja mengalir dari sudut matanya. Entah, dia tidak bisa berkata-kata lagi saat ini.

To be continued

Alhamdulillah akhirnya aku update lagi nih setelah sekian banyak kesibukan hehe

Maaf ya karena memang baru sempat untuk update

Hmm setelah ini bagiamana dengan kisah mereka?

Jangan lupa ikuti terus alur ceritanya, ya

Jangan lupa vote okey!!

Syukron♡





Annora Untuk Ravindra [End]Where stories live. Discover now