Prolog

760 13 1
                                    

2009

Angin malam berhembus begitu kencang menembus tirai kamar yang bernuansa pink membuat udara terasa semakin dingin. Terdengar suara-suara berisik dari rumah disampingnya. Samar- samar terdengar suara pecahan kaca, suara keras perempuan, dan benda-benda yang saling beradu menambahkan efek dingin pada malam ini.

Gadis remaja itu, berusaha keras untuk memejamkan matanya, lagu-lagu Disney kesukaannya yang sengaja ia putar kecang, tak bisa meredam suara tersebut masuk ke gendang telinganya. Bukannya mereda, suara diseberang rumah terasa semakin mencekam. Ia berharap suara itu hanya suara sound dari tetangganya yang iseng. Namun, semua warga tahu bahwa suara tersebut berasal dari rumah besar satu lantai dengan halaman luas tanpa pagar disebelahnya. Bukan karena rumah itu berhantu, hanya sebuah keluarga dengan penuh kekerasan.

"Dasar tidak tahu diri kamu!"

Mencoba fokus mendengarkan suara dari komputer yang dipasang speaker kecil disamping ranjangnya, Dia sekali lagi mencoba untuk memejamkan matanya, barangkali bisa mengaburkan perasaan sedihnya hari ini. Biasanya akan ada ayah atau ibunya yang mengajaknya untuk mengobrol dan menemaninya hingga dia bisa melupakan peristiwa menyedihkan disamping. Namun, kali ini Dia pun tidak bisa menyingkirkan perasaan sedihnya karena kehidupan bersama orang tuanya yang Ia anggap sangat sempurna ternyata menyembunyikan banyak rahasia jahat di belakangnya. Ternyata selama ini, sang ayah yang bertindak sebagai pelindung hidup mereka berselingkuh dengan sesama lelaki, dan sang ibu yang mengetahui hal tersebut syok dan mencoba mengakhiri hidupnya.

Mengingat hal tersebut membuatnya semakin sedih. Rasa pedih dihatinya akibat badai hebat dikeluarganya, ditambah suara mengerikan disampingnya. Membuatnya berdiri dari ranjang nyaman tempatnya menyembunyikan diri dari kesedihannya menuju ke arah balkon kamar. Samar, Ia mendengar cacian suara wanita. Ah, Ia melihat dari atas di teras rumah sang wanita memaki anak laki- laki dihadapannya.

"Anak tidak tahu diri. Jangan sembarangan kau menyentuh barang itu! Anjing kau!"

Hah, ternyata melihat secara langsung membuatnya lebih sedih, tak terasa air matanya menetes. Adegan berlanjut, dimana sang wanita paruh baya tersebut terlihat sangat agresif, sambil menunjuk, membentak, dan memaki anak didepannya. Sedangkan sang anak hanya mendengarkan dan menunduk dihadapannya.

Seolah-olah belum cukup sampai disana, sepertinya perasaan marah dari wanita paruh baya tersebut semakin besar dengan melampiaskan rasa marahnya Ia mengambil barang yang terlihat seperti kaju panjang kemudian dipukulkan kepada sang anak. Anak lelaki tersebut yang tidak kuat terjatuh dari posisinya berdiri. Tak sampai disana, sang wanita paruh baya tersebut menggeret kaos belakang sang anak diseret menuju jalanan depan.

Dengan kondisi tersebut, sang anak terasa tercekik. Tiba-tiba tatapan mata keduanya bertemu untuk beberap saat. Nampak dari mata sang anak lelaki yang mengandung segala emosi sakit, marah, dan pasrah meminta pertolongan. Namun, apa yang bisa dia lakukan? Meminta ayah dan ibunya berbaikan saja Ia tidak bisa.

#####

Hai semuaa aku datang dg cerita baru, semoga cerita baru dariku.

Beberapa adegan yg ada disini tentu saja relate dg beberapa hal di hidup.

Dan entah kenapa pagi ini aku pengen nulis ini. Semoga cerita ini selesai dg baik ya

Luv

No More!Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt