TIGA BULAN

9 3 0
                                    

Tiga bulan kemudian, tepat satu hari sebelum pernikahan Pelangi.

Aku jalan bareng bersama dengan Hana ke daerah Cipete, Jakarta Selatan. Tujuan ketempat ini adalah menemani Hana yang ingin mencari suasana baru untuk mempersiapkan revisi power point yang akan digunakannya untuk sidang skripsi di pekan depan.

Hubungan kami sudah selayaknya sepasang kekasih, dimana aku sering mengantarkan pulang ke rumah setelah selesai part time di kedai kopi rasa saat malam hari, sering jalan berdua, tetapi belum belum main secara langsung ke rumahnya untuk berbicara bersama orang tuanya. Penyebab utamanya adalah Hana takut jika orangtuanya mengobrol dengan Khavi akan langsung ditanyakan, "kapan menikah?"

Hana sangat takut jika orangtuanya menuntut itu karena ia sendiri enggan menikah dalam waktu dekat ini meskipun sudah dituntut oleh kedua orangtuanya karena menginginkan cucu dari anak bungsu yang satu ini.

Begitu pemaparan Hana saat ini disaat kami sedang minum kopi bersama disela-sela ia mulai kehilangan fokus menyiapkan presentasi untuk sidangnya.

Aku bertanya, "lalu bagaimana dengan hubungan kita ini?"

"Please, jangan bahas sekarang. Aku sedang sibuk mempersiapkan untuk sidang skripsi. Setelah aku sidang. Aku akan berikan jawaban untuk kamu soal hubungan kita," balasnya.

Aku mempertanyakan kembali, "berarti pertengahan minggu depan di hari selasa?"

"Iya, 3 hari lagi. Makanya kamu datang ke sidang Aku. Pulangnya kita ngobrol soal hubungan ini."

"Siap, Aku akan menunggu jawaban Kamu, Dek."

Hana pun langsung menyelesaikan kembali power pointnya meninggalkanku yang juga fokus mengerjakan project permintaan client untuk membuatkan sebuah logo.

Kami saling asyik mengerjakan tugas masing - masing, kurang lebih sudah satu jam. Tak lama berselang, kami mengobrol kembali perihal kopi yang kami minum. Sebenarnya kami punya niat bersama untuk menikmati sekaligus ingin mencari tahu kenikmatan kopi capuccino disini. Karena Hana penasaran kopi yang diminum ditempat ini bisa sangat enak sekali rasanya. Ia makanya sering sekali mengajakku kesini karena ia kangen sekali dengan rasanya meskipun hampir setiap hari ia meminum capuccino serta coffee caffe latte yang dibuat untuk kalibrasi.

Obrolan kami pun makin ngalor-ngidul tidak jelas membahas berita - berita viral yang sedang hits akhir - akhir ini di media sosial.

Sampai akhirnya Kami pun jenuh. Hingga memutuskan untuk pulang. Aku mengantarnya pulang hingga di depan rumah, sedangkan diriku sendiri langsung bergegas pulang ke rumah untuk beristirahat.

Aku langsung memutuskan untuk bersantai ria di rumah dan memutuskan tidur lebih awal karena ingin bangun lebih awal esok hari.

Keesokan harinya.

Aku bergegas menuju rumah Hana sekitar pukul 9 pagi. Karena ia masih mandi, ku putuskan untuk bertemu dengan ayahnya.

Ini pengalaman pertamaku mengobrol panjang lebar bersama orang tuanya setelah pendekatan tiga bulan dengan Hana.

Ayahnya bertanya, "Kamu yakin sebagai fotografer dan design editor bisa menghidupi anak saya?"

"Iya, Om. Insya Allah, Saya yakin."

"Sebenarnya Om tanya ini bukan karena apa-apa. Om sudah membesarkan Hana sampai sebesar ini. Jangan sampai ia merasakan kesulitan bersama Nak Khavi nanti," imbuhnya.

Balasku, "Iya, Om. Saya Paham apa yang Om khawatirkan."

Ayahnya langsung berkata, "yaudah, Kapan kamu mau membawa orang tuamu kesini untuk niat baik melamar Hana? Saya tidak mau Hana berpacaran terus. Kemarin sudah mengenalkan tapi gagal!"

Tiba - tiba Hana datang menghampiri kami lalu berteriak keras, "Apa-apaan? Hana baru lulus kuliah. Mau ngerasain cari karir dulu bari mau menikah."

"Kamu itu wanita, Na. Ngapain meniti karir nantinya jika hanya menjadi ibu rumah tangga?!"

Hana semakin membentak keras, " Nggak mau buru - buru."
Ia pun pergi mengajakku untuk bergegas pergi menuju acara pernikahan Pelangi.

Aku yang terjekut melihat hana, hanya terpana diam membisu melihatnya yang amat kesal akibat orang tuanya.

Aku pun akhirnya berpamitan dengan ayahnya, "om, Maaf, saya pamit."

"Iyaudah, Hana memang susah di bilangin. Jaga Hana baik - baik, ya," ucapnya sebelumku pergi bersama Hana.

Kami pun pergi bersama menuju pernikahan Pelangi. Sepanjang perjalanan Hana tidak menanggapi apa yang aku ucapkan. Sepertinya ia masih amat kesal dengan Ayahnya yang benar-benar memaksanya untuk tidak mencari kerja melainkan secepatnya untuk menikah bersamaku.

Jujur saja, Aku terkejut melihat tingkah laku Ayah dari Hana yang sangat keras terhadap anaknya ini. Namun, sebagai orang tua pastinya menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

Aku pun memilih mendiamkan Hana menunggu ia lebih tenang.

Saat tiba di pernikahan Pelangi, aku bertemu Satrio, Adit, dan beberapa teman SMP lamaku. Kami hanya sekedar ber-basa-basi saja dengan mereka. Namun, Hana berbeda sekali. Ia sangat bersemangat. Sepertinya ia sangat bahagia berinteraksi sebagai pelipur laranya yang sedang drop setelah bertengkar dengan Sang Ayah.

Kami pun melangkah ke pelaminan Pelangi. Aku mengucapkan, "Selamat, Pe. Akhirnya lo bahagia juga. Semoga awet sampai maut memisahkan."

Pelangi membalas, "Iya, Vi. Lo juga ya sama Hana semoga cepat menyusul."

Tak lama Hana memberikan Handphone kepada fotografer agar memotret kami bersama mereka. Aku senang karena Hana benar-benar ingin mengabadikan moment kebersamaanku bersama sahabat yang pernah menyukaiku.

Selesai berfoto bersama. Kami pun berpamitan pulang. Hana menepuk pundakku, lalu berkata, "Kak, Aku mau kita pergi ke taman kota. Mau, ya?"

"Iya, " balasku cepat.

Kami pun bergegas dari lokasi pernikahan Pelangi di salah satu gedung di daerah Cijantung menuju salah satu taman yang berada di Jakarta Selatan.

Kurang lebih 30 menit perjalanan kami untuk sampai disini. Hingga tiba di taman, kami memesan es dan beberapa cemilan dari warung untuk menemani ngobrol saat bersama menikmati suasan taman kota yang memiliki danau buatan ini.

Aku memulai obrolan, "kamu kenapa harus membentak Ayah?"

"Lagian, Aku kesal banget, Kak. Masa Aku kita disuruh menikah sih?!"

"Iya, Dek. Mungkin niatnya baik, tetapi caranya tidak seperti itu. Kamu tidak boleh membentak Ayahmu, ya."

Ia berucap, "iya, Aku salah," ucapnya sambil menitihkan air mata.

Tiba - tiba, Handphonenya Hana berdering. Hana mengangkat telepon tersebut, lalu Ia menangis setelah selesai mengangkat telepon dari seseorang.

"Kakak … Kakak," lirihnya sambil memelukku dengan erat dengan linangan air mata yang sangat deras.

"Iya, Dek. Ada apa?"

"AYAH, MASUK RUMAH SAKIT. SEKARANG KITA BERGEGAS KESANA."

#Day28
#tim2
#paradesolo

KHAVIOnde histórias criam vida. Descubra agora