UJIAN KESABARAN

9 2 0
                                    

"Mungkin bukan jodohnya. Namun, penyesalan tetap ada karena tidak membalas rasa kepada orang yang mencintaiku."
-Lara Sandyakala-

"Engga kok, Han. Gua nggak ngelamun," bantahku kepada Hana yang dibalas cletukan sinis darinya, "buktinya diam saja, Kak."

"Kakak? Ga salah denger gua," Kubalas dengan nada terkejut karena tiba - tiba Hana mengganti panggilan kepadaku.

"Kenapa? Nggak boleh? Hana panggil om aja deh!"

"Jangan njir, Gua masih muda - yaudah kakak aja nggak masalah, dek," balasku kembali.

"Yaudah, Kak. Hana ke kasir dulu. Itu kayanya ada yang mau bayar," ujar Hana yang bergegas meninggalkanku menuju kasir.

Aku masih terdiam memikirkan pernikahan Pelangi yang akan terjadi tiga bulan lagi dan acara lamaran dia yang akan dilakukan pekan depan. Pikiran masih berlarian kesana - kemari untuk memikirkan nasibku kini yang semakin mengenaskan. Sungguh rasanya ingin menghilang saja dari orang - orang sekitarku karena malu akan kejadian ini.

Tiba - tiba ada pesan masuk yang mengejutkan dari Mama [Pulang sekarang. Ayah sama Mama mau ke rumah sakit. Pelita panasnya makin tinggi.]

Sontak saja pesan dari keluargaku membuatku menghubungi mereka dan berkata, "Oke, tunggu sebentar. Abang lagi di kalisari. 10 menit sampai rumah."

Aku pamit dari Hana dan anak - anak tongkrongan kedai yang ku kenal karena sering ketempat ini. Langsung saja menceritakan kabar dari orangtuaku ke mereka yang dibalas respon cepat Hana, "hati-hati, Kak. Jangan ngebut - ngebut naik motornya." Ucapan Hana membuat mereka yang duduk dikedai kopi melontarkan cletukan hangat, "Kakak? Kaka - adek - an nih ceritanya."

Aku pun hanya diam dan memilih pamit pulang menuju rumah dengan kecepatan tinggi hingga tiba dirumah sekitar 6 menit saja.

Sesampainya di rumah, Mamah bersama Ayah sudah bersiap - siap menuju rumah sakit untuk memeriksa adikku yang sudah panas dari pagi, tetapi tidak ada perubahan. Bahkan lebih parah mencapai 39 °C saat malam hari. Kebetulan ia sudah sakit sekitar 3 hari, setelah berobat ke klinik tapi, tetapi tidak ada perubahan membuat orangtuaku memutuskan untuk membawa Pelita ke rumah sakit.

Mereka pergi meninggalkanku di rumah sendirian membuatku menuju kamar untuk berganti pakaian, lalu bersiap menunggu kabar dari mereka apakah Pelita harus di rawat apa tidak?!

[Pelita harus di rawat. Abang ke rumah sakit sekarang bawain pakaian Pelita yang sudah disiapkan di kamar Mama.] Pesan dari Mama kepadaku.

Ketika tiba di rumah sakit langsung menuju ke ruang UGD, tak lama berselang menuju kamar rawat inap tempat Pelita dirawat. Saat aku dan ayah akan pulang, Ia merengek, "Abang … Aku mau kak pelangi kesini."

Aku terkejut mendengarnya, "iya, Abang coba, ya," ucapku lalu melanjutkan ucapan, " Mah, Yah, abang mau bicara didepan."

"Pelita tunggu sebentar ya di kamar. Mamah mau temenin ayah sama abang pulang," bujuk Mama kepada Pelita."

Mama menyusulku yang menunggu di depan pintu kamar, "ada apa, Bang?"

"Barusan abang ketemu Pelangi, jadi teman kerjanya melamar Pelangi. Dan Pelangi menerima lamaran orang itu. Minggu depan mereka akan lamaran dan 3 bulan lagi akan menikah. Jadi, Abang usahain ajak pelangi, tapi belum yakin dia mau!" Jawabku didepan orang tuaku.

Ayah bersama Mama saling menatap mendengar ucapanku barusan. Mereka sepertinya mengkhawatirkan kondisiku yang baru ditinggal nikah Adinda dan akan ditinggal nikah oleh Pelangi juga.

Ayah mencoba menenangkanku, "mungkin kalian belum berjodoh. Yaudah kalau nggak bisa, jangan dipaksa."

Ayah dan aku pun pamit meninggalkan Mama yang akan menginap menunggu pelita hari ini.

Saat aku bersama ayah sampai di rumah. Ayah tidak langsung mengajakku masuk. Ia menyuruhku untuk membuatkan kopi untuk dirinya.

Setelah kopi yang dibuat sudah selesai langsung saja mengantarkannya untuk Ayah. "Ini, Yah. Kopinya," ujarku sambil tersenyum dan memilih duduk menemaninya merokok santai."

Ia berkata, "sebelum Ayah memutuskan nikah sama Mamah. Ayah pernah tiga kali ditinggal nikah mantan. Semuanya gagal karena orangtuanya tidak setuju, mereka semua dijodohkan oleh pilihan orang tuanya."

"Serius, Yah?!" Aku terkejut mendengarnya.

"Iya, Ayah waktu itu sudah pasrah sama jodoh. Lalu, tiga bulan mendekati mamamu. Pernah di tolak waktu mau mengajak pacaran sama dia. Karena Ayah tidak nyerah - tetap perjuangin Mama … Akhirnya Ayah beraniin ketemu orangtuanya dan disuruh langsung melamar. Akhirnya kami lamaran dan menikah di tahun 1996."

Akhirnya mencoba mempertanyakan, "kenapa berani menikah walaupun belum kenal terlalu jauh. Yah?!"

"Karena Ayah merasa jika Mama adalah satu - satu nya wanita yang paling mengerti meskipun belum lama kenal. Akhirnya kita pacaran setelah menikah dan rasanya lebih indah. Jujur, lebih indah berpacaran setelah menikah daripada pacaran sebelum menikah. Nikmatnya lebih lengkap, lebih bebas juga kalau sudah menikah."

Tawanya lepas diiringi menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok pada sesi ngobrol santai ayah dengan anak sulungnya yang sedang patah hati ; patah hati berkali - kali di waktu yang hampir berdekatan.

Karena waktu mulai mendekati dini hari. Kami memilih untuk istirahat. Namun, Aku mencoba menghubungi Pelangi mengirim pesan untuknya.

[Pe … Pelita di rawat di rumah sakit. Dia minta Lo datang. Tolongin Gua, ya. Biar Pelangi senang dengan kedatangan lo.]

Tak lama setelah mengirim pesan itu, mendapat balasan hangat. [oke, kirimin aja nomor kamar dan di rumah sakit mana.]

Aku mengirimkan nama rumah sakit, beserta nomor kamar, dan lantai tempat kamar Pelita di rawat. Setelah itu, memilih untuk mengistirahatkan jiwa yang telah rapuh dan hati yang sudah luluhlantah.

"Mungkin Tuhan mematahkan hati berkali - kali karena ia sudah mempersiapkan hatiku untuk seseorang yang terbaik nanti. Diwaktu yang tepat dengan hati yang terlatih untuk menerima kenyataan.
-Lara Sandyakala-

#day23
#Tim2
#paradesolo

KHAVIWhere stories live. Discover now