PERAYAAN ENAM BULAN

111 15 15
                                    

Aku adalah Khavi Sailendra, berusia 25 tahun seorang mantan budak korporat yang baru keluar satu bulan lalu dari dunia perkantoran yang sekarang menekuni hobi dibayar sebagai fotografer amatir yang mencoba peruntungan menjadi professional.
Sebagai seorang pekerja lepas yang masih amatiran seringkali merasa kesepian karena tidak seperti dahulu kala yang sangat fokus didepan layar, kini banyak seringkali menghabiskan waktu memotret dan sesekali menyibukkan menyendiri di salah satu coffee shop sekadar menikmati suasana kemacetan dari Rooftop tempat biasaku menyendiri.
Oh, iya. Namun, ada satu hal yang membuatku berani untuk keluar dari pekerjaan sebelumnya yaitu kekasihku yang bernama Adinda memaksaku untuk tidak terlalu sibuk bekerja dan lebih banyak meluangkan waktu untunya, akhirnya ku penuhi semua keinginan karena dia satu-satu wanita yang berhasil ku pacari setelah tujuh tahun menyandang gelar sebagai seorang Jomblo yang tak kunjung mendapat pujaan hati.

" Terlalu lama sendiri membuatku tergila bersamamu, untukmu apapun aku beri sebagai tanda kasih kepadamu."
- Lara Sandyakala -

Nah, Hari ini sangat spesial bagi kami berdua, merayakan ulang tahun jadian yang keenam bulan, kami berencana makan bersama di restoran All You Can Eat terkemuka seantero negeri ini, 'Masa Sih Grilled' itulah nama resto tersebut.
Sebelum berangkat menuju tempat tujuan, aku harus menjemput kekasihku dahulu dan sekarang sudah tiga puluh menit lamanya menunggu Dinda keluar dari gedung pencakar langit tempatnya mengadu nasib demi sesuap nasi.
Aku masih bersabar menunggu di taman umum areal depan kantornya seraya membakar rokok dan meminum secangkir kopi giling di tengah hiruk-pikuk orang-orang keluar dari area perkantoran.

"Mas, saya baru lihat sampeyan, sebulan terakhir sering banget disini! Pekerja baru di kantor, ya?!" ucap seorang bapak-bapak berambut putih berpakaian rapi dengan kemeja putih dan blazer hitam.

"Oh, bukan, Pak. Saya menjemput pacar saya."
"Kerja di sini? di bagian apa, Mas'e?"
"Bagian Accounting, Pak. Namanya Adinda Cantika Putri."
"Itumah teman divisiku, Mas'e. Saya kenal pacar Mbak Dinda wong Klaten, Mas."

'Deg'
Aku terdiam mendengar si bapak yang mengingat mantan kekasih dari pacarku ... perlahan menghela nafas untuk berkata yang benar agar tidak terlihat seperti orang kikuk merespon untaian kata yang terucap dari mulutnya, akhirnya ku temukan kosakata yang tepat untuk meresponnya, "Iya, Pak. Dia mantan pacarnya Adinda, saya sudah berpacaran enam bulan dan kebetulan sering menjemput sekalian mengerjakan design cover atau edit gambar aja pak."

"Oh anak Design, kerja disini saja mas'e, Design lagi butuh karyawan baru."
"Iya, Pak, terimakasih. Saya sedang focus ikut teman merintis bisnis fotografi bersama."
"Hebat Sampeyan, Mas'e. Masih muda sudah kepikiran bisnis. Semangat Mas," Akhiri dia dengan sedikit tersenyum.

Sesaat ketika si Bapak akan pergi, kekasih hatiku datang menghampiri kami berdua dan ia langsung menyapa si bapak yang kebetulan sangat dikenalnya, "Pak Joko, Akrab banget sama pacar saya."

"Enggeh Mbak Dinda, Saya sering lihat dia disini, makanya tak sapa. Tak pikir anak baru disini ternyata pacarnya sampeyan mbak."

"Iya, Pak. Baru enam bulan kita pacaran, namanya Khavi, orang Jakarta asli," sahutnya dengan senyum dan lesung pipi yang terlihat jelas.

"Enggeh, Mbak, Aku pamit dulu, Assalamualaikum," ucap Pak Joko, sambil menjulurkan tangan mengajakku dan Dinda untuk bersalaman sebelum ia pamit meninggalkan kami.

Setelah Pak Joko pamit, Dinda bersalaman kepadaku dengan bibir berwarna lipstick nude tepat berada di bagian punggung tanganku. Sungguh, sopan-santunnya sudah membuatku terpikat seakan ia benar-benar menganggapku adalah seorang imam baginya. Ia benar-benar membuatku makin terkesima akan sifat wanita jawa yang mengalir kental didalam darahnya.

"Tuhan memaksaku terlalu lama sendiri karena-Nya memiliki rencana terindah untuk mempertemukan kita dan Kamu adalah sosok yang Tuhan rencanakan."
- Lara Sandyakala -

Kita pun berangkat menuju restoran All You Can Eat 'Masa SIh Grilled' mengendarai motor matic berkapasitas 160 cc yang kini digandrungi anak-anak muda seusiaku hanya karena posisi duduk yang nyaman untuk berpelukan mengarungi kepadatan hiruk-pikuk kota Jakarta yang terkenal akan lalu-lintas tak manusiawi dikala jam pulang kerja setiap harinya.
Begitu pula yang kami rasakan, harus menempuh perjalanan selama 60 menit dengan jarak tempuh 8 km dari tempat Dinda bekerja. Meskipun melelahkan, tetapi sangat senang karena kulalui ini semua bersama seorang kekasih yang kehadirannya sudah lama dirindukan untuk mengisi kesepian hati yang t'lah lama diderita.

Kini kami tiba ditempat tujuan untuk makan bersama, tak banyak pembicaaraan langsung memilah-pilah potongan daging, beberapa sayur, dan bola-bola berisi keju untuk grilled sekaligus shabu-shabu yang akan disantap setelah lelah melewati parahnya kondisi jalan hari jum'at sore di kawasan padat perkantoran daerah Jakarta Selatan.
Aku mulai membakar satu persatu potongan daging dengan hati-hati, sedangkan kekasihku menyiapkan bumbu-bumbu saus yang harus digunakan, tak lupa ia sudah menyiapkan semangkuk shabu berkuah tomyum yang menjadi favoritku. Tentu saja kekasihku mengetahui, karena seringkali kita makan di restoran All You Can Eat dan baru hari ini mencicipi salah satu restoran terkemuka yang sudah sangat dikenal seantero negeri ini.

Ditengah keasyikan makan, aku mencoba bertanya kepadanya soal apa yang selama ini menjadi beban pikiran,"Kenapa Aku nggak boleh mengantarmu ke rumahmu, dan tidak boleh ketemu Orang tuamu? Sedangkan kamu sudah kukenalkan ke Orangtuaku!?"

Dinda tersedak saat mendengar ucapanku. Responnya cepat mengambil segelas air putih untuk meredakan rasa mengganggu ditenggorokannya kemudian beruntai kata,"Kita lagi moment bahagia! Ngerayain enam bulan pacaran, ngapain sih bahas Orang tua! Dibilang setelah Aku putus sama mantan, mereka maunya Aku langsung nikah! Kita baru kenal nggak mungkin langsung buru-buru nikah! Ngerti nggak sih!" lantang suaranya terdengar memekikan telinga membuatku langsung terdiam tak mampu berucap apapun menanggapi apa yang harus kusampaikan.

Ia langsung mengeluarkan handphone dari dalam tasnya, terlihat seperti sedang membalas pesan seseorang, lalu ia berkata kembali, "Tolong, jangan bahas Orang Tua! Kalau kita sudah sama-sama siap, pasti akan Aku kenalin kok! Kita baru kenal lho!"

"Iya Maaf, ngerusak Mood Kamu jadinya, ini hadiah untukmu sebagai perayaan hari jadi kita yang keenam bulan." ucapku dengan mengeluarkan boneka berbentuk kucing berwarna biru tanpa telinga dengan tangan memegang tulisan ' Six Months Anniversery'.

"Terimakasih," balasnya ketus.

Kriinggg

"Halo ... Iya, Oke Baik, Pak."

"Gojek sudah sampai! Besok-besok jangan suka ngerusak suasana! Nggak peka banget sih jadi laki!" ucapnya jelas lalu bergegas pergi dan meninggalkan boneka pemberianku di meja saji begitu saja. Namun, ia tak lupa bersalaman tangan denganku, mencium tanganku lalu mengucap salam sebelum berpamitan.
Dinda yang mengenakan dress putih berbalut kardigan hitam dan dress bawahan berwarna senada bergegas berjalan keluar dengan wajah ketus meninggalkanku yang seakan sebagai pelaku karena salah bertanya soal orangtuanya.

Aku pun ditinggalkan sendirian begitu saja di restoran All You Can Eat.
"Anjir ... Kenapa Gua sini sih, masa iya ditinggalin pacar pas makan! Akhhh Bangke!" gejolak batinku menggebu menerima kenyataan pahit saat perayaan hari jadi pacaran enam bulan.

"Mood wanita sulit dipahami akal sehat, tetapi laki-laki butuh wanita agar hidupnya tetap tekendali, meskipun situasinya sering tak diluar ekspetasi."
-Lara Sandyakala-

#Paradesolo #Day1 #tim2

KHAVIWhere stories live. Discover now