"Gimana? Masih sedih?" tanya Atlas pada Mashika.

"Dia masih nggak mau ngomong."

Mendengar jawaban Mashika, Samurai membuka pintu mobil tiba-tiba, lalu melongokkan kepalanya ke dalam untuk melihat Sadhara. Sadhara yang terkejut pun refleks melotot pada Samurai. Lelaki yang lebih muda hanya cengengesan sebelum akhirnya kembali menutup pintu mobil.

"Nggak jelas lo, anjir! Orang lagi sedih malah di intip," celutuk Atlas pada Samurai.

"Tauk nih, bocil kematian," timpal Janus.

Ersen sedang duduk di tepi jalan bersama Akasa, Varsha, Erlangga, dan Yara. Menatap jalanan di bawah sana yang memancarkan cahaya mobil. Tangan mereka sama-sama menggenggam sebuah jagung bakar, namun jagung milik Akasa sama sekali belum digigit.

"Dimakan, nanti jatoh kalo lo ngelamun terus," ucap Ersen.

Akasa hanya mengangguk, ia menatap jagung bakar di tangannya, lalu menoleh ke belakang. Janus dan Yume sedang duduk di bangku kecil, dengan Janus yang meniup-niup jagung bakar Yume, dan Yume yang senantiasa menunggu.

"Itu udah dingin kayaknya, nggak papa sini gue makan!" seru Yume tidak sabar.

"Ntar dulu, ini kalo panas bibir kamu luka," tolak Janus sambil mengangkat jagung bakar di tangannya.

"Ih, gue mauu," cicit Yume.

"Bilang aku, jangan gue gue." Janus menatap gadis di sebelahnya dengan tatapan merajuk.

"A—aku, aku mau makan jagung bakar, ya Janus, ya?"

Janus meneguk ludahnya, bagaimana bisa menolak permintaan menggemaskan dari Yume?

Akasa diam-diam tersenyum gemas, hubungan Janus dan Yume akhirnya terjalin, ia turut senang akan hal itu. Ujung matanya menangkap pintu mobil yang terbuka, lantas ia menoleh cepat. Sadhara ada di sana, memakai sandal tidur bulu-bulu yang entah dapat dari mana.

"Ara," panggil Akasa.

Sadhara turun dari mobil dengan dress selutut berwarna cokelat muda. Sang lelaki pun menghampirinya, mengusap puncak kepala Sadhara dengan lembut.

"Bosen, ya?"

"Aku mau juga," titah Sadhara melihat kakek tua membakar jagung.

"Ayo sini."

Akasa membawa Sadhara duduk di tepi jalan yang sepi. Jagung bakarnya ia serahkan pada Sadhara, beruntung sudah tidak begitu panas. Mereka duduk berdampingan sembari menatap langit yang menampilkan warna hitam pekat. Flash dari handphone bermunculan untuk memotret langit.

"Aku takut, Sa," ucap Sadhara.

Sebenarnya situasi saat itu ramai sekali, apalagi anak-anak RANGUL di dekat mereka heboh dengan gerhana yang berhasil menggulitakan langit. Tetapi bersama Sadhara, Akasa mereka dunianya sepi. Ia merasakan kesedihan yang belum bisa disampaikan gadisnya.

"Aku disini, Ara." Dirangkulnya pundak kurus Sadhara, lalu kepala Sang Gadis bersandar pada pundak Akasa.

"Selama itu aku nunggu kamu. Aku takut. Aku takut mereka datang ke ruangan itu," ucap Sadhara di sela-sela gigitannya.

ETERNAL PART OF THE SKY ; Kim Sunoo [END]Where stories live. Discover now