Bab 45 : Support System

5.6K 617 8
                                    

Aku bohong. Kukatakan pada kedua kakakku kalau aku baik-baik saja sebelum pamit ke kamar tadi, nyatanya kini aku sulit untuk terlelap. Sepanjang malam hanya berbaring gusar di tempat tidur hingga akhirnya duduk tergugu sambil memeluk lutut sendiri.

Jadi seperti ini rasanya patah hati? Sibuk mempertanyakan banyak hal dan menyalahkan diri meski sadar itu adalah perkara yang sia-sia. Rasanya semua kata kasar dan sumpah serapah yang pernah kudengar ingin kulontarkan tepat di hadapan Keenan.

Tapi, untuk apa? Aku tidak bisa memaksanya jika dia memang sudah tidak ingin meneruskan hubungan kami.

Lagi, amarahku bermuara untuk tetap menyalahkan diri.

Kuputuskan untuk merebahkan badan, semoga saja bisa terlelap walau hanya beberapa menit saja. Kepalaku mulai terasa pening. Dan sekarang hampir jam 2 dini hari, artinya sudah ada 3 jam aku menangisi kisah cintaku yang berakhir menyedihkan.

Aku sedang mencari posisi terbaik untuk kepalaku di atas bantal ketika ponselku mendapat notifikasi pesan beruntun. Apa lagi sekarang? Fans Keenan sedang merayakan perpisahanku dengan idola mereka dengan mengolokku lewat direct message?

Aku memaksakan diri bangun setelah mendengus jengkel, meraih ponsel karena terlanjur gagal tidur. Lagi.

Dan pikiranku ternyata sudah dipenuhi prasangka negatif. Senyumku justru merekah saat membuka notifikasi dan membuka rentetan pesan dalam grup chat. Ya, spam pesan itu dari teman-temanku.

Mila : Yuhuuu~ masih ada yang gentayangan ga, ya?

Diyah : aku aku akuuuhh 🙋

Aku yakin, sebagai penggemar Keenan, Mila juga Diyah pasti sudah tahu kabar putusku dengan idola mereka. Rasanya agak enggak enak juga mereka tahunya dari orang lain.

Uty : Yeaay ... Ada teman begadang. Laporan gue belum kelar gaes. 🥲

Nara : 🤡

Aku terus membaca isi percakapan mereka. Sampai merasa curiga kalau mereka semua telah tahu tentang aku yang sudah putus, dan merencanakan obrolan tidak penting di grup chat kami untuk menghibur. Meski tidak satu pun dari mereka yang menyinggung masalahku itu.

Nina : Berisik heeei.

Dan tepat setelah pesanku tampil, keempat penghuni grup lain mengirim pesan hampir bersamaan dengan mengetikkan namaku. Tingkah yang sukses menciptakan senyum untukku setelah hari yang mengenaskan ini.

Kami larut dalam obrolan panjang yang sebenarnya tidak penting. Membuatku melupakan rasa sedih dan menyalahkan diri lagi seperti tadi.

Nina : Thanks guys. Love you all

Aku melihat jam di sudut kiri ponsel, sudah lewat jam 3 dini hari, dan aku mulai merasakan kantuk.

Uty :
Oke fix. Besok pagi kumpul di kosan gue sebelum ke kampus yeeee.
Tambahan : lebih pagi lebih baik, siapa tahu bisa ketemu tetangga kosan gue sebelum dia berangkat kerja. Hehehe

***

Tidak banyak yang berubah setelah kembali menjadi jomblo, ah, maksudku single. Aku tetap bangun pagi, melakukan rutinitas sehari-hari. Yang berbeda hanyalah tidak ada pesan semangat yang menyapa saat aku akan meninggalkan tempat tidur untuk memulai hari.

Ah, aku mengingat dia lagi.

Aku menyapa para penghuni rumah yang sudah berkumpul di meja makan. Hanya mengambil sepotong roti bakar, kemudian bergegas pamit karena taksi online yang kupesan sudah menunggu di depan rumah.

Sepanjang jalan aku terus mengusahakan diri memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Tapi ternyata susah juga untuk seketika menghapus ingatan tentang dia. Rasanya konyol saat mendapati diri berharap jika otakku memiliki pilihan delete permanent untuk semua ingatan tentang si mantan. Ah ... Sekarang aku punya mantan.

Aku langsung masuk begitu tiba, dan mendapati area depan kosan yang lumayan sepi, padahal sudah lewat jam 8 pagi. Atau penghuninya sudah keluar semua?

Kuteruskan langkah menuju kamar kos Uty di lantai 2. Dan mulai berjalan pelan saat kulihat beberapa pasang sepatu tepat di depan pintu kamar Uty. Rasanya akan menyenangkan jika mereka menyambutku dengan teriakan terkejut.

Baru saja tanganku memegang kenop pintu dan hendak memutarnya, nada suara Nara terdengar sedikit heboh,

"Keenan pakai narkoba?! Seriusan?!"

Gerakan tanganku otomatis terhenti saat mendengar kalimat itu.

"Enggak!" Itu suara Mila. "Lo kalo dapat berita jangan cuma baca setengah, dong. Yang lagi rame di twitter itu karena video podcast Keenan yang juga udah masuk trending di youtube. Dia ngaku pernah pake, tapi udah berhenti sekarang."

"Perasaan Keenan jarang ngumbar kehidupan pribadinya, deh. Sekarang, kok, malah dia yang buka sendiri, ya?" Diyah menambahkan.

"Ini menurut opini gue pribadi, ya. Kayanya karena lagi ada masalah sama manajemennya. Jadi, sebelum orang manajemennya yang ngebongkar, mending dia yang buka sendiri. Toh itu juga udah lama, kan? Dia bahkan siap buat tes narkoba lagi buat ngebuktiin kalau sekarang udah bersih dari obat terlarang."

"Kok gue mikirnya dia sengaja bikin begini biar berita putusnya sama Nina jadi tenggelam, ga, sih?"

"Kalau si Keenan idola lo mikir begitu, ya, enggak mungkin dia biarin temennya bikin story pakai caption yang seolah ngumumin kalau dia baru putus dari Nina," suara Nara kembali lantang.

"Koreksi. Mantan idola, ya!" Aku menahan tawa mendengar bantahan keras Mila. "Ogah banget gue ngidolain dia lagi."

"Udah, udah. Itu urusan Keenan. Stop bahas dia lagi. Dia udah bukan pacar teman kita lagi, dan bukan juga idola salah satu dari kita. Awas aja kalau ada yang berani nyebut apapun tentang Keenan kalau Nina udah datang nanti." Aku terenyuh mendengar kalimat Uty, hampir saja langsung kubuka pintu untuk memeluknya.

Kuputuskan untuk kembali ke area depan kosan, dengan langkah yang tidak kalah pelan tentunya. Memilih duduk sejenak untuk menenangkan pikiran.

Asumsi teman-temanku bisa saja ada yang benar. Tapi, ya ... seperti kata Uty tadi, semua itu bukan urusanku lagi.  Keenan sudah--dan harus menjadi sosok yang tidak ada hubungannya denganku lagi. Aku sebaiknya fokus pada sahabatku yang sudah meluangkan waktu mereka untuk menghiburku.

Aku melangkah mantap setelah menarik napas dalam. Dengan sengaja membuat suara langkah  kaki yang sedikit nyaring agar mereka berpikir aku baru saja sampai. Dan belum juga tanganku mengetuk, pintu kamar Uty sudah terbuka lebar.

"Ninaa!" seru mereka kompak.

"Sini, cepetan! Tetangga Uty yang tamvan itu lagi bikin eksperimen es krim rasa cokelat campur mint. Rasanya aneh di lidah gue, tapi berhubung gue inget selera lo memang aneh, jatah gue buat lo aja, deh," sambut Diyah sambil menuntunku untuk duduk.

Sekuat tenaga aku menahan diri untuk menangis karena tersentuh dengan perlakuan mereka. Tidak ingin merusak suasana hanya karena aku yang memang cengeng. Tapi desakan air mataku tidak bisa kubendung lagi.

"Na?" pantau Nara pelan.

Aku mengangkat tangan, mengisyaratkan aga mereka diam saja dan mendengarku.

"Gue enggak nangis karena baru aja diputusin Keenan. Iya gue yang diputusin. Ngenes banget, kan?" Aku terisak, lalu menggeleng cepat dan melanjutkan, "Tapi karena kalian yang selalu siap siaga buat ngehibur gue. Thanks a lot guys. Kalian yang terbaik."

Tanpa aba-aba, keempat sahabatku merapat dan memelukku erat.

"Ah, lo, mah. Gue udah siapin kata-kata motivasi, nih. Malah jadi ikutan mewek gini," keluh Nara dan sukses membuat kami tertawa bersama.

***

The Actor and IWhere stories live. Discover now