Bab 20 : (Not) So Romantic Day

9.6K 854 18
                                    

Aku baru saja menapaki lantai teras rumah ketika ponsel di tasku berdering panjang. Segera kurogoh isi tas, mencari benda pipih nan canggih itu.

"Mama?" bacaku pada layar ponsel. "Halo, Ma. Nina udah sampai rumah, kok."

"Halo, Nak. Mama baru mau kasih kabar kalau sekarang Mama sama Papa lagi di rumah Kak Nisa, si kembar sakit. Sepertinya Mama sama Papa bakal menginap di sini."

"Oh, iya, Ma."

"Kamu nyusul ke sini saja, Nak. Kakakmu juga lagi sibuk di studio, banyak kerjaan katanya. Kalau Nita mah Mama nggak tahu dia mendaki ke mana lagi dari kemarin."

"Nina di rumah aja, Ma. Kan sudah sering sendiri juga."

"Yakin, Nak?"

"Iya, Ma. Nina, kan, bukan anak kecil lagi."

"Oh, ya sudah. Hati-hati di rumah, ya. Ingat periksa kunci pintu sama jendela kalau mau tidur."

"Iya, Ma."

Aku mengantongi ponsel setelah Mama memutus sambungan lebih dulu. Untung saja sekarang aku sudah memegang kunci rumah untuk diri sendiri. Jadi, tidak perlu ada drama menumpang di rumah tetangga sampai ada penghuni rumah yang pulang dan membukakan pintu.

Kalau diingat-ingat lagi karena tidak punya kunci rumah waktu pulang dari asrama dulu, justru mencipta momen pertama aku menghabiskan waktu berdua dengan Keenan. Ah, Keenan entah di mall mana lagi dia sibuk menggombal anak gadis orang saat ini.

Satu notifikasi pesan muncul tepat saat aku menutup kembali pintu rumah. Panjang umur, baru saja kupikirkan Keenan sudah mengirim pesan.

Keenan :
Hari ini acaranya selesai lebih cepat, interview sama influencernya disatukan. Jadi, aku pulangnya lebih cepat.
Ayo, dong. Sesekali kita ketemuannya nggak tengah malam.

Aku hanya bisa tertawa membaca pesannya yang terakhir. Tidak ada salahnya menyenangkan hati pacar yang sudah lelah bekerja. Aku mengetik pesan dengan senyum, menerka reaksi Keenan setelah membaca pesanku.

Nina : Mau temenin aku masak untuk makan malam kita berdua?

Terkirim.

Tanda centang dua berubah menjadi biru beberapa detik berikutnya. Bukannya membalas, Keenan langsung melakukan panggilan video. Reaksinya ini sungguh diluar dugaanku. Aku menerima panggilannya sambil tertawa.

"Serius?!" seru Keenan saat wajahnya muncul di layar ponselku.

Aku mengangguk memberi jawaban.

"Mau di rumahmu atau di rumahku?"

"Di rumahku."

"Yakin, nih?"

"Iya. Nggak ada orang di rumah."

Ekspresi Keenan berubah jail. "Kamu ngajakin pacar ke rumah saat sendirian. Ini kode-kodean, ya."

"Apa sih? Ngga--"

"Nggak jelas," potong Keenan cepat. Wajah manyunnya dia pamerkan di depan kamera.

"Aku tunggu, ya," ucapku sambil melambaikan tangan.

Keenan membalas. "Daah," ucapnya, kemudian sambungan terputus.

Aku meneruskan langkah menuju dapur, berniat memeriksa bahan makanan yang ada. Dan saat membuka kulkas, yang kudapat hanyalah beberapa makanan instant dan bahan pelengkap lain. Tidak ada yang bisa dimasak sebagai menu utama.

"Pantas saja mama memintaku menyusul ke rumah Kak Nisa saja."

Rasanya juga sudah terlalu sore untuk pergi belanja. Tanganku masih sibuk memeriksa setiap kemasan makanan instant. Masih ada satu bungkus spaghetti yang belum terbuka. Baiklah, soal sausnya bisa kuracik sendiri nanti.

The Actor and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang