Kilas Balik

37 3 0
                                    

Dering bel yang menandakan berakhirnya jam pelajaran menggema ke penjuru sekolah, sehingga dalam sekejap pintu-pintu yang ditutup dapat itu kini terbuka serentak mengeluarkan siswa-siswi yang ingin cepat kembali ke rumah atau sekedar menghabiskan waktu luang dengan teman karena penat dengan pelajaran yang mereka hadapi.

Dari salah satu kelas terlihat dua sejoli yang saling menggandeng tangan dengan senyum yang tak lepas dari wajah masing-masing. Mereka adalah pasangan siswa berprestasi terbukti dengan keterlibatan keduanya yang selalu menjadi utusan dalam setiap Olimpiade antar sekolah maupun yang bertaraf Nasional dan semua penghuni sekolah pun mengakui bahwa mereka memang pasangan yang sangat cocok.

Dimas Gifari dan Siska Arsinta, kini mereka menduduki kelas XII yang hanya kurang dari lima bulan lagi akan melaksanakan Ujian Nasional, dan jika membahas tentang itu, rencana setelah lulus pun sudah tersusun rapih di benak keduanya, salah satunya adalah memasuki universitas yang sama sambil menata masa depan cerah untuk kisah yang akan dihadapi. Meski pun nantinya harus berbeda fakultas, setidaknya mereka masih berada di satu lingkungan yang sama. Begitu pikirnya.

Saat tengah asik berbincang ringan tentang pelajaran, kesenangan keduanya harus terganggu karena kedatangan seseorang yang langsung mengalungkan tangannya di bahu mereka dengan mengambil posisi tengah sehingga tautan tangan itu terlepas.

Dimas mendelik tajam ke arah pelaku, Asrar.

"Wis … santai, Bro," ucap Asrar kala melihat delikan itu, detik berikutnya ia melepaskan tangan dari bahu keduanya.

Siska yang melihat adegan demi adegan hanya terkekeh kecil, hal biasa melihat mereka seperti ini.

"Ada apa?" tanya Dimas akhirnya.

"Hm, gak ada apa-apa, sih. Tadinya gue cuma mau ngajak kalian ke acara anak-anak ekstra buat sekedar nongkrong gitu." Asrar berhenti sesaat, "tapi kayaknya kalian bakalan nolak lagi. Iya, kan?" Lanjutnya. Yap, bukan tanpa alasan ia bilang seperti itu, karena memang setiap kali mengajak pasti akan ditolak dengan berbagai macam alasan, entah itu karena mengerjakan tugas, ada les private malam, atau apalah. Intinya mereka selalu menolak.

Namun, jawaban Dimas hari itu membuat Asrar menatap tak percaya. "Seriusan ikut?"

Dimas menghela napas sebelum menjawab. "Iyalah, tapi yaudah kalau lo-nya gak yakin. Gak ja-"

"Eh, yakin kok yakin. Gue cuma kaget aja anjir. Gak biasanya. Iya, kan, Sis?" Kini perhatian Asrar menatap Siska sepenuhnya.

Siska yang ditatap juga sekarang mengalihkan pandangan ke Dimas. "Kamu serius mau ikut?"

"Iya, aku pikir gak ada salahnya sekali-kali keluar. Lagian malam ini juga gak ada jadwal, gak ada PR juga, kan?"

"Mmm … iya, sih."

"Kamu mau ikut?"

Oke, Asrar mendengkus kesal sekarang. Lagi-lagi menjadi obat nyamuk di antara mereka.

"Yaudah kalau gitu, kalian obrolin aja berdua. Tapi gue seriusan Sis, lo kalau mau ikut juga gak papa, kok. Aman, banyak juga anak cewek."

"Gitu, ya?" Siska menggumam.

Asrar mengangguk. "Gue pulang duluan, ya? Lo kabar-kabar aja kalau jadi berangkat, Dim. See you."

Dimas dan Siska sontak balas melambai kala Asrar sudah lebih dulu meninggalkan mereka.

"Jadi gimana, mau ikut?"

"Aku gak tau, Dim. Mungkin nanti mau bilang dulu ke papa, kalau diizinin aku telpon kamu, ya? Kita berangkat bareng."

Dimas tersenyum mendengarnya. "Oke."

"Yuk, pulang."

"Eum."

SEMICOLON (COMPLETED)Where stories live. Discover now