Feeling Attack

29 4 0
                                    

Entah apa yang terjadi sebelumnya hingga rumah sederhana itu kini menjadi ramai karena perdebatan dua orang yang sama-sama tidak mau mengalah, bahkan dapat dipastikan suara keduanya bisa didengar oleh tetangga sebelah. Ini sudah malam dan bisa-bisanya mereka adu mulut tanpa mempedulikan orang lain.

Di kamar, Bulan hanya meringkukkan tubuhnya dalam selimut dengan bantal yang digunakan untuk menutup telinga berharap tidak mendengar suara dari kedua orangtuanya. Namun, itu tidak membantu sama sekali, yang ada malah membuatnya semakin sesak.

Ini bukan pertama kalinya dan selalu berhasil membuat Bulan ketakutan ketika mendengar kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Dengan pelan Bulan beringsut mendekat pada dinding pojok kamar, menutup kedua telinganya dengan tangan yang bergetar dan tak terasa air matanya sudah jatuh.

"Berhenti …" lirihnya ditengah-tengah isakan tangis.

Bulan memeluk tubuhnya erat ketika mendengar benda jatuh dari luar sana disusul dengan teriakan sang ibu yang membuatnya ingin segera menghampiri sosok itu namun terlalu takut untuk melihat mereka secara langsung.

Lagi-lagi Bulan terlonjak kaget ketika mendengar suara pintu dibanting dengan keras, pertanda salah satu dari mereka keluar dari rumah, dan benar saja sekarang suasana menjadi hening sebelum akhirnya suara deru motor terdengar menjauhi pekarangan. Bulan yakin, itu pasti ayah tirinya yang memang selalu pergi ketika selesai membuat keributan.

Dengan air mata yang masih mengalir Bulan beranjak dari tempatnya berniat untuk melihat keadaan di ruang tengah. Pintu kamar terbuka menampilkan ibunya tertunduk di lantai yang penuh dengan pecahan vas bunga.

"Bu …" panggil Bulan memegang bahu Mira pelan, membuat sosok itu mendongak.

Dengan senyum yang dipaksakan dan tangan yang refleks menghapus air mata Mira menatap Bulan lembut, beralih ia menghapus air mata anaknya. "Kamu belum tidur, Nak?"

"Ibu gak papa? Ada yang luka?" Daripada menjawab pertanyaan ibunya yang tak masuk akal, Bulan malah balik bertanya.

Mira menggeleng pelan, dalam hati ia menertawakan pertanyaan bodoh yang dilontarkannya. "Ibu gak papa kok, Nak. Kamu tidur, ya? Biar ini Ibu yang beresin."

"Tapi B-"

"Ibu gak papa, kamu dengerin Ibu, ya? Semuanya baik-baik aja."

Bulan kembali terisak dan langsung memeluk erat tubuh ibunya. Ia menangis hebat di sana, membuat Mira ikut menangis sampai-sampai isak tangisnya pun terdengar.

"Maaf … maafin Ibu …."

Bulan menggeleng, ia tak sanggup untuk sekedar membalas perkataan maaf itu.

Malam adalah hal yang menakutkan untuk Bulan jalani. Setiap hari ia akan memikirkan apa yang akan terjadi nantinya. Gelap, tanpa ada orang yang melindunginya ketika perdebatan terjadi, mendengar benda yang dibanting disusul teriakan yang terdengar pilu, itu sungguh mengerikan, menakutkan dan benar-benar membuat seluruh tubuhnya bergetar. Ia takut.

"Kembali ke kamar, ya?" Suara Mira kembali terdengar setelah mereka menghabiskan waktu beberapa menit dengan posisi saling berpelukan.

Bulan menjauhkan wajahnya yang sedari tadi sembunyi di tubuh hangat itu, mata dan hidung memerah dengan rambut acak-acakan.

Dengan lembut Mira menyisir rambut yang menghalangi keningnya. Ia tersenyum. "Anak Ibu pasti kuat, sekarang tidur oke?"

"I-ibu janji baik-baik aja, kan?"

Mira tersenyum. "Ibu janji," ucapnya seraya membantu Bulan bangkit dan mengantarkan gadis itu ke kamarnya.

Sepeninggalan Mira, Bulan hanya diam tanpa ada niat untuk tidur, bagaimana ia bisa tidur setelah kekacauan yang terjadi. Sakit, perih dan lagi-lagi ia menangis dalam diamnya. Malam ini kembali dilewati dengan ketakutan dan Bulan membenci itu.

SEMICOLON (COMPLETED)Where stories live. Discover now