Teka-Teki dan Usaha Baru

16 3 0
                                    

Rhival menatap pantulan dirinya di cermin dengan kedua tangan yang saling menahan di setiap sisi wastafel toilet sekolah. Cukup lama ia menandangi cermin yang berisikan bayangannya sampai akhirnya ia kembali menghidupkan keran dan kembali membasahi wajah serta rambutnya. Sekali lagi memandangi cermin sambil tangannya kini terulur menyentuh sudut bibir yang terlihat lebam. Atensi Rhival teralih ketika ada seseorang membuka pintu toilet yang tingginya hanya sebatas pinggang, bayangan orang itu ikut muncul di cermin, perlahan Rhival menjauhakan tangannya dan tersenyum kecil sambil terus memperhatikan gerak-gerik sosok itu.

Rhival berbalik, menghadap tepat pada orang yang kini memunggunginya karena memang wastafel di sini didesain saling berseberangan dengan hanya terhalang jalan tengah yang akan membawa siswa ke bilik toilet.

Selesai dengan kegiatannya orang itu berbalik membuat ia bersitatap langsung dengan Rhival.

Rhival menyunggingkan senyum licik seraya berjalan mendekati sosok itu yang tak lain adalah Andra. Ia berdiri dengan tangan yang kembali bertumpu pada westafel, membuatnya hanya bisa menatap punggung dari pemuda itu. Begitu juga dengan Andra, ia hanya bisa melihat punggung Rhival dari cermin di hadapannya.

"Gimana, mau coba datang lagi ke rumah gue?"

Andra menghembuskan napas pelan. "Gue gak pernah ikut campur sama urusan lo."

Dengan gaya menyebalkan Rhival kini ikut berbalik sehingga membuatnya sama-sama bersandar pada keramik westafel.

"Heum, bener juga. Tapi ada beberapa hal yang membuat gue muak sama lo dan kalau lo lupa lo pernah ngegagalin rencana gue. Ah, ya, jangan lupakan sama kelakuan ibu lo juga."

Mata Andra memicing mendengar perkataan Rhival, apa maksudnya itu. Bukankah selama ini mamanya selalu mengutamakan pemuda itu daripada dirinya? Dan soal rencana, rencana apa yang dimaksud oleh orang di sampingnya ini? Bahkan tentang pengeroyokan itu, Andra sampai saat ini masih belum tau alasannya.

"Tapi kayaknya main-main sama ibu lo juga sesuatu hal yang menyenangkan. Gimana, lo setuju, kan?" Rhival bertanya dengan senyuman remeh di wajahnya.

Tangan Andra mengepal kuat. "Jangan pernah lo berbuat macam-macam sama ibu gue!"

"Woho … ternyata lo beneran anak yang baik, ya?  Padahal udah jelas kalau lo itu dibuang sama ibu lo sendiri tapi masih aja belain dia dan ngarep dianggap."

"Jaga ucapan lo!"

"Bukannya ucapan gue sebuah kebenaran?"

Andra bungkam. Ya, ucapan Rhival adalah kebenaran yang sesungguhnya dan itu sangat menyakitkan.

Lagi-lagi Rhival menyunggingkan senyumnya ketika melihat Andra seolah kalah telak, ia benar-benar merasa lebih baik sekarang.

Tak ingin lepas kendali akhirnya Andra memilih untuk pergi dari sana dan saat membuka pintu masuk toilet yang hanya sebatas pinggang, ia dikejutkan dengan kehadiran Fano yang memposisikan dirinya bersandar pada tembok, menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

"Lo baik-baik aja?"

Itu Fano yang bertanya.

Andra hanya diam sambil mengangguk pelan, belum sempat ia menjawab kini keduanya dikejutkan dengan kehadiran Rhival yang juga keluar dari sana.

"Wah, gue gak nyangka kalian temenan," ucap Rhival dengan nada mengejek.

Terlihat rahang Fano mengeras seolah menahan gejolak di dalam hatinya dan hal itu tidak luput dari pandangan Andra. Membuatnya sedikit mengesampingkan rasa yang berkecamuk dalam waktu yang bersamaan karena terlalu aneh dengan perubahan ekspresi kentara Fano.

SEMICOLON (COMPLETED)Where stories live. Discover now