BAB 15 : NASI UDUK

119 14 0
                                    

Hidup bagaikan pesawat kertas
Terbang dan pergi membawa impian
Sekuat tenaga dengan hembusan angin
Terus melaju terbang
Jangan bandingkan jarak terbangnya
Tapi bagaimana dan apa yang dilalui
Karena itulah satu hal yg penting
S'lalu sesuai kata hati

#SISKA JKT48#

*****

Sepulang mengantar Alana ke mall buat beli baju, Angkasa lekas pulang ke rumah Nenek. Di kamar, setelah Angkasa mengerjakan beberapa tugas sekolahnya, Angkasa lalu bersantai di kasurnya, bersandar sembari menonton kartun Tom and Jerry kesukaannya.

Saat sedang asik menonton kartun, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.

“Siapa?” Tanya Angkasa.

“Nenek Mas.” Jawab Nenenk dari luar.

“Masuk Nek.”

Nenek masuk setelah Angkasa mempersilahkannya masuk. Nenek tersenyum lalu duduk di samping Angkasa, Angkasa yang kedatangan Nenek di kamarnya langsung glendotan dan menyandarkan kepalanya di pundak Nenek, dengan pandangan yang masih menuju televisi yang ada di depan mereka.

“Mas…”

“Iya Nek?”

“Nenek mau tanya.”

“Apa Nek?”

“Kalau dalam hidup ini Nenek membohongi kamu untuk suatu hal, apa kamu akan membenci nenek Mas?” Tanya Nenek yang juga terfokus melihat kartun Bersama cucunya.

Angkasa tertergun, matanya kini menoleh sang Nenek, tidak biasanya Nenek menanyakan hal yang krusial seperti ini. Bagi Angkasa, selama ini Nenek adalah seseorang paling ia percaya, sosok idola hidupnya yang paling berharga dan paling spesial untuknya. Jadi Angkasa tidak mungkin percaya kalau Nenek membohonginya.

“Nekk..” Angkasa membenarkan posisi rebahannya, ia duduk bersila di samping Nenek.

“Nek, dusta adalah sifat manusiawi, tidak ada satu orangpun di dunia ini yang tidak pernah melakukan kebohongan. Pun begitu sama Angkasa, Angkasa pasti pernah berbohong. Memang kenapa Nenek tanya gini?”

Nenek hanya menggeleng sembari tersenyum, wajahnya menyeringai seraya membelai rambut Angkasa. Ditidurkannya Kembali kepala Anak itu di bahu sang Nenek.

“Nenek berharap kamu tidak kecewa berkepanjangan ya sayang.” Kata nenek lirih.

Angkasa yang mendengar itu lalu kembali beranjak dari bahu Nenek, ia turun dari kasur dan duduk bersimpuh di depan Nenek, memegangi kedua lutut nenek dan menengadah menatap sang Nenek .

“Kalau ada kebohongan yang pernah Nenek ciptakan untuk Angkasa, Angkasa berharap itu adalah keputusan paling benar yang tidak akan pernah ada penyesalan ya Nek, asalkan itu Nenek, Angkasa pastikan Angkasa tidak akan pernah kecewa apalagi benci sama Nenek. Cukup Mama aja yang benci Angkasa Nek, jangan ada lagi kebencian di rantai keluarga kita, Angkasa pengen kita semua hidup rukun dan damai Nek, hidup tentram dan bahagia.”

“Iya sayangg..” Nenek mengangguk pelan, seraya kembali mengelus kepala Angkasa yang bersandar di kakinya, air matanya menetes membasahi pipinya yang keriput itu.

Malam yang sunyi, gelap yang yang selalu memeluk Angkasa setiap malam adalah teman berkepanjangan yang ia miliki selama ini, mendapat senyuman dan sapaan dari Mama adalah secercah harapan yang selalu Angkasa langitkan. Namun hidup selalu berputar sesuai rotasinya, Angkasa tidak bisa menepis sedikitpun jalan takdir yang telah tergurat untuknya, setiap waktu jiwanya berteriak mengerang pada alam untuk dibebaskan dari belenggu rindu yang membumi pada Ibu, namun hari terus berjalan tanpa memperdulikan doa yang selalu Angkasa lantunkan.

Apa Tuhan memang mendengar doa Angkasa? Apa langit benar menyampaikan setiap permohonan yang Angkasa ajukan? Apa takdir memang selalu berakhir dengan indah dan menyenangkan? Entahlah.. bagi Angkasa, rasanya semua itu sudah tabu dan asing.

***

“Jadi ini semua dari siapa sih?” Pikir Bintang masih membatin.

Sepulang ia dari kuburan kemarin, Bintang mendapatkan banyak kiriman paper bag berisikan seragam Ambara High School. Sekitar seratus seragam yang ada di rumahnya. Awalnya ia pikir ada orang yang iseng mengirimkan sebegitu banyaknya seragam ke rumahnya. Namun saat Bintang membuka salah satu paper bag itu, ada sebuah surat yang bertuliskan “Gue tidak pernah mendustai apa yang sudah menjadi janji.”

Bintang heran dari siapa banyaknya seragam yang dikirim ke rumahnya, namun saat ia memikirkan Angkasa, pikirannya tertuju pada anak itu, ia curiga bahwa Angkasa yang sudah mengirimkan seragam-seragam itu ke rumahnya.

Oleh karena itu sedari tadi pagi Bintang masih setia menunggu Angkasa di depan parkir sekolah. Saat Varend dan Dipta sampai dengan mobil Civic milik Varend, Bintang heran kenapa tidak ada Angkasa diantara mereka. Varend hanya menjawab tidak tahu saat ditanyai oleh Bintang.

Dua puluh menit kemudian setelah kedatangan Varend dan Dipta, akhirnya batang hidung Angkasa kelihatan juga. Ia datang tidak dengan menggunakan mobil, tapi membawa motor honda beat berwarna biru muda. Bintang yang melihat Angkasa ke sekolah membawa motor tampak kaget dan kebingungan.

“Kesambet apa nih bocah luar Angkasa?’” Gumam Bintang.

Tanpa membuang-buang waktu, Bintang langsung menghampiri Angkasa yang baru saja tiba.

“Lo yang ngirim seragam ke rumah gue?’’ Tanya Bintang langsung menembak Angkasa dengan pertanyaan.

….

“Wouyy.. kalo ada yang nanya tuh di jawab Maemunahhhh!!!”

….

“Lo gak bisa ya seenaknya kirim-kirim barang ke rumah orang, seenggaknya lo izin dulu kek atau apa gitu sama gue, lo juga dapet alamat rumah gue dari mana coba? HEH ANGKASA!!! INI TUH NAMANYA LO DOXING!”

“Harusnya itu yang keluar dari mulut gue, lo kira kirim bunga ke rumah gue tanpa permisi itu sopan?” Angkasa turun dari motornya.

“Doksing, adalah sebuah tindakan berbasis internet untuk meneliti dan menyebarluaskan informasi pribadi secara publik terhadap seseorang individu atau organisasi.” Gue dapet alamat rumah lo dari si Catty. Dia juga yang kirim seragam itu ke rumah lo.”

“Nih makan, mulut lo bau lambung. Habisin jangan sampe nggak, biar bau mulut lo nggak gentayangin satu sekolah.” Lanjutnya lalu pergi meninggalkan Bintang setelah memberikan  sekantong plastik berwarna hitam.

Bintang memeriksa kantong plastik yang baru saja diberikan Angkasa untuknya. Alangkah terkejutnya dia saat Bintang mengetahui bahwa isinya adalah nasi uduk Mbok Minah. Nasi uduk legend di pasar senen yang selalu ludes dalam waktu satu jam saja.

“Loh loh loh.. nasi uduk Mbok Minah?” Bintang kegirangan.

Angkasa hanya tersenyum kecil sambal terus berjalan tanpa menoleh.

***

“Hai Bintang.” Sapa Alana, menghampiri Bintang sedang menyantap makan siangnya Bersama Catty di kantin.

“Iya Al, kenapa?”

“Dateng ya, gue bakal seneng banget kalo lo bisa dateng.” Kata Alana memberikan undangan ulang tahun untuknya.

“Wahhh.. sweet seventeen?”

“Iya.” Alana tersipu malu.

“Gue dateng kok.” Bintang mengangguk senang.

“Loh? Buat gue mana?” Tanya Catty yang belum mendapatkan undangan.

“Ini buat lo.”

***

MENYELAMI ANGKASA [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]Where stories live. Discover now