PROLOG

1.3K 56 7
                                    

Air mata Bintang tidak dapat berhenti mengalir melihat Angkasa yang terbaring lemas diatas paha mungilnya. Darah yang terus mengalir dari kedua lubang hidung Angkasa mengisyaratkan bahwa kini Angkasa sedang dalam keadaan yang sangat tidak baik-baik saja.

Dibawah derasnya air hujan, darah itu mengucur semakin banyak melalui pipi Angkasa, nyaris membuat seragamnya yang putih berubah menjadi warna merah seutuhnya karena darah yang tak henti mengalir.

Bintang terus berteriak meminta pertolongan. Namun naas, karena hari sudah larut malam, keadaan taman juga yang sepi, ditambah hujan yang tidak berhenti sedari tadi sore, membuat tidak ada satupun orang ingin singgah disana atau bahkan berteduh untuk hanya sekedar memakai jas hujan.

"Sa, lo tunggu disini ya, pokoknya lo diem disini. Gue mohon lo jangan tutup mata, gue mau cari pertolongan dulu, plisss lo jangan mati sekarang, gue masih sangat membutuhkan lo di hidup gue Sa." Ucap Bintang dengan nafasnya yang tersengal-sengal.

Bintang kemudian menidurkan Angkasa pelan diatas tas ransel yang ia kenakan, mengusap kening Angkasa lembut lalu berdiri, namun belum sempat Bintang berdiri, tangan Angkasa meraih tangannya, sehingga badan gadis itu kembali terduduk disamping Angkasa.

"Tang.. Plisss, lu jangan pernah benci sama gue ya." Ucap Angkasa lemah.

"Lo kenapa ngomong kayak gitu? Lagian orang waras mana yang mau benci sama lo Sa? Cuma orang gila, sinting dan nggak punya hati yang menutup hatinya dan benci sama lo. Sedangkan gue? Gue gak bakal pernah benci sama lo Angkasa, gak akan pernah, GAK A-KAN.''

Bintang mengusap lembut pipi angkasa, dengan segenap kekuatan dan keberaniannya, Bintang mengusap pelan lubang hidung Angkasa, telunjuknya berada disana, berharap  bisa menahan agar darah itu tidak keluar lagi. Namun sekuat apapun Bintang berusaha, nyatanya darah itu masih saja sanggup menerobos jari telunjuknya yang kecil itu. Air mata Bintang terus memenuhi kantung matanya dan menetes berkali-kali beriringan bersama hujan yang mengalir di pipinya.

"Gue gak sekuat yang orang lain pikir Tang, gue rapuh, gue lemah, gue pengen nyerah aja. Gue udah nggak kuat lagi Tang. Takdir terlalu jahat banget sama gue.. langit selalu mengambil alih bahagia di hidup gue, gue udah gak kuat sama keluarga dan hari-hari yang selalu tidak pernah berpihak sama gue Bintang.

''Gue pengen udahan aja hidup di dunia ini, gue takut mereka semakin membenci gue kalo gue masih ada diantara mereka, gue takut mereka terus benci gue bahkan sampe gue mati. Untuk saat ini gue cuma punya lo yang percaya sama gue, gue cuma punya lo yang sayang sama gue Tang, jadi gue mohon, pliss lo jangan benci sama gue yaa."

''Gue cuma mau dipeluk Mama sama Papa Tang, mau dicium Mama, gue mau dinasehatin Papa, gue mau dimarahin Mama, gue cuma mau Mama sama Papa Tang." Pinta Angkasa meringis. Bibirnya mulai membiru, matanya mulai memejam. Sekejap Bintang terkesiap lantaran Angkasa harus sesegera mungkin mendapatkan pertolongan.

“Bintang, hidup itu perkara datang dan pergi, entah seberapa singkatnya seseorang dalam hidup kita, mereka akan datang kemudian pergi, seperti datangnya hangat pagi yang diakhiri senja dan diganti oleh dinginya malam yang temaram.”

“Nanti kalo Mama udah mau ketemu dan ngobrol sama aku, aku bakal ceritain semuanya ke Mama. Aku bakal ceritain gimana hidup mempertemukan aku dengan kamu, aku juga bakal ceritain gimana ternyata Tuhan merencanakan takdir terbaik ini, aku bakal cium Mama sepuas yang aku mau, aku bakal peluk Mama setiap hari sebelum sekolah, aku bakal makan bekal dari Mama setiap hari. Pokoknya aku mau Mama selamanyaaaaaaa.” Ucap Angkasa dengan wajah sumringah di tepi danau kala itu.

“Kalo Papa kamu?” Tanya Bintang menyipitkan matanya.

“Oh, Papa?” Angkasa tertegun sebentar.

“Aku merindukan Papa sama seperti aku merindukan Mama Tang.” Wajahnya menekuk memandangi sepatunya yang menggesekkan tanah pelan.

“Tapi Nenek janji kok nanti bakal bawa aku buat ketemu sama Papa.” Wajah Angkasa kini kembali terangkat, tersungging senyum indah yang biasa Bintang lihat. Senyum yang tidak akan pernah hilang dan absen setiap hari, senyum yang selalu menjadi jatah wajib Bintang dari Angkasa.

“ANGKASA SAYANG MAMAAAAAAAA…. SAYANG PAPA JUGAAAAA….. NANTI KITA KETEMU YA PAH… NANTI ANGKASA BAKAL BUKTIIN SAMA PAPA KALO ANGKASA BISA DIPELUK MAMA SETIAP HARI, BISA DICIUM MAMA SETIAP PAGI.” Seraya berdiri dan berlari diatas jembatan kayu itu, mengangkat tangannya tinggi-tinggi berteriak sembari tersenyum menatap langit.

*****

Dia Angkasa, remaja biasa yang terus diterpa cobaan dan dipeluk nestapa. Berjalan sendiri tanpa ada Mama dan Papa, yang terus berlari, tidak pernah berhenti mengejar hak bahagianya. Walau Mama ada di sampingnya dan Papa yang entah dimana, tapi kenapa dua-duanya terasa tiada? Itu yang selalu anak itu pertanyakan.

“Tuhan, apa Angkasa punya sedikit saja hak buat Bahagia?”

MENYELAMI ANGKASA [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]Where stories live. Discover now