BAB 19 : SELAMAT JALAN NENEK

171 10 0
                                    

Entah sudah berapa kali hujan turun di minggu ini? Tampaknya alam tengah berpihak pada Angkasa, hujan mewakilkan isi hati yang teriris, memperlihatkan air mat ayang seharusnya turun dari mata indah Angkasa, langit mempertontonkan bagaimana sendunya luka harti milik lelaki pemilik jiwa sok tegar itu.

Menatap rintik hujan yang sedang menitik bumi, Angkasa masih melamun dengan luka perban di kepala belakangnya. Nenek yang tidak sengaja lewat di belakangnya lalu menghampiri Angkasa. Ia duduk di samping Angkasa dan menawarkan susu hangat yang ia bawa.

“Minuman kesukannya Mas.” Kata Nenek membuka pembicaraan.

Angkasa mengangguk dengan senyuman indahnya. “Terimakasih Nek.” Ucapnya.

Nenek merangkul tangan kiri Angkasa, menggenggamnya erat, menciumnya. Angkasa tersenyum melihat tingkah manis Nenek yang terus memegangi tangannya itu.

“Kalau waktu bisa diputar, Nasib bisa dirubah dan takdir bisa ditukar, tidak seharusnya kamu berada diposisi ini Mas.” Tutur Nenek.

“Nenek bicara apa sih Nek? Semua yang sudah Tuhan berikan sekarang adalah pilihan takdir yang Tuhan berikan untuk hambanya Nek. Nenek yang selalu bilang begitu sama Angkasa kan?”

“Kamu tidak seharusnya berada diposisi sulit seperti ini sayang.” Nenek meraih pundak Angkasa dan mencium kening anak itu. Angkasa pasrah di pelukan Nenek, lelahnya tumpah ruah disana, hanya dipelukan Nenek lah semua keluh dan kesah bisa bertaburan. Hanya dipelukan Nenek lah semua sedih dan sendu bisa terurai. Dan hanya dipelukan Nenek lah semua pahit dan getir hilang seketika. Hanya Nenek yang mampu mengubah sendu jadi syahdu, hanya Nenek yang mampu merubah pahit jadi candu.

“Angkasa sayang Nenek.” Ucap Angkasa pelan.

Nenek mengangguk, seraya memejamkan mata sembari mengangguk betapa besar makna yang terucap dari mulut Angkasa.

“Nenek punya hadiah untuk Mas.”

Angkasa terperanjat, ia melepaskan pelukan Nenek dengan wajah yang sumringah.

“Hadiah? Hadiah apa Nek?” Tanya Angkasa penasaran.

“Besok kita ketemu Papa kamu ya Mas.”

“Hah? Serius Nek?” Angkasa terkejut dengan jawaban Nenek, ia sangat bersemangat mendengar hadiah dari Nenek, namun wajahnya tidak sepenuhnya menunjukan ekspresi yang bahagia, lantaran ia khawatir Davira akan memarahinya habis-habisan atau bahkan menganiayanya lagi seperti tadi.

“T-ttapi Nek.” Suara Angkasa kini melemah, tidak seperti tadi.

“Mama kamu?” Tebak Nenek.

Angkasa mengangguk.

“Tidak apa-apa, jangan sampai dia tahu, kita berangkat besok ke rumah Papa kamu.” Tutur Nenek.

“Terimakasih Nenek.” Angkasa kembali memeluk Nenek erat.

“Sini sayang.” Nenek memanggil seseorang dari kejauhan, ternyata Nenek memanggil Bintang yang tidak sengaja lewat dan dilihat Nenek. Awalnya Bintang enggan untuk datang memenuhi panggilan Nenek, tapi karena Nenek memanggilnya beberapa kali, jadi sangat kurang sopan rasanya kalau Bintang mengabaikan panggilan Nenek.

“Temani Angkasa dulu ya, Nenek mau masuk ke dalam.” Kata Nenek, seraya berdiri, meraih tangan Bintang dan mendudukannya di samping Angkasa. Angkasa yang berdampingan dengan Bintang merasa sedikit canggung, apalagi itu di depan Nenek.

“Baik Nek.” Jawab Bintang.

“Hati-hati Nek.” Angkasa mengusap lengan Nenek.

Selepas nenek pergi meninggalkan Bintang dan Angkasa di kursi taman, masih kesepian yang menemani mereka untuk beberapa saat, hingga kemudian Bintang mencoba memulai pembicaraan. Menanyakan kondisi luka yang ada di kepala Angkasa.

MENYELAMI ANGKASA [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt