BAB 4 : PERTANYAAN YANG SAMA

208 18 3
                                    

Yang udah mampir sampai bab 3, kira-kira gimana pendapat kalian?
Aku gak bosen-bosen buat ingetin kalian.. Jangan lupa vote cerita ini yakk, spam vote, spam komen... Biar ceritanya makin rame... Biar kalian juga banyak temen ngobrol di kolom komentar, hehehe..

*****

Meninggalkan mewahnya pesta ulang tahun keluarga besar Baharuddin, di rumah Bintang, dia sibuk menata makan malamnya dari setengah jam yang lalu. Bahkan makanan yang dia dan mbak Ijah masak naas dingin. Bintang kembali memanggil ayahnya yang berada di lantai dua untuk segera turun dan makan malam bersamanya, namun lagi dan lagi panggilan itu tidak mendapat jawaban.

Karena dirasa usahanya terus sia-sia. Bintang berniat untuk menghampiri ayahnya, dia tahu kalau ayahnya tak mengindahkan panggilannya beberapa kali, itu artinya ayahnya sedang tidak baik-baik saja.

Pintu kamar ayahnya sedikit terbuka, dengan hati-hati Bintang berjalan dan menghampiri kamar ayahnya itu, ia pegang gagang pintu itu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara sedikitpun.

Langkahnya terhenti saat ia melihat ayahnya sedang duduk di kasur memegangi sebuah figura foto. Bintang tahu persis foto apa yang sedang ayahnya kini genggam. Mata ayahnya terlihat sendu, air mata sesekali menetes membasahi pipinya. Sesekali ia mengusap foto itu. Mata ayahnya sudah sembab bukti bahwa ayahnya sudah menangis untuk waktu yang cukup lama.

Bintang melepas gagang pintu itu, ia mundur perlahan dan membalikan badan. Entah harus dengan cara apalagi dia mencoba tegar dan pura-pura untuk lebih kuat dari ayahnya. Andai semesta tahu bahwa dia tidak lebih kuat dan tegar melebihi ayahnya.

Ditinggalkan seorang ibu adalah satu kesedihan yang amat luar biasa sakit untuk Bintang. Terlebih, dia ditinggalkan sang ibu saat usianya masih 6 tahun. Ibunya meninggal karena sakit jantung yang di deritanya. Entahlah? Sakit jantung atau serangan jantung? Untuk usia 6 tahun Bintang tidak banyak tahu tentang itu, bahkan Bintang pun perlu waktu sebulan untuk menerima kepergian ibunya. Dia selalu mencari ibunya setiap malam hampir selama dua minggu. Hingga akhirnya mbak Ijah dan ayahnya pelan-pelan memberikan penjelasan pada Bintang agar ikhlas dan tak lagi mencari ibunya.

Bintang saja merasa kehilangan, apalagi ayahnya? Sosok lelaki yang sangat mencintai kekasih hatinya itu. Bintang tahu persis bagaimana ayahnya sangat mencintai ibunya. Dia tahu betul bagaimana sang ayah selalu memperhatikan hal-hal kecil untuk selalu berusaha membahagiakan sang ibu.

Selalu teringat saat sore hari tiba, sang ayah baru pulang kerja dan sang ibu sudah siap dengan makan malamnya, menyiapkan semuanya untuk di nikmati bersama setiap malam. Ayah selalu pulang dengan senyum yang tampan dan indah saat dipandang, dan ibu, selalu memberikan sambutan hangatnya kepada ayah yang sudah pasti lelah bekerja seharian diluar sana.

Itu adalah pemandangan indah yang selalu Bintang saksikan setiap harinya. Hingga malam itu datang merubah segalanya, malam yang merobek setiap inci kenangan indah dalam hidupnya. Malam itu ibu pergi meninggalkan dia dan ayahnya untuk selamanya.

"Bintang?" Suara sang ayah menghentikan langkah kakinya. Bintang terdiam dan berusaha menyeka air mata yang tidak terasa sudah membasahi kedua pipinya.

''Kok masih disini?" Tanya sang ayah mendekati. Bintang membalikan badan dan membalas senyum sang ayah yang diberikan untuknya.

''Iya yah, Bintang nungguin ayah" Jawab Bintang seadanya.

"Mata kamu kenapa? Kamu nangis?"

''Nggak yah.. Ini kepedesan aja, tadi Bintang bantuin masak, mungkin kepedesan gara-gara ngirisin bawang merah Yah." Bintang menyela jawabannya.

MENYELAMI ANGKASA [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]Where stories live. Discover now