66. Should come back?

273 18 6
                                    

Hazel membungkam mulutnya dan menggeleng tak percaya, perlahan sudut matanya berair.

Sebuah kecelakaan terjadi begitu saja di depan mata kepalanya. Saat dimana seorang anak kecil berlari mengejar kucing oren itu untuk menyelamatkannya.

Gadis berseragam sekolah dengan blazer itu diam ditempatnya, dia membeku tidak sanggup menyaksikan hal itu secara langsung. Detak jantungnya berpacu cepat, tubuhnya gemetaran, dia ketakutan melihat banyak darah yang mengalir keluar dari tubuh seorang anak perempuan yang tergeletak diaspal.

Hazel ingin menolongnya tapi dia tidak sanggup.

Semua orang beramai-ramai mengkerubunginya bahkan ada yang tak segan memarahi si pengemudi mobil berwarna silver itu dan menyuruhnya untuk bertanggung jawab.

Tak lama dari itu, seorang wanita berusia kepala tiga datang menerobos kerumunan dan menangis sejadi-jadinya disana.

Srett

Lengan Hazel ditarik menjauh, gadis itu terkejut.

Grep

Tubuh bergetarnya itu langsung didekap erat oleh seseorang.

"Jangan takut ada gue," bisikan itu menyapa lembut telinga Hazel.

Aroma parfum mint mix vanilla memasuki indra penciumannya, Hazel kenal betul siapa pemilik aroma itu. Tapi seakan ada yang menahannya, dia diam saja tak membalas pelukan itu ataupun melepasnya.

Aiden Arnav Biantara, lelaki itu mengurai dekapannya dan menangkup lembut wajah Hazel sambil mengusap air mata yang membasahi pipi gadis itu.

"Lo gapapa kan?,"

Hazel menggeleng lalu kembali memeluk tubuh tegap Aiden, membuat lelaki itu sempat kaget.

Sudah dibilangkan kalau remaja itu labil? Iya, LABIL!

Tidak semua tapi kebanyakan.

Dan Hazel memang labil.

Dia seakan lupa dengan semua perlakuan Aiden, yang dia pikirkan sekarang hanya kenyamanannya saat berada dekat dengan Aiden, Hazel selalu merasa terlindungi dengan cowok itu.

"Gue takut," gumam Hazel sambil sesenggukan.

Kembali melepas pelukan mereka, Aiden berucap lembut,"Biar lo nggak takut, kita pergi dari sini," cowok itu menggenggam lembut tangan Hazel yang terasa pas ditangan besarnya.

Aiden menuntun Hazel sampai dimana ada motor hitamnya yang terparkir, tepatnya memang ditepi jalan tidak pada tempatnya. Kecelakaan membuat keadaan sekitar tidak kondusif lantaran semua orang jadi heboh sendiri, makanya Aiden memarkirkan motornya disembarang tempat tadi.

Cowok itu tak sengaja melihat Hazel berdiri tak jauh dari tempat kejadian kecelakaan, hal itu membuatnya segera menyamperi Hazel dengan perasaan khawatir.

Hazel tidak lebay tapi dia memang benar-benar takut, trauma membuatnya sensitive.

Usai nangkring dijok belakang motor, Aiden menarik kedua tangan Hazel dan melingkarkannya dipinggang membuat Hazel otomatis menyandar ke punggung lebar cowok itu.

"Hadep kanan, jangan diliat,"

Setelah Hazel menuruti ucapannya, Aiden mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Sampai dimana motor besar cowok itu berhenti disebuah cafe berdinding kaca yang mana tak terlalu ramai pengunjung.

Hazel turun dia menatap sekitarnya dengan bingung,"Kenapa kesini?,"

Tak mengindahkan pertanyaan Hazel cowok berjaket hitam yang baru saja melepas helmnya itu tanpa permisi menggandeng tangan Hazel dan membawa gadis itu masuk ke dalam cafe.

Mereka duduk dikursi paling pinggir menghadap kaca yang menampakkan keramaian jalan raya.

Langit diluar nampak mendung, Hazel menyangga dagunya sambil melamun menikmati suasana hening yang tercipta.

"Mau pesen makan apa?,"

Hazel menggeleng tanpa menatap Aiden sekalipun.

"Minuman?,"

Lagi lagi Hazel masih menggelengkan kepalanya dengan tatapan lurus ke depan.

Namun, tiba-tiba satu tangan Hazel yang bebas berada diatas meja diraih oleh seseorang. Sentuhannya lembut dan sangat hati-hati, Hazel tersentak dan memiringkan kepalanya mendapati Aiden yang memandanginya lekat-lekat. Hazel menundukkan penglihatannya melihat kedua tangan Aiden yang menggenggam erat satu tangannya dan menciptakan rasa hangat disana.

"Jangan tinggalin gue Hazel,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang