60. Not considered

282 22 0
                                    

Meow.. Meow.. Meow..

Melenguh pelan lalu bangkit dari tidurnya,"Pagii bulan kelahiraan,"

Sambutnya merentangkan tangan ke udara dengan senyum mengembang. Hari baru dan bulan baru, sebenarnya tidak ada yang spesial meski dibulan kelahirannya.

Menurunkan pandangannya, dia menatap seekor kucing kecil imut yang berada di sampingnya mengusik tidurnya ah bukan mengusik, tepatnya membangunkannya dengan cara menggelitikinya dengan tubuh berbulunya itu, sangat menggemaskan.

Seminggu berlalu begitu cepat, banyak hal yang telah terjadi. Namun itu, tak merubah keceriaan yang selalu Hazel tunjukkan setiap harinya.

Gadis dengan muka bantal itu menyibak selimut tebalnya dan beranjak dari tempat tidur untuk segera bersiap.

Liburan belum tiba, sekolah masih aktif seperti biasa menunggu sampai hari kelulusan kelas akhir.

Selesai bersiap menggunakan seragam rapi lengkap dengan tas ransel pada satu sisi bahunya, Hazel turun diikuti Emon yang berjalan di bawahnya. Kucingnya itu membuntutinya sampai ke ruang makan dan menggulat dibawah kaki Hazel begitu gadis itu duduk.

Hanya selang beberapa sekon satu persatu anggota keluarga sudah berada di ruang makan, mereka semua mulai makan tanpa ada kalimat-kalimat hangat yang menjadi pengiring.

Melihat keluarganya, Hazel teringat semalam dikabarkan kalau kakaknya, Jevano ada di kantor polisi dan papa mamanya sekaligus Jarrel langsung pergi kesana.

Tidak tahu alasan apa yang membuat cowok bernama lengkap Jevano Amos Mahanta itu sampai terlibat dengan polisi, yang jelas Hazel ikut merasa khawatir semalaman.

Sampai sudah terhitung ketiga kalinya dia ke balkon kamarnya hanya untuk memastikan, apakah mereka semua sudah pulang ataukah belum.

Meski dalam seminggu ini tidak ada perubahan baik dikehidupannya, Hazel tetap peduli. Mungkin itu sifat bawaanya, dia kan gadis baik yang terlalu naif.

Dan sekarang dia benar-benar menjauhi Aiden juga membatasi interaksinya dengan semua orang. Bukannya apa, dia hanya ingin menuruti keinginan Kai untuk selalu belajar, belajar, dan belajar. Itulah mengapa dia tidak ingin diganggu selama ujian, biarlah pria itu puas dengan nilainya nanti.

Setidaknya Hazel bisa dibanggakan oleh Kai di depan publik, meski palsu Hazel tetap senang. Yaa padahal sebenarnya Hazel ingin Kai benar-benar mengakui kemampuannya dan memujinya dengan senyuman tulus, bukan formalitas semata!

Tak lama kemudian suara mobil yang familiar memasuki indra pendengarannya, Hazel tebak itu adalah tante Vania dan juga Zhiva.

"Pagii!!,"

Suara melengking itu berasal dari pintu utama yang tak lama kemudian sosoknya menampakkan wujudnya dengan senyum riang.

Semuanya membalas dengan sapaan hangat kecuali Hazel dan juga Jarrel yang memang sangat irit bicara. Kedua manusia berbeda jenis itu tetap fokus makan seakan tidak terganggu dengan kehadiran seseorang.

"Kak! Zhiva bareng ya?,"

"Iya, tante titip adek kalian ya Jarrel, Jevano,"

Sejenak Hazel berhenti menyuapkan makanan kemulutnya dan menatap Vania yang sudah duduk bergabung bersama Zhiva juga, terlihat sangat menyebalkan. Wanita itu selalu memanjakan Zhiva, sekalipun gadis itu meminta hal aneh.

"Siap tante!," jawab Jevano mantap.

"Jaga adik kamu Zhiva baik-baik,"

"Pasti pa,"

Jadi, adiknya Jarrel-Jevano itu Zhiva bukan Hazel! Hazel itu siapa sih? Dia kan cuma anak pembawa sial yang sialnya lagi harus tinggal dikeluarga sebajingan ini!

Tidak dianggap kehadirannya tapi selalu dimanfaatkan prestasinya sebagai ajang pamer, ya itulah posisi Hazel di rumah besar ini. Miris.

"Tapi hari ini Zhiva mau bareng kak Jarrel,"

"Nggak bisa,"

"Jangan zhiv ntar kamu ngayang lagi dibonceng dia,"

"Gapapa Zhiva bakal pegangan erat kok,"

'Ewhh, jijik banget biasanya juga suka ngebentak, dasar!' batin Hazel seraya memutar bola matanya malas mendengar nada manja bin menjijikkan milik Zhiva.

"Kalian kenapa nggak berangkat bareng aja pake mobil?,"

"Enggak ma ntar telat lagi kejebak macet,"

Prak

"Aku berangkat,"

Suara gelas kaca berbenturan dengan meja kaca menyita atensi semua orang yang ada disana, tanpa menatap satu orang pun Hazel berucap dingin meninggalkan meja makan.

Sejujurnya malas sekali berpamitan pada mereka yang ujung-ujung tidak mendapatkan respon apapun, tapi lebih malas lagi kalau dia masih berada disana dan mendengarkan segala perbincangan memuakkan itu.

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Where stories live. Discover now