6. Start from?

856 61 6
                                    

Seorang gadis berseragam dengan balutan blazer berwarna baby blue itu terus menundukkan pandangannya saat kehadirannya menjadi pusat perhatian.

Semua pasang mata tak segan menatapnya secara terang-terangan. Meski bukan kali pertamanya seorang Hazelica siswi pandai itu masuk sekolah mengenakan kacamata hitam.

Hazel tidak mau semua teman-temannya melihat matanya yang bengkak terlebih terdapat jejak hitam pada kantung mata akibat begadang semalam. Apa kata mereka nanti?

Lagipula mana mungkin Hazel bisa bolos sekolah hanya dengan alasan lelah karena belajar semalaman, papanya pasti akan marah besar.

Kai Mahanta, pria itu benar-benar tak membiarkan Hazel tidur semalam. Seperti yang dibilang, Hazel dipaksa bertahan dengan buku-bukunya sampai jam dua dini hari.

Tidak, bukan papanya yang memantau, melainkan salah satu ajudan yang seringkali diminta untuk mengawasi Hazelica.

Saat hampir tiba didepan kelas, seorang guru laki-laki memanggilnya membuat langkahnya terhenti dan tubuhnya berputar balik.

"Iya pak?,"

Guru berkacamata persegi dengan beberapa buku paket disatu sisi tangannya itu membuka suara,"Istirahat pertama nanti ke ruangan bapak ya?,"

Sudah Hazel duga. Papanya pasti menghubungi gurunya itu untuk menyuruhnya mengikuti ulangan harian yang Hazel lewatkan kemarin.

Hazel mengangguk dengan senyum paksanya, bahkan dia sampai mengabaikan sapaan pak Liam yang berlalu pergi dari hadapannya.

Srett

Hazel terkejut saat dengan tiba-tiba seseorang melepas kacamatanya dan melemparnya dari serambi dengan enteng.

"Ups! Sorry. Sengaja," dan dengan rasa tak bersalahnya cewek itu menutup mulutnya seakan shock melihat apa yang barusan dilakukannya, padahal sudah jelas semuanya disengaja.

Hazel, gadis itu menggeram menahan kesal, bahkan tangannya sudah terkepal erat dikedua sisi tubuhnya.

"Guys! Semuanya sini deh, coba liat matanya Hazel," cewek itu berteriak menggiring beberapa siswa-siswi yang berada dikoridor lantai dua untuk mendekat kearahnya.

Karena pada dasarnya manusia tukang kepo, mereka semua menurut dan mendekat menghampiri dua gadis yang saling melempar tatapan bengis.

Zhivanna Gheanindy Labhrainn, cewek itu sangat menyebalkan. Ingin rasanya Hazel mencabik-cabik wajah yang menampilkan senyum sinis itu.

Tapi sekarang bukan waktunya untuk membalas, mengingat semua orang sudah mengkerubunginya dengan tatapan yang membuat Hazel risih.

Padahal Hazel sudah menutupi matanya dengan sebagian rambut hitamnya. Pun gadis itu terus menundukkan kepala menutupi sebagian wajahnya dengan tangan. Tapi semua orang justru gencar mencari celah untuk mempertontonkannya.

"Oohhh ternyata lo sekolah pakek kacamata karena mata lo bengkak?,"

"Mata panda juga tuh si Hazel,"

"Ambis sih ambis zel, yakali mata panda mana muka jadi kusem lagi,"

"Jangan paksa diri lo zel, kita kita juga nggak segitunya kali,"

"Iya, pengen dipuji gini amat,"

"Dengerin tuh! Makanya jangan nilai doang yang dikejer, diri juga perlu dirawat!,"

Berbagai macam hujatan Hazel dengar mentah-mentah disusul teriak sorak sorai mereka yang menertawakannya. Apa semua itu lelucon? Mereka memang tidak pernah memikirkan perasaan orang lain.

Apa itu yang namanya manusia? Makhluk pemilik perasaan? Apa buktinya?

Tidak ingin terlihat lemah dan tak berdaya, Hazel mengangkat kepalanya, sudah tak peduli dengan keadaan wajahnya, toh semua sudah tahu sekarang.

Tatapan manik hazelnya yang setajam kilatan petir itu langsung terarah pada cewek yang menjadi penyebab terjadinya kericuhan saat ini.

"Mau lo apa sih zhiv? Cukup ya lo permaluin gue terus, lo kira gue seneng apa? Lo disini yang paling tau tentang gue tapi lo bahkan seakan nggak ngerti itu," Hazel menjeda kalimat panjangnya sebentar, dia sebenarnya tidak ingin bicara banyak hal, apalagi masalah ini. Tapi Zhiva memang tidak bisa didiamkan.

Pandangan Hazel masih tak lepas,"Harusnya lo juga sadar, kalo lo itu selalu nyari ribut sama gue tapi akhirnya lo juga yang ngadu ke nyokap lo, kan? Dan udah jelas gue lagi yang bakalan kena dirumah!,"

"Dih? Playing victim juga nih cewek," cibir salah satu siswa merasa muak.

Sekarang apapun yang Hazel katakan tidak akan ada yang mempercayainya, sejak kejadian dimana dia terlihat seperti mendorong Zhiva dari atas tangga sekolah, tepat saat masa kelas sepuluh akan segera berakhir.

Kejadian itu sudah lumayan lama, bahkan setelahnya Hazel dihajar habis-habisan oleh Kai, papanya. Sampai menyebabkan dirinya masuk rumah sakit dan opname selama tiga hari.

Lalu apa ada yang peduli? Tidak! Satu pun tidak ada yang peduli atau setidaknya menjenguknya. Hazel benar-benar sendirian kala itu, beruntungnya masih ada Aiden yang mau menjaganya.

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Where stories live. Discover now