68. Back up

230 20 6
                                    

Kadang apa yang terlihat bukan berarti itu kenyataannya, ibaratnya hanya topeng.

Acara makan malam yang cukup besar terlaksana disebuah restaurant mahal, ada beberapa keluarga inti yang mana adalah rekan kerja pria bernama lengkap, Kai Mahanta.

Taburan bintang menjadi pengiring suasana hangat, meja panjang itu terletak dibawah langit kelam, tepatnya tema makan malamnya outdoor.

Gadis dengan dress putih kasual itu duduk di samping kiri papanya tak lupa memberi senyuman pada setiap orang yang menyapanya atau menyebut namanya ketika membicarakannya.

Semua orang dewasa itu tengah memperbincangkan banyak hal, dari mulai keharmonisan keluarga masing-masing sampai hidangan makanan yang tersaji saat ini.

Sret

Bunyi gesekan antara kursi dan lantai itu membuat semua pasang mata menatap Hazel. Dari ekor mata gadis itu, dia dapat melihat kalau Kai langsung memandangnya tajam.

"Ma'af," pinta Hazel pada semua orang disana yang merasa terganggu oleh pergerakannya,"Semuanya aku ke toilet dulu, permisi," pamit Hazel dan berlalu dari sana tanpa menunggu persetujuan siapapun.

Dengan langkah tergesa Hazel menuju ke toilet yang letaknya lumayan jauh, saat mendapatinya gadis itu buru-buru masuk ke salah satu bilik toilet.

Hanya selang beberapa menit gadis itu keluar dari sana.

Srett

Bruk

"Aduh!," pekiknya tak tertahan. Nasib sial membawa tubuhnya jatuh terpleset lantai yang cukup licin.

Prok prok prok

Dan menyebalkannya lagi ketika suara tawa cempreng menyambut keadaannya sembari bertepuk tangan ria. 

Zhiva mengulurkan tangannya pada Hazel,"Mau gue bantu nggak?," tanyanya sok peduli.

"Nggak perlu!," ujar Hazel ketus sembari berdiri sendiri dengan bantuan pegangan dinding toilet.

Zhiva terkekeh,"Lo mau balik kesana dengan keadaan lo yang kayak gini? Yakin?,"

"Semua ini pasti ulah lo kan?,"

Cewek bermake up tebal dengan dress purple itu mengedikkan bahunya seraya berjalan lebih mendekat kearah Hazel. Zhiva mengangkat satu tangannya yang semula menyilang di depan dada, kini bergerak perlahan menyentuh surai hitam Hazel yang terurai.

Hazel menghindar dengan gerakan kasar, dia berjalan kearah wastafel untuk mencuci tangannya dan menatap Zhiva dari pantulan cermin dihadapannnya.

"Dress lo warna putih,"

"Tanpa lo bilang semua juga tau bego!,"

"Berani banget lo ngatain gue,"

Hazel tersenyum miring melihat wajah geram Zhiva, lalu dia berbalik badan menghadap gadis itu lagi yang terus menatapnya penuh dendam.

"Apa yang harus gue takutin sih zhivanjing?," ujar Hazel dengan nada kelewat santainya, sambil bersedekap dada dan bersandar diwastafel.

"Sialan!,"

Plak

Zhiva terpaku ditempatnya dengan memegangi satu pipinya yang terasa panas akibat tamparan pedas Hazel. Padahal cewek itu baru melayangkan tangannya tapi Hazel sudah lebih cepat mendahului gerakannya berakhir dia yang ditampar.

"Sebelum lo dulu yang tampar gue," tekan Hazel puas, dia tidak akan pernah merasa bersalah melakukan hal barusan pada orang seperti Zhiva.

"Kurang ajar! Awas aja lo!," ancam Zhiva dengan mata memerah seperti menahan lelehan air mata.

Apa memang sesakit itu tamparan Hazel? Hazel kira itu belum apa-apa, malah sepertinya tidak berasa. Tapi kenapa respon Zhiva se-lebay itu?

"Ngadu sana, nggak takut!," cibir Hazel tersenyum remeh melihat kepergian cewek dengan high heels tinggi itu.

Sekarang tinggalah Hazel yang kebingungan sebab dress putihnya yang bagian belakangnya kotor, Hazel yakin kalau Zhiva memang sudah dengan sengaja menumpahkan air bekas pel di depan pintu bilik toilet yang tadi Hazel masukki.

Ya, memangnya kapan sih Zhiva membiarkan hidupnya itu damai sejenak? Terlebih disaat sedang ada acara besar semacam ini, gadis itu jelas akan berulah apapun demi membuatnya sengsara.

"Keterlaluan banget sih tu orang," gerutu Hazel.

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt