Chapter37

38 4 14
                                    

"Banyak manusia yang tidak bersyukur dengan apa yang mereka miliki"

-Angga-



°°°

"Lo kek ga mau di ganggu bos, jangan-jangan lo mau anu-anuan sama bini lo yakk?"

BUGH!

"Agh!"

"Awww"

"W-woww"

Tanpa aba-aba Raffa melayangkan satu bogeman mentah pada wajah mulus Ilham, tidak sampai berdarah namun rasanya nyeri. Ilham mengaduh sakit, sedangkan teman-temannya yang lain tampak menahan tawa.

"Anjir si bos, sakit tauuu!" Ilham mengelus pipinya.

Raffa memandang Ilham datar, "Lo kalo ngomong di filter"

"Gada filter bos, adanya sampoerna"-Ilham.

"Ehhh iyaiyaiya ampun bos..canda doang elahh" Ilham menaikan satu telapak tangannya kala Raffa hendak kembali meninju wajahnya.

"Lo goblok, maksudnya di filter tuh saring dulu, bukan filter rokok, njing njing" Edwin tertawa dan di ikuti oleh temannya yang lain.

"Tutup gerbangnya" Suruh Raffa entah ke siapa, lalu pergi meninggalkan mereka.

"Dia nyuruh ke siapa?"-Ilham.

"LO!" mereka semua kemudian pergi menyusul Raffa ke taman depan.

"Lucknut lo semua lucknut"

Di halaman samping.

Raffa dan yang lainnya tengah duduk lesehan di atas tikar luas yang mereka bentangkan di rumput taman, posisi mereka tepat di bawah jendela kamar Raffa. Mereka semua asik mengobrol yang tidak berbobot dan sesekali teriak karena di jahili, ada juga yang bermain gitar namun tidak terlalu keras.

"Gimana Raff rasanya jadi CEO?, pasti enak dung" Edwin bertanya seraya menyemil kacang.

"Biasa aja" jawab Raffa setelah meneguk kopi hitamnya.

"Nanti kalo kita udah lulus jadiin gue anak buah lo dong" Ilham berbicara dengan mulut yang penuh makanan.

Raffa memutar bola matanya, "Bokap lo udah punya perusahaan sendiri, tinggal lo kelola aja tu perusahaan, tar juga di kasih ke elo"

"Bapak gue udah bilang dia gamau make gue karna gue beloon" Ilham menatap Raffa polos.

"Terus lo sadar ga kalo lo beloon?" tanya Edwin pada Ilham lalu.

"Nyadar"

"Bagus hahahahahahah" Edwin tertawa kencang begitupun yang lain.

Raffa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah konyol teman-temannya, semenjak Raffa memulai kerja mereka semua jarang berkumpul sesering dulu. Jika dulu setiap pulang dari kampus, sekarang harus menunggu mereka libur kelas atau menunggu Raffa tidak ke kantor.

"Btw si Angga adeknya sakit apaan?" Tanya Raffa pada mereka.

"Dia bilang kena DBD, tapi katanya udah sembuh besok juga udah balik dari rumah sakit" jawab Edwin meraih minumannya.

Raffa tidak berkata apa pun lagi, ia hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Saat ia mendongak ke arah jendela kamarnya yang di lantai atas, netranya tertuju pada jendela kamar yang berada di sebelah kamarnya. Itu kamar Adinda, dan Raffa melihat jendelanya berbeda. Jendela mereka sama, namun jendela Raffa terlihat terang sebab Raffa menghidupkan lampu kamarnya. Berbeda dengan Adinda yang sepertinya tidak menyalakan lampu kamar, jendela itu gelap padahal semua gorden yang ada di rumahnya tidak ada yang tebal sampai tidak bisa menembus cahaya.

RAFFA AFFAR Where stories live. Discover now