Chapter34

42 3 19
                                    

"Jangan salahkan cinta, salahkan yang menyalahgunakan artinya."

-RaffaAffar-





°°°

Siang ini cuaca sangat cerah. Langit biru yang terbentang tak terbatas, begitu cantik dengan paduan awan yang bergelombang. Sinar mentari yang cukup terik, namun terasa hangat bagi pemuji keindahannya.

Akan tetapi_semua itu terabaikan. Oleh seorang perempuan yang sedang menekuk lututnya di atas kursi kayu menghadap jendela.

Dua mata kecil yang selalu memancarkan keteguhan itu, kini berganti menjadi mata lemah penuh keputus asaan.

Sudah empat belas hari semenjak kepergian kedua orang tua tercintanya, Adinda masih belum berniat beranjak dari kesedihan. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan untuk rasa kehilangan ini, kedua matanya kini seakan tidak bisa lagi mengeluarkan air sebanyak lalu.

Ia tahu bahwa dirinya sama saja berdosa karena terus menangisi seseorang yang telah pulang kepangkuan illahi, sama saja dengan dirinya tidak menerima takdir Maha Kuasa. Adinda bukan tidak ikhlas, ia hanya menyesal.

Benar menyesal. Menyesal karena semenjak ia menikah, ia belum bertemu kembali dengan kedua orang tuanya. Bahkan untuk yang terakhir kali.

"Maafin Adinda Abi, Umi.."

"Adinda sayang kalian"

Adinda terus menatap satu bingkai kecil foto kedua orang tunya yang tengah tersenyum lembut. Adinda ikut tersenyum melihat senyum kedua orang tuanya yang meneduhkan, penuh sayang, penuh cinta. Sungguh ia sangat beruntung menjadi putri dari pasangan tersebut.

Adinda beralih mengambil bingkai foto berukuran sedang. Sebuah foto yang terdapat kedua orang tuanya, Sang kakak dan dirinya. Foto yang terselip moment manis, dimana foto itu di ambil saat Sang kakak Agung sedang berulang tahun.

Sungguh membuatnya semakin rindu.

"Abang, jagain adeknya yang bener jangan di jailin terus"

"Kalian ikut sama Abi dulu ya..nanti umi masakin kesukaan kalian"

"Abang denger Abi ga? Itu kenapa adeknya nangis"

"Abi Umi..huaa Abang jahat sama Adin"

"Abi sama Umi milik Abang, selamanyaa"

"Ih terus Adin gimana huaa"

"Udah udah, Abi sama Umi milik kalian, selamanya"

Air mata itu kembali mengalir, di serta senyum getir yang penuh kerinduan. Bayangan-bayangan masa kecil yang sangat berarti. Kini, semua hanya tinggal kenangan. Tidak ada lagi suara panggilan kedua orang tuanya, tidak ada lagi suara gelak tawa yang akan tercipta, dan tidak akan ada lagi moment manis yang akan terbuat.

"Abi sama Umi selalu bahagia yaa.. Adin yakin Abi sama Umi akan di tempatkan di tempat terindah, insyaAllah.."

"Adin sama Abang ikhlas, Maafin Adinda jika belum bisa bahagiain kalian"

"Kalian orang tua terbaik sepanjang hayat"

Menyaka air mata, Adinda mengusap kedua foto yang penuh dengan lelehan air matanya. Belum sampai ia mengusap satu bingkai fotonya lagi, suara dering ponsel berbunyi memecah keheningan. Adinda meletakan bingkai foto tersebut lalu beranjak mengambil ponsel genggamnya yang berada di atas kasur.

"Abang" gumamnya saat membaca nama si pemanggil yang ternyata adalah Agung.

"Hallo Assalammuallaikum"

RAFFA AFFAR Where stories live. Discover now