Chapter13

42 9 8
                                    

"Aku berlindung kepada Allah, dari kata yang diam-diam melukai hati."

-Adinda-




°°°

"Hati-hati ya sayang, jaga kesehatannya yaa" Umi Syifa memeluk Adinda dengan erat, seakan tak rela jika sang putri harus pergi.

Pagi ini Raffa dan Adinda tengah berpamitan untuk pergi ke Jakarta. Raffa membawa Adinda tinggal bersama di sana. Adinda terus terisak kala harus berpisah dari keluarga tercinta. Namun bagaimana lagi, statusnya kini sudah berganti menjadi seorang istri, sudah kewajibannya untuk ikut bersama suami. saat di jodohkan, ia memang sudah tahu jika kelak sudah menikah nanti sang suami memang akan mengajaknya tinggal berpisah dengan keluarganya.

"Bahagia selalu ya nak" ucap Abi Ridwan mengelus pucuk kepala sang putri dengan lembut.

"Iya abi, umi, kalian juga jaga kesehatan dan selalu bahagia ya" Adinda lalu memeluk Abi ridwan.

"Raffa, abi titip Adinda sama kamu, jaga dia bimbing dia ya nak" Abi ridwan beralih menepuk pundak sang menantu yang berdiri di samping menghadapnya.

"InsyaAllah abi, raff akan selalu menjaga Adinda semampu Raffa, abi umi dan abang jangan khwatir, InsyaAllah kami akan selalu bahagia" Raffa mencium punggung sang mertua menyalami. "Do'akan kami semoga selalu dalam lindungannya" sambung Raffa tersenyum.

"Aminn nak aminn"

Adinda beralih menatap Agung sang kakak yang sedari tadi hanya diam memandang. Ia berjalan hendak menyalami tangannya. "Abang, Adinda pamit, do'ain Adinda ya abang, abang sehat selalu bareng abi dan umi" Adinda mencium punggung tangan Agung.

Bukannya menyaut, Agung malah menatap datar adiknya. Adinda mengerutkan kening, Tak lama kemudian, Agung menarik Adinda ke dalam pelukkannya. "Semoga bahagia selalu menyertaimu adikku yang manis" Ucap Agung memejamkan mata, sungguh ini berat sekali rasanya saat akan jauh dari sang adik, adik kesayangannya. Adik manjanya, teman bercandanya, teman jahilnya, kini sudah bukan anak kecil lagi yang selalu bertingkah menggemaskan di depannya.

"Abangggggg" Adinda terisak, ia pun tak kalah berat harus berjarak dengan sang kakak, Abang kesayangannya.

"Cuppp yaa, jangan nangis" Agung melepaskan pelukan, "Jangan lupa sering main kesini, bercanda lagi sama abang hmmm" imbuhnya.

"Iyaa Abang Adinda sayang Abang"

"Begitupun abang" balas Agung mengelus pucuk kepala adiknya. Lalu ia beralih menatap Raffa adik iparnya. "Titip Adinda jaga dengan baik" ujarnya pada Raffa.

Raffa mengangguk. "Tanpa abang minta, akan raff lakukan" Jawabnya tersenyum simpul. Bukan tanpa alasan Raffa tersenyum simpul, tapi bagi Raffa sang kakak iparnya itu selalu berbicara dengan mata mengintimidasi. Itu membuatnya risih karena seolah.. Ah sudahlah bagi Raffa itu tidak penting.

"Yasudah, kalian pergi sekarang kalo terlalu siang nanti macet dijalan, pasti panas" kata Umi mengelus bahu sang menantu.

Raffa dan Adinda mengangguk dan menyalami tangan mereka kembali. Setelah itu masuk kedalam mobil, Adinda melambaikan tangan dengan senyum merekah. Mereka membalas lambaian tangan Adinda, perlahan mobil Raffa keluar dari halaman hingga tak terlihat lagi.

Di sepanjang perjalanan tidak ada percakapan antar keduanya. Mau Adinda atau Raffa mereka kompak terdiam, hanya terdengar suara mesin dari mobil yang mereka kendarai dan dari kendaraan lain yang ikut serta melaju di jalan raya.

Adinda sesekali melirik suaminya yang nampak fokus menyetir, Adinda tak mau munafik, dalam hatinya ia ingin sekali suaminya itu mangajaknya berbicara bukan diam saja seolah mereka bukanlah sepasang suami dan istri. Merasa jika tadi sesekali sedang diperhatikan, Raffa menoleh melihat Adinda yang kini diam seraya menunduk dengan jari yang ia mainkan.

RAFFA AFFAR Where stories live. Discover now