STRUGGLE • 19

11 3 0
                                    

- Perjodohan -

Hangat mentari pagi menyinari tubuh rengkuh Dicky yang kemarin malam meringkuk akibat kedinginan. Ternyata suhu dingin di desa bukan main-main hebatnya. Dicky saja yang sudah memakai baju panjang dobel dan jaket masih merasa kedinginan, tapi mungkin hal semacam ini sudah biasa bagi warga yang tinggal di sini selama berpuluh-puluh tahun. Untungnya saja Dicky masih bisa merasakan hangat di pagi hari seperti ini. Sumpah, rasanya Dicky tidak mau bangkit dari tempat tidur tapi sayangnya sang sahabat tengil Dicky mengganggu kenikmatan Dicky pagi ini. Siapa yang tidak terganggu dengan kaos kaki bau yang Gilang sodorkan tepat di hidung mancung Dicky? Mau tak mau Dicky bangun dari tidurnya yang nyaman.

"Pagi-pagi di desa orang jangan males." Setelah mengucapkan satu kalimat itu Gilang langsung melenggang pergi meninggalkan Dicky dengan sebelumnya melemparkan kaos kaki bau itu tepat ke arah muka tampan Dicky. Kalian tidak percaya bahwa walaupun baru bangun tidur wajah Dicky tetap menawan?

Dicky mengernyit saat mencium bau kaos kaki itu, bahkan matanya langsung benar-benar melotot apalagi ketika menyadari bahwa sebenarnya kaos kaki bau itu milik dirinya sendiri. Sepertinya ini kaos kaki sudah tidak di cuci selama satu minggu, hehe pantas saja bisa bau busuk seperti ini.

Mata Dicky mengelilingi seluruh sudut di ruang kamar, kemudian tatapannya berhenti pada satu foto wanita cantik yang ada di meja tempat menyimpan barang. Dicky bangkit dari kasur lalu menghampiri foto itu untuk di lihat lebih jelas. Saat sampai, tangan Dicky menjulur untuk mengambil foto wanita itu. Sumpah, ini sangat cantik sampai Dicky ingin menjadikan dia sebagai pacar tapi harapannya gagal saat melihat tulisan di ujung bingkai foto itu, ya, itu nama bunda Gilang, Maudi.

"Mandi lah." Gumam Dicky setelah mengembalikan foto itu di tempat semula. Ia mengambil handuk milik Gilang lalu memilih baju yang kiranya cocok di pakai di pedesaan seperti ini.

Kriiitttt

Ketika pintu terbuka, seluruh atensi keluarga nenek menyorot ke tubuh jangkung Dicky yang hanya diam kaku di sana. Dicky malu rasanya.

Tapi keluarga nenek adalah keluarga yang baik. Lihat saja ketika mba Ica berujar seperti ini, "Ayo mandi, habis ini kita keliling desa. Kamu mau di temenin sama, Bibi boleh atau mau di temenin sama, Gilang boleh sama Husain juga boleh atau mau sama, Ayah Bryan juga boleh." Sangat cerewet.

Dicky tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala sekali lalu pamit ke belakang untuk menyelesaikan bisnisnya di kamar mandi.

"Kamu udah dari kecil sahabatan sama dia?" Itu suara si hitam manis Husain yang membuka obrolan di meja makan antara anggota keluarga nenek. Tentu saja pertanyaan itu ditujukan kepada Gilang.

"Hm," Jawab Gilang sambil mengangguk, "Dari SD. Sebenernya SMP sama SMA kita ga satu sekolah, cuma gua sama dia ikutan les voli di tempat yang sama."

"Oh kamu bisa voli?" Tanya Husain. Gilang mengangguk lagi untuk menjawab.

"Sahabat mu suka ikan ini, Nak?" Tiba-tiba saja nenek menyambar obrolan Gilang dan Husain. Tangan keriput nenek menunjuk ikan mujair di piring.

Gilang yang sedang asyik mengunyah, tertawa ringan kemudian menjawab, "Dia mah di kasih ikan bernyit juga di makan, Nek."

Seketika seluruh anggota keluarga di meja makan tertawa mendengar jawaban Gilang. Kalian pikir saja, mana bisa ikan bernyit di makan? Lagi pula walaupun bisa di makan pasti tidak akan kenyang kan?

"Biar Nenek siapin dulu untuk sahabat kamu."

"Emm, ga perlu, Nek." Tahan Gilang. Posisi Gilang duduk ada di dekat nenek jadi bukan hal sulit untuk Gilang menahan tubuh tua nenek kembali duduk.

STRUGGLE Where stories live. Discover now