STRUGGLE • 15

16 4 0
                                    

- Nyawa bayangan -

Bryan membuka pintu kamar untuk melihat keadaan Gilang sekarang dan ternyata masih sama seperti kemarin, bahkan Gilang tidak semangat untuk ikut puasa gara-gara kecewa dengan dirinya sendiri. Gilang merasa tidak pantas untuk melakukan satu ibadah itu, bagaimana bisa Gilang dengan percaya diri bisa melakukan ibadah puasa tetapi hatinya belum yakin dengan agama Allah?

Waktu itu Bryan pernah menyinggung tentang Arum agar putra tunggalnya semangat lagi tapi yang Bryan lakukan hanya menambah kesedihan dalam diri Gilang. Ia berbicara seakan-akan dirinya tidak pantas menjadi pasangan seumur hidup Arum.

"Kamu kaya gini udah tiga hari, mau sampai kapan Gilang?" Tanya Bryan lembut saat sudah duduk bersama dengan Gilang di ranjang miliknya.

Cowok itu hanya menggeleng lemas dengan kondisi wajah tampannya yang pucat akibat tidak di isi oleh makanan sesuap pun.

"Aku gagal, Ayah." Lagi-lagi kalimat itu yang keluar dari bibir pucat Gilang, entah sudah ke berapa kali Bryan mendengar kalimat yang sama. Perlahan air matanya kembali membasahi pipi putih mulusnya tanpa mau di hapus sedikitpun.

Kondisi Gilang saat ini benar-benar kacau. Bryan tidak menyangka Gilang akan menjadi seperti ini hanya karena gagal mengucapkan kalimat syahadat, Bryan sudah sering bicara ke Gilang agar mencobanya di lain waktu tetapi respon anak itu hanya bicara seakan dirinya sudah gagal total untuk masuk agama Islam.

"Ayah telepon Dicky untuk bicara sama kamu ya? Siapa tau, Dicky bisa bikin kamu jadi lebih baik."

Lagi-lagi kepala Gilang menggeleng lemas membuat Bryan menghembuskan napasnya lelah, namun Bryan tetap mengirim pesan kepada Dicky untuk mendatangi desa ini dan berbicara bersama Gilang.

"Arum, hiks...."

Suara isak tangis dari arah Gilang mengalihkan atensi Bryan dan membuat Bryan menatap putra tunggalnya. Cowok itu sedang memegang satu foto Arum yang ada di dalam kotak berukuran sedang berwarna ungu muda.

"Aku gagal, Arum hiks...maafin aku," Punggung Gilang kembali berguncang kencang, pandangannya lagi-lagi di bawa menunduk, "Maafin a..aku hiks..hikss..hikss Arum."

Melihat itu Bryan semakin buru-buru menelepon Dicky untuk datang kemudian tubuhnya di bawa lagi mendekat ke arah Gilang untuk menenangkannya.

"Aku gagal, Rum hiks...a..apa aku pantes buat kamu? hikss...hikss...Rum maafin aku hikss.."

"Gilang dengerin Ayah," Ujar Bryan mencoba memegang pundak lelah sang putra tunggal untuk di bawa ke arahnya, "Arum pasti sedih liat kondisi kamu kaya gini apalagi kalo kamu sampe ga mau makan, di sini kalo kamu sakit bukan Arum yang ngurusin tapi, Ayah."

Akhirnya netra hitam legam milik Gilang bertatapan langsung dengan netra hitam legam Bryan yang serupa dengannya.

"Kamu ga mau bikin Arum sedih kan? Inget, Arum paling ga suka kalo kamu susah makan, apa perlu Ayah hubungi Arum untuk suruh kamu makan?" Lagi-lagi ancaman yang sama keluar dari mulut Bryan.

Gilang menggeleng lemas kemudian mengelap pipi putih mulusnya yang basah akibat air mata, "Oke aku mau makan."

Ck! Ancaman itu ampuh juga ternyata. Gilang masih takut jika Bryan menghubungi Arum sekarang. Tapi apakah Gilang masih ingin memberi kejutan kepada Arum bahwa dirinya sudah menjadi seorang muslim dan akan menikahi Arum? Sudahlah biarkan itu menjadi urusan belakangan, yang terpenting saat ini Gilang mau makan untuk mengisi kekosongan perutnya.

Kriiiitttt

Khas suara pintu rumah nenek. Itu Bryan yang masuk sudah membawakan makanan dan segelas susu sapi yang baru saja di bawa oleh om Rendi dari peternakan.

STRUGGLE Where stories live. Discover now