Bab 29

68 5 6
                                    

Seutas senyuman terukir menghiasi wajah bak rembulan gadis itu.
Sebuah kabar yang membuat hatinya berdesir.
Sebuah waktu yang membuat jantungnya berdetak hebat.
Hari yang sudah dinanti-nanti akhirnya tiba.
Sebuah hari yang penuh bahagia dan harapan.

Sore ini Rayya memandang dirinya dari pantulan cermin.
Mengabsen setiap inci dari dirinya. Nyaris sempurna.
Dengan balutan gamis silver dan jilbab yang senada. Rayya terlihat sangat cantik sore ini.

Ia memoleskan wajahnya dengan sedikit bedak dan memoles bibirnya dengan lipbalm agar wajahnya terlihat lebih fresh.

Gadis itu melirik jam dindingnya usai membenahi dirinya dari pantulan cermin. Jam menunjukkan pukul 15.30 waktu istiwak. Spontan degup jantungnya semakin berdebar hebat.

Ah sebentar lagi mereka akan sampai.

Yap! Hari ini adalah engagement day untuk Rayya dengan lelaki yang akan menjadi jodohnya.
Sudah lama Rayya menanti hari ini tiba. Jauh-jauh hari sebelumnya Rayya sudah mempersiapkan semuanya.
Rayya menarik napasnya panjang. Keringat dinginnya mulai bercucuran di pelipisnya.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk aja!"Terlihat dari balik pintu, Hidayah mengucapkan salam sebelum masuk kedalam kamar Rayya.

Rayya menjawab salam tersebut. Hidayah hanya menyampaikan kalau keluarga dari romo yai Mahfud sampun rawuh.
Abah dan umi pun sudah menunggu di ruang tamu.

Rayya mengangguk dan menyuruh Hidayah untuk kembali, ia akan menyusul abah dan uminya.

Sebelum benar-benar pergi, Rayya menatap dirinya dari pantulan cermin sekali lagi. Ia hanya memastikan bahwa dirinya harus benar-benar siap dan sempurna.

Setelah itu, Rayya berjalan ke arah pintu kamarnya. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.

Sepanjang langkah kaki, ia hanya ditemani oleh degupan jantung yang semakin lama semakin berdegup kencang.
Keringat di pelipisnya yang semula hanya sekecil ketumbar mulai berubah membesar sebiji jagung.

Rayya mengambil tempat duduk di samping uminya usai dirinya sampai di ruang tamu. Ia menunduk.

Diseberang meja terdapat tiga orang yang pasti itu adalah romo yai Mahfud beserta ibu nyai dan juda lelaki itu.

"Kedatangan kami ke sini, selain untuk menjalin silaturrahmi kepada keluarga besar Bani Hasyim, kami juga ingin menjadikan putri romo yai Ridlwan menjadi salah satu keluarga besar kami. Bagaimana romo yai?" Kyai Mahfud memulai pembicaraan. Beliau mengutarakan maksud kedatangannya.

"Sudah lama rencana perjodohan ini. Kami bahagia dan bersyukur akhirnya wasiat dari abah saya dapat terlaksana. Sudah lama pula kami menanti-nanti hari ini tiba. Dan hari ini kami menerima lamaran dari nak Gibran, putra panjenengan." Abah mengucapkan semuanya dengan wibawa. Sementara umi hanya menahan senyumnya melihat suasana yang seperti sekarang ini.

Tidak perlu dipungkiri lagi, umi pasti sangat bahagia.

Romo yai Mahfud mengucapkan Alhamdulillah, diikuti oleh ibu nyai yang juga mengucapkan kalimat tahmid tersebut.

Semuanya tampak bahagia."Ngapuntene, putra kulo mboten saget derek. Karena Gibran masih mengurusi perpindahannya dari Mesir." Perkataan romo yai Mahfud menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Rayya.

Gibran? Siapa? Bukankah Gus Ubaid yang akan melamarnya? Ah mungkin romo yai memang memanggil Gus Ubaid dengan sebutan Gibran. Tapi Gus Ubaid ada di sini, lalu siapa yang di mesir? Beragam pertanyaan dan tanda tanya terus saja hinggap dalam benak Rayya.

Sampai keluarga romo yai Mahfud sudah berpamitan untuk kondur pun pertayaan nya masih sama,

"Siapa Gibran? Umi... Bukankah Gibran adalah Gus Ubaid?" Akhirnya pertanyaan itu berhasil lolos dari kerongkongan Rayya.

ANA UHIBBUKA FILLAH (ON GOING)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant