Bab 4

170 4 0
                                    


"Kamu kenapa Rayya?"

Lelaki itu terus mengamati raut wajah gadisnya. Sejak tadi, gadis di sebelahnya tersebut terlihat muram dan tidak bersemangat.

Rayya tersenyum tipis, "Nggak papa."

Mada berdecak pelan, "Kenapa sih cewek kalo ditanya, jawabannya pasti nggak papa?"

"Nggak gitu juga, sok tau!" Sengit Rayya.

"Kenapa sih? Lagi pms? Sensi banget." Tanya Mada heran.

Rayya diam.

"Mada?"

"Apa?"

"Kamu lulus mau kemana?" Tanya Rayya pelan.

"Sekolah lah, kenapa? Yakali langsung kerja terus ngelamar kamu? Eh tapi kamu mau aku lam-"

"suttttt stop! Jangan ngelantur."

Mada hanya cengengesan tidak jelas,  "Nggak, just kidding. Pengennya nanti mau melanjutkan sekolah IT sih."

Niatnya menghibur Rayya, tapi sepertinya gadis itu sedang tidak good moody, "Kalo kamu gimana? Jadi ke pesantren?"

"Menurut kamu?"

"ya jadi."

Mada sudah menebak-nebak sebelumnya jika gadisnya akan melanjutkan sekolahnya di pesantren. Silsilah keluarga Rayya yang berdarah kental pesantren membuat Mada yakin akan hal itu.

Mada sangatlah menyanyangi gadisnya. Awalnya memang sedikit ragu untuk berhubungan dengan Rayya, namun hati selalu saja menang dibanding egonya. Saat sudah berhubungan dengan Rayya pun ia tahu batasan-batasan semuanya. Jadi, tidak ada yang perlu khawatir dan tidak ada yang di khawatirkan.

"Sepertinya kamu tahu sendiri nanti bagaimana hubungan kita," Ucap Rayya pasti.

"Kenapa? Kamu ragu?"

"Aku ke pesantren, kamu ke sekolah IT, itu sulit Mada.."

"Kamu nggak yakin?"

Rayya diam menundukkan kepalanya ke bawah menatap rumput-rumput hijau yang lebat.

"Lihat aja nanti, "

"Hmm, okey."

Suasana taman sekolah semakin ramai, siswa-siswi mulai berhamburan untuk bermain dan bercanda gurau di taman ini.

"Woi Mada!"

Sontak Mada menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri mencari sumber suara.

"Kenapa Hir?" Tanya Mada ketika ia melihat Hira yang sudah ada di depan Rayya.

"Di cari Pak Sigit, katanya jadi nggak?"

"Oh iya lupa, bentar ya Rayya, aku menemui Pak Sigit dulu."

Rayya menatap Mada, alisnya mengeryit, "Jadi apa?"

Mada tersenyum, "Ah, nggak papa."

Rayya mencibir pelan, "Yee, main rahasia ya sekarang?"

"Ah nggak juga."

Setelah menjawab ucapan terakhir dari Rayya, Mada melangkahkan kakinya meninggalkan Rayya yang bersama dengan Hira.

"Kenapa Hir?" Tanya Rayya setelah Hira mengambil alih tempat duduk Mada sebelumnya.

"Kenapa apanya?"

Rayya memutar bola matanya malas, " Kenapa si Mada dicari sama Pak Sigit?"

"Oh itu, nggak tau hehe,"

"Huh, dasar!"

"Jadi ke pesantren kamu?" Tanya Hira sekedar basa-basi dan sebenarnya pertanyaan ini memang sudah ia rencanakan untuk ditanyakan kepada Rayya.

"Kayaknya iya, sudah aku pikir-pikir sih,"

"Ya gapapa, nggak usah sedih jika itu yang terbaik untuk kamu."

"Mada gimana? Udah tau?"

"Sepertinya sudah. Ah tapi nggak tau nanti bakalan gimana, ngikut alur aja."

"Hmm, yaudah sih pokoknya semuanya yang terbaik buat neng Rayya."

"Neng Rayya neng Rayya, nggak usah pake embel-embel neng!"

Hira tertawa tanpa dosa, bukan maksud apa-apa. Ia memang sudah terbiasa memanggil Rayya dengan embel-embel neng, tetapi Rayya selalu memarahinya. Ah Dasar.

🌙🌙🌙

Happy reading and enjoyyyy❤❤

ANA UHIBBUKA FILLAH (ON GOING)Where stories live. Discover now