Bab 22

39 2 0
                                    

Hari H yang di tunggu-tunggu oleh semua santri akhirnya tiba. Semua tampak antusias. Saat Habib Husein sudah rawuh, semua santri hormat kepada beliau. Terkecuali para santri yang bertugas konsumsi makanan tamu undangan, mereka masih saja berkutat di dapur. Sepertinya tugas mereka akan sedikit molor.

Juga dengan Rayya, tidak disangka ternyata tas jinjing sebagai wadah milbox juga masih kurang. Rayya dan teman-temannya harus menunggu sebentar sampai tas jinjing itu datang.

Setelah menunggu kurang lebih 30 menit. Akhirnya tas jinjing itu sudah datang. Langsung Rayya dan teman-temannya bergerak cepat untuk memasukkan wadah milbox ke dalam tas jinjing tersebut.

Suara bedug tanda sholat maghrib sudah terdengar. Rayya dan anggota nya segera pergi ke musholla untuk melaksanakan Ibadan sholat maghrib. Setelah sholat, mereka juga harus segera meluncur ke lapangan untuk mambagikan satu-persatu konsumsi  makanan kepada para tamu undangan.

Suasana lingkungan pondok pesantren malam ini sangat ramai. Rayya dan teman-temannya masih sibuk memberikan konsumsi makanan kepada para tamu undangan. Bukan hanya Rayya saja. Naela juga sangat sibuk dengan jajanan anak-anak.
Faza dan Acha juga terlihat sangat ramah dan terus tersenyum sopan kepada para tamu undangan. Dan Azria yang berada di dalam dalem, membuatnya tidak bisa melihat suasana luar pesantren. Ia harus menghandle dhaharan para dzuriyyah.

"Eh Rayya!"

Merasa namanya terpanggil, Rayya menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber suara.

Ternyata Ning Zilya yang memanggilnya. Langsung Rayya berpamitan kepada anggotanya ia akan menemui Ning Zilya sebentar.

Rayya melangkahkan kakiknya ke arah Ning Zilya, ternyata Ning Zilya tidak sendiri. Ada Gus Ubaid di belakangnya. Mendadak Rayya menjadi awkward sendiri.

"Ke-kenapa Ning?"

Please! Rayya tidak bisa menutupi kegugupannya.

"Nggak papa, pengen ngobrol bentar aja. Tapi kayaknya kamu lagi sibuk banget ya?"

Rayya tersenyum menunjukkan deretan gigi depannya, " Iya Ning, datang sama Gus Ubaid? "

Sungguh ini pertanyaan yang terdengar sangat konyol. Sudah jelas Gus Ubaid berada di belakang Ning Zilya, masih dipertanyakan lagi.

Zilya menganggukkan kepalanya.

"Baru datang Ning?" Tanya Rayya sesekali mencuri pandang ke arah Gus Ubaid yang memandang orang-orang berlalu lalang.

"Iya, mau aja masuk dalem, tapi lihat kamu di sana, jadi pengen nyapa dulu,"

"Ayo masuk! Nggak enak sama abah umi." Kali ini Gus Ubaid angkat bicara. Sebuah sindiran halus untuk mengakhiri pertemuan ini.

"Mmm, Rayya lain kali ketemu lagi ya, saya masuk dulu."

"Iya Ning."

Rayya menatap kepergian mereka. Entah kenapa Rayya merasa Gus Ubaid tidak cocok dengannya. Ia merasa Gus Ubaid tidak nyaman jika berada di dekatnya. Ah tapi itu bukanlah penghalang. Bukankah cinta membutuhkan perjuangan? Namun bagaimana konsep berjuang yang sebenarnya? Rayya bingung.

Orang yang hendak di perjuangkan nya sudah tampak sekali sangat sulit untuk digapai. Dan sepertinya akan terus begitu.

~~~

Acara selesai tepat pukul 00.30 waktu istiwak. Suasana pesantren masih ramai. Santri yang bertugas pasca acara pun sudah terjun ke lapangan. Rayya lega. Akhirnya dirinya bisa merebahkan tubuhnya. Setelah sekian lama melakukan aktivitas yang sangat menguras tenaganya, sekarang Rayya akan beristirahat.

ANA UHIBBUKA FILLAH (ON GOING)Where stories live. Discover now