Bab 20

47 3 0
                                    

Apa memang benar adanya filosofi benci jadi cinta? Jika memang benar, Tuffaillah salah satu dari filosofi tersebut. Meski dari hati yang paling lubuk selubuk-lubuknya, Tuffail masih tidak percaya jika menyimpan rasa pada gadis yang telah membuatnya kesal.

Tapi tunggu.

Bukankah ia kesal pada gadis itu? Bukan benci? Ya! sekali lagi ia hanya kesal. Salahkah jika Tuffail menyukai gadis itu? Jika iya, bukan Tuffail yang salah, tetapi hatinya lah yang salah untuk melabuh.

Ah! Jujur, ini adalah hal yang konyol menurut Tuffail. Bagaimana tidak? Ia dulu sangat kesal sekaligus jengkel pada gadis tersebut. Gadis itu selalu membuatnya jengkel. Tapi justru, sifat gadis yang sepertinya tidak pernah kenal takut itu lah yang membuat Tuffail merasa berbeda dengannya.

Tuffail yang terduduk santai sedari tadi, ia meraih ponselnya. Ia akan memberitahu soal perasaannya kepada Gibran.

"Assalamu'alaikum Iban!"

Terdengar jawaban dari dalam ponsel Tuffail, "Wa'alaikumsalam Tupeng!"

Tuffail dan Gibran memang sudah dekat sedari kecil. Mereka selalu bersama dan selalu bercerita kisah-kisah di antara mereka. Karena saking dekatnya, mereka membuat nama panggilan khusus untuk mereka sendiri. Katanya biar beda. Katanya.

Tuffail tertawa renyah, "Masih aja manggil Tupeng, gimana kabarmu?"

"Alhamdulillah,"

"Alhamdulillah, kabarku ambyar disini,"

"Hahaha, lagi kasmaran?"

Tuffail terkekeh, "Ada gadis peri yang hinggap,"

"Sekedar hinggap?"

"Semoga aja menetap, do'ain aja!"

"Pasti, aku yakin yang hinggap pasti baik. Masa hatimu salah pilih gadis?"

"Emang nggak mungkin?"

"Entah. Kenapa bisa kamu sebut dia gadis peri?"

"Karena dia spesial." Jawab Tuffail dengan seutas senyum dibibirnya. "Dia juga berbeda," Lanjutnya.

"Apanya?"

"Nggak tahu."

"Emang ya cinta itu buta!"

Tuffail tertawa renyah mendengar celoteh dari Gibran di dalam telefon, "Nggak cuma buta, udah tuli ini,"

Jujur, sebenarnya Tuffail juga heran sendiri. Kenapa hatinya lebih terpikat dengan gadis peri seperti Rayya yang sangat amburadul. Apa Rayya memang begitu memikat?

Bahkan sifat Rayya dengannya pun sangat bertolak belakang.

"Gimana menurutmu Iban?"

Memang saat Tuffail dilanda Asmara, dirinya jadi uring-uringan sendiri. Perasaannya kacau. Akhirnya ia menghubungi Gibran yang letak nya sudah berbeda negara. Biasanya kalau sudah mencurahkan seluruh isi hatinya, ia akan lebih lega.

Gibran berada di Mesir saat ini. Setelah meraih gelar diploma di Al-Azhar University. Ia harus tetap di sana karena akan menjadi seorang dosen di universitas tersebut.

"Nggak papa, asal dia baik sih. Ya walaupun dia punya sifat yang bertolak belakang sama kamu, ya nggak papa. Asalkan santri, dari pada nggak santri? Sifat dan sikap masih bisa di ubah." Ucap Gibran dari seberang.

"Ah bener banget Iban! Thanks masukannya!"

"Thanks kembali, yaudah out dulu ya, mau ada kelas."

"Siap!"

Tuffail mematikan panggilannya dengan Gibran. Tuffail tersenyum tipis. Apakah ia akan membiarkan perasaannya terus berkembang namun di sisi lain ia belum tahu untuk siapa hati gadis itu? Jawabannya adalah saatnya memperjuangkan.

~~~

Rayya menatap intens retina milik Azria. Ia menahan sesuatu yang membuatnya diam kaku dengan tatapan sulit dibaca.
Tepat sepulang sekolah, kebetulan asrama sedang sepi. Entah kemana penghuni yang lainnya.

"Cepet bilang, ada apa?"

"Eh eh, biasa aja dong lihatnya, aku manggil aja, nggak akan bunuh juga."

"Arrghhhh! Bentar, udah sampe ujunggg!"

Azria menggelengkan kepalanya pelan melihat Rayya yang berlari terbirit-birit keluar asrama. Dan tidak perlu menunggu lama, gadis yang dipanggilnya tadi sudah kembali. Beneran dia tadi pipis? Apa cuma ngeprank aja?

"Apa?" Rayya kembali menatap retina milik Azria, namun kini tatapan tidak semenegangkan tadi.

"Mau tanya sesuatu,"

Rayya tidak bergeming. Melihat kedua  bola mata milik Azria, sepertinya temannya sedang serius.

"Tentang?"

"Laki."

"Hah?!" Rayya kaget. "Siapa? Gus Ubaid?"

"Not her!"

"Then?"

"Ini," Azria mengangkat tangan kanannya, ia membawa sebuah polaroid yang seketika itu Rayya langsung membulatkan kedua bola matanya.

"Kok bisa? Pantesan aku cari-cari nggak ada, kamu curi ya?" Tuding Rayya.

Semenjak acara supriese ulang tahun Acha. Ia diam-diam sebenarnya mencari polaroid tersebut. Namun nihil, ia tak menemukannya. Seingatnya dulu, polaroidnya tersebut ia bawa ke kelasnya. Namun setelah dicari di semua penghujung kelas sampai laci meja, namun Rayya tidak menemukannya.

"Heh ngawur!" Azria mendelik tidak terima dengan tudingan Rayya, "Lagian kamu kok nggak bingung nyariin gitu?"

"Emang mau koar-koar dulu apa? Yakali! Itu foto laki. Lagian juga cuma mantan."

"Hah mantan?" Azria kaget.

Rayya memutar kedua bola matanya malas, respon temannya terlalu berlebihan. "Iya mantan, biasa aja muka kamu, nggak usah kaget gitu dih,"

Sontak Azria langsung menetralkan raut wajahnya. Ia yakin wajahnya sekarang seperti orang bodoh.

"Ya meskipun belum ada kata akhir, tapi sepertinya untuk menganggapnya mantan sudah pantas."

Azria mengangguk salah tingkah. Padahal niat asalnya adalah mau membully Rayya habis-habisan dengan lelaki tersebut. Tetapi, fakta yang ia dengar sepertinya ia harus mengurungkan niatnya tersebut.

"Kamu mau nge-gap gitu? Mau bully?" Rayya seakan tahu niat tidak baik Azria terhadapnya. "Bully itu dosa, nggak baik. Indonesia aja menerapkan stop and no bullying."

"Eh, siapa yang mau ngebully? Suudzon itu dosa. Nggak baik."

Rayya mencibir, "Terus, dapat polaroid itu dari mana?"

"Dari laci meja kelas, saat aku nyuruh kamu beli bahan-bahan roti." Jelas Azria.

"Pantesan dicari nggak ada." Batin Azria.

"But the way, ganteng juga mas mantannya," Ujar Azria yang terus menatap polaroid yang masih di genggamnya.

"Mau?"

"Dih ogah! Bekas teman nggak baik."

"Gini nih, mulut kalo waktu kegiatan baca al-qur'an dia malah kabur. Nggak ada moral, huh dasar."

Azria mencibir, "Sabodo teuing!"

Setelahnya, Azria melemparkan polaroid tersebut ke arah Rayya. Sudah cukup informasi tentang lelaki di dalam polaroid tersebut. Ah, ternyata mantan si teman. Buat apa? Mending dia tidur.

🌸🌸🌸

Dapet lop dari akuh cuakkkssss
❤️❤️❤️❤️

ANA UHIBBUKA FILLAH (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang