Chapter 41.

647 84 7
                                    

Tanpa menunggu waktu lama Arthur melesat cepat, menebas setiap mayat hidup yang menghalangi dirinya. Tak tinggal diam menunggu ajal menjemput, Raphael juga melakukan perlawanan, dia mengeluarkan sabit panjang serupa sabit milik malaikat maut, tanpa menunggu waktu lama sabit itu digunakannya dengan lihai.

Arthur menangkis serangan Raphael dengan mudah, "Wah! Seperti rumornya, Traxeus memang luar biasa!" sambil tertawa Raphael menyerang.

Arthur masih diam, sibuk menyerang tidak peduli dengan provokasi Raphael.

Sabit dan belati saling beradu, baik Raphael dan Arthur tidak ada yang ingin mengalah.

Tash!

Track!

Raphael tersungkur setelah menerima luka fatal akibat serangan Arthur, "Wah, sialan itu  tadi sakit sekali..." Raphael mendecih mengeluarkan darah dalam mulutnya.

Arthur menatap Raphael jijik, Hingga tiba-tiba saja sabit Raphael yang terjatuh jauh melasat cepat dan menyerang Arthur, untunglah Arthur berhasil menghindar, jika tidak kepalanya sudah hilang.

Sabit itu kini sudah ada ditangan Raphael lagi, "Waah, kau berhasil menghindar... Sudah ku duga, darah Traxeus yang terbaik." Ia menjilati darah yang ada disabit miliknya dengan nikmat sambil menatap Arthur.

Arthur merasakan lehernya sakit, akibat tergores sabit tadi. Sekitar Arthur jadi mencekam, bahkan Raphael sadar bahwa Arthur akan mengamuk, "Aku membuat mu marah, ya?" sambil bergidik ngeri.

Tatapan tajam dihunuskan Arthur. Entah muncul darimana seekor ular besar muncul dan melilit tubuh Raphael hingga sang empu merasa kehabisan napas, sabit yang dipegangnya jatuh, "S-sialan..." Arthur menggenggam tangan, dan lilitan ular makin erat.

"Akhk!"

Teriakan dari Raphael menggelegar, Arthur masih bergeming bahkan ketika tubuh Raphael berubah biru karna kehabisan napas.

Dadah Raphael nyaris meledak, entah sampai kapan ini berlangsung, Orang-orang Traxeus memang gila!

Pandangan Raphael mulai berkunang-kunang dan kemudian gelap seutuhnya, Raphael pingsan... Untung belum mati.

Setelah memastikan Raphael tak sadarkan diri lagi, Ular besar yang dipanggil Arthur berhenti melilit, dia mendekat kearah Arthur dan kemudian menghilang lagi.

Arthur memegang luka dilehernya, sudah hilang hanya ada bekas darah saja.

-"Padahal tidak usah terlalu marah, lukamu pasti akan langsung sembuh."

"Itu hukuman untuknya."
Kemudian rantai melilit tubuh Raphael, "Nah, tidak apa membuatnya sekarat asal tidak mati." Arthur mengangguk yakin.

Arthur menatap sekelilingnya, banyak mayat berserakan, boneka mayat hidup milik Raphael dan mayat pasukan kesatria yang di bunuh Raphael, dan hanya tersisa Arthur yang masih berdiri sendiri.

"Aku harap ini cepat selesai, aku ingin pulang ke Rumah."

•••

Lunius, Ian, Putri Retta, Pangeran Hitch, dan Lucion saling pandang saat sebuah teriakan memilukan terdengar oleh mereka.

"Sepertinya bagian Arthur sudah selesai, ayo cepat selesaikan ini," Lucion berkata keras sambil tetap berlari.

Perasaan mereka sama-sama merasakan tempat yang mereka cari sudah dekat.

Langkah mereka terhenti. Saling pandang kemudian kompak mengeluarkan senjata masing-masing, ada sebuah mansion didepan mereka yang mungkin dulunya adalah milik bangsawan yang tinggal di desa Heris.

Aura mencekam keluar dari sana.

"Sepertinya ini tempatnya," celetuk Ian.

Semuanya mengangguk, mereka berjalan masuk dan langsung di hadiahi sebuah bola api yang melesat cepat kearah mereka.
Pangeran Hitch memasang perisai mengalangi bola api.

"Gila!" seru Ian, jengkel betul dia belum masuk sudah disambut.

Setelah serangan itu berhenti, mereka maju lagi dan betapa terkejutnya mereka melihat banyak mayat disana, "Waah, orang gila mana yang melakukan ini!" Seru Putri Retta tak terima.

"SELAMAT DATANG TAMU-TAMUKU YANG TERHORMAT!"

Semuanya menoleh kearah lantai dua, dimana ada seorang wanita dengan senyuman gila merentangkan tangan menyambut, di kedua sisinya ada beberapa orang berjubah hitam menutupi wajah.

"Nona Maria?!"

Lucion bingung setengah mati, plot twist macam apa yang dilihatnya ini? Master menara sihir, Maria yang ada di ibu kota ada di desa Heris? Dan bahkan menjadi dalang utama kasus ini? Ini tidak masuk akal sama sekali.

Apa mereka ditipu mentah-mentah?!

Kalian benar, wanita yang ada disana mempunyai wajah dan perawakan yang sama dengan Maria.

"Dia bukan Maria," potong. Lunius tiba-tiba.

"Lalu apa kau bisa jelaskan kenapa mereka sangat mirip?!" tanya Putri Retta.

Lunius masih terpaku melihat pemandangan ini. Hanya sedikit yang tahu, bahwa Maria mempunyai seorang kembaran yang sudah lama mati saat perang Beberapa tahun lalu. Lunius masih ingat dengan jelas saat itu.

"Merie, kau masih hidup??"

"HAHAHA! Jadi kau benar-benar mengira aku sudah mati Lunius? Bertahun-tahun aku terjebak disana! Tidak ada yang menolongku! Ku lakukan semuanya demi negara ini, tapi tidak ada yang mengingatku... Untuk itulah aku kembali, untuk memporak-porandakan negara yang dilindungi kakakku..  HAHAHA!"

Lunius memandang sedih Merie, diingatannya wanita itu sangat manis dan baik, tidak ia sangka ternyata dia akhirnya terjatuh ke sihir hitam, "Aku minta maaf..." hanya itu yang mampu di ucapkannya sekarang.

Merie mendecih jijik, "Simpan maaf mu Lunius, aku tidak peduli itu lagi akan ku musnahkan kalian disini, bersama dengan putra dan Putri dari orang yang kalian lindungi itu."

Sungguh banyak yang ingin ditanyakan, namun di urungkan karna situasi yang tidak memungkinkan.

"Aku tidak tau apa hubungan kalian, tapi misiku adalah membunuh siapa saja yang terlibat, kau bisa jelaskan itu nanti kakek tua... Sekarang fokuslah bertarung!" Seru Lucion mengambil ancang-ancang.

Melihat itu, Marie makin garang, dia membaca mantra dan sebuah gate muncul dibelakang Merie, "Kalian takut monster, kan? Kalau begitu akan aku berikan monster yang sudah susah payah kalian usir itu lagi, dan matilah disini!"

Marie beserta orang-orangnya langsung menyingkir dan berjalan pergi, tidak tinggal diam Lucion dan Lunius mengikuti meninggalkan Putri Retta, Pangeran Hitch, dan Ian menghadapi monster-monster yang keluar melalui gate.

"Sialan, ini benar-benar membuat bingung. Tapi, yang aku tau adalah monster-monster ini tidak boleh sampai keluar, kalau begitu aku akan senang hati menebas kepala mereka," ujar Ian sambil melesat menuju arah monster.

"Mungkin kamu bisa menangkap satu atau dua untuk dijadikan peliharaan, Retta," kata Hitch, melirik Retta yang sudah mulai bertarung, "Akan aku buat mereka menjadi santapan makan malam untuk Xie." sambil terus menyerang dengan bringas ke arah monster.

Hitch juga tidak tinggal diam, dia juga menyerang dengan sihir miliknya kearah para monster.

(bersambung)

Aku berencana namatin book ini cuman sampe selesai masalah Desa Heris. Kenapa? Aku mau buat book khusus para tuan muda. Biar bisa lebih fokus gitu kesatu tokoh,
Gimana menurut kalian?
Book siapa dlu nih?
Komen ya, kalo gak ntar aku gak usah lanjut,smpe sini aja.
/senyum licik.

Our Papa Is A Grand Duke!Where stories live. Discover now