Chapter 37.

682 110 4
                                    

Lucion memijat kepalanya, sejak pagi dia sibuk merencanakan strategi dengan putra mahkota, ditambah ada pengeboman dikota, mempersiapkan parajurit, dan bahkan menemani Xie bermain.

Demi apapun! Usianya baru 19 tahun! Kenapa kerjanya lebih berat sih?!

"Pasti ayah saat ini tengah bersenang-senang dengan ibu. Ck, bisa-bisanya dia melimpahkan semua urusan padaku," gerutu Lucion.

"Ketua, apa yang sedang anda gerutukan?"

Lucion melirik kearah Lion, wakil ketua kesatria hitam, "Tidak ada. Jelaskan saja laporan terbaru tentang warlock itu." Lucion mengibaskan tangan tak acuh.

Lion membuka gulungan peta besar yang tadi dia pegang, ditaruhnya dimeja Lucion, "Para Warlock mulai berkeliaran dan mengumpulkan tumbal. Ada laporan bahwa mereka saat ini ada didesa Heris, didesa dekat timur laut diwilayah Traxen," jelas Lion.

"Para warlock, kenapa tiba-tiba para bajingan keras kepala itu bersatu? Bukannya mereka itu saling membunuh untuk menyerap mana?" Ujar Lucion malas.

"Itu yang akan kita cari tahu," balas Lion.

"Ck, apa sih guna kuil?" Ejek Lucion. Ia memainkan pena yang ada dimejanya, "Apalagi paus menjengkelkan itu, dia selalu berkoar bahwa kekaisaran akan aman dari sihir hitam," lanjut Lucion dengan tertawa terbahak.

Lion diam saja mendengar ejekan Lucion, bisa-bisa dia ikut terlibat jika menimpali ucapan Lucion.

Memang diantara kesatria hitam mereka sudah tahu bahwa Paus dan Lucion bermusuhan. Sebenarnya dimulai dari Lucion yang dibanting ke lantai oleh sang paus, ya salah Lucion sendiri karna menantang paus disaat Lucion baru mulai belajar ilmu pedang.

Jadinya berkat itu, Lucion selalu berlatih agar dapat mengalahkan Paus. Keduanya banyak kesibukan hingga tak pernah bertemu, apalagi saling menghajar satu sama lain.

"Aku tidak tau kau merindukan ku sebegitunya."

Lucion dan Lion sontak menoleh kesumber suara, seorang pria dengan rambut cream panjang dan mata berwarna emas berdiri disana sambil tersenyum lebar.

Brak!

Lucion menggebrak meja, "Kakek tua?! Apa yang kau lakukan disini?" Teriak Lucion kesal.

Paus Lunius, paus yang sudah berumur seratus tahun namun tak kunjung mati, bahkan wajahnya masih tampan diumurnya yang sudah seratus tahun.

"Tentu saja untuk bertemu denganmu," jawab Lunius santai. Ia berjalan dan duduk dikursi didekat meja Lucion, "Kenapa? Kau ingin mengusirku? Tanyakan langsung saja ke yang mulia kaisar," ucap Lunius santai.

"Kakek tua menjengkelkan, kau sebaiknya jangan membuat emosiku naik lagi. Kau itu sudah tua, kau mau cepat keriput jika menambah dosa?" Ejek Lucion dengan tangan bersidekap didada.

"Aku masih tampan kok, tidak percaya? Lihat disurat kabar, 10 calon suami idaman. Aku ada diurutan ketiga," Balas Lunius sambil tersenyum, "Kurasa kau yang harus menahan amarah, kau tidak takut keriput diumurmu yang sekarang?" Ejeknya tanpa ampun.

Keduanya saling menatap dengan kilatan petir jika dilihat lebih dekat. Lion dengan teratur mundur, takut jika akhirnya harus kena pukul jika ada didekat sana.

"Berhentilah bertengkar! Kita harus mendiskusikan soal pekerjaan bukan balas dendam. Jika kalian ingin baku hantam, diluar saja."

Kini seluruh perhatian berpusat pada gadis cilik yang mungkin baru berumur 12 tahun dari tampilannya. Dia berambut merah muda yang dikepang dua, dan dia bersama dengan seorang pemuda berusia awal 20an.

"Untuk apa ada bocah disini?" Tanya Lucion tanpa sadar.

Buk!

Lucion mengaduh kesakitan saat sebuah buku besar menghantam kepalanya, "Bocah kurang ajar, aku berumur lebih dari 100 tahun jika dibandingkan denganmu," kata gadis? Wanita? Apapun dia.

Our Papa Is A Grand Duke!Where stories live. Discover now