Bab 49

64 12 19
                                    

Ketika aku tiba di gedung pemerintahan, semua orang yang ada di halaman langsung terkesiap. Beberapa dari mereka bahkan berlari ke dalam gedung karena mendapat berita penting untuk disebarkan, sementara sisanya mematung di tempat masing-masing, terlihat nyaris pingsan.

Aku turun dari punggung Beast dengan wajah heran. Seingatku Beast sudah menutupi permatanya sehingga tidak ada apa pun dari kami yang menarik perhatian orang-orang. Kemudian aku teringat kalau seluruh Andarmensia mengira diriku dan Beast sudah tiada.

"Apa kehadiran kita sebegitu menyeramkannya?" tanya Beast, yang belum diberi tahu soal apa yang terjadi.

"Uh... sebenarnya Santiago sempat memalsukan kematian kita."

Sontak Beast menoleh ke arahku. "Sungguh? Pantas saja mereka seperti melihat hantu."

Aku sibuk merapikan pakaian sebelum masuk ke dalam gedung. Tiba-tiba saja, cahaya bersinar di sekitar nagaku, diikuti embusan angin kuat yang langsung membuat sudut-sudut pakaianku terlipat lagi.

Ketika cahaya tadi surut, mulutku nyaris ternganga. Kulihat Beast malah kembali ke wujud manusia. Kendati kali ini dia bukan lagi pria paruh baya dengan tampang membosankan yang tidak punya semangat hidup. Walau wajahnya tidak jauh berbeda dari sebelumnya, tapi kali ini terlihat sisa-sisa rupa naga Beast. Mata reptil ungunya masih terpampang jelas, sementara di sekitar wajahnya terdapat sisa sisik hitam. Tanduk mencuat di antara rambut Beast, menyesuaikan dengan ukuran kepalanya sekarang. Tubuh yang kali ini lebih besar dibandingkan sebelumnya. Sebagai pakaiannya, Beast mengenakan busana resmi yang nyaris serupa dengan milikku.

Aku bersedekap bingung. "Aku mengembalikanmu menjadi naga supaya kau bisa berubah menjadi manusia?"

"Ini bukan karena aku suka dengan wujud manusia, ya," Beast segera menegaskan. "Kupikir selagi aku punya sihir, maka lebih baik aku mengekorimu ke mana-mana."

Aku mengerutkan dahi. "Kenapa tidak kecilkan saja ukuran tubuh nagamu?"

"Yang benar saja, Cassie?" Beast terlihat jengkel. "Menurutmu mana yang lebih menyeramkan, naga berukuran kecil atau ini?"

Beast punya argumen yang cukup bagus. Aku jelas akan lari jika melihat pria dewasa sangar berfisik abnormal seperti yang ada di hadapanku saat ini.

Aku mengedikkan bahu. "Ya sudah, ayo ikut. Jangan takuti orang sembarangan."

"Aku tidak bisa berjanji soal itu," Beast menjawab dengan wajah sok kecewanya.

Daripada membuang waktu untuk berdebat, kami memilih masuk ke dalam lobi. Keberadaan Beast tidak membantu sama sekali karena reaksi orang-orang semakin tidak keruan. Rasanya kami dikelilingi oleh patung, tetapi bola mata mereka bergerak mengikuti kami.

Berhubung Beast agak berengsek, tentu saja dia harus melotot ke semua orang yang melihatnya. Sesekali dia menggeram, membuat orang-orang kabur seketika.

"Beast," desisku. "Kalau kau mau membuat masalah, kembali ke luar!"

Wajah Beast mengerut jengkel. "Kau membosankan sekali, Cass."

Belum sempat kami tiba di ruang kerja Madam Jackson untuk melaporkan kepulangan kami, wanita itu sudah terlihat dari kejauhan bersama Mr. Lormant. Beberapa anggota dewan turut mengikuti mereka dari belakang. Ketika melihatku dan Beast, langsung saja semua orang berhenti melangkah.

Aku dan Beast berjalan lebih cepat, tetapi tetap menjaga ketenangan karena tidak ingin membuat para anggota dewan lari. Ketika sudah dekat, segera kusapa Madam Jackson dan Mr. Lormant.

"Ma'am, sir," panggilku. "Saya tahu ada banyak yang perlu dijelaskan."

"Miss Adams?!" Madam Jackson menyebut namaku dengan nada tidak percaya. "Kau masih hidup?"

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryDonde viven las historias. Descúbrelo ahora