Bab 45

63 13 8
                                    

Latihan kemarin berakhir dengan baik. Dengan demikian, hari ini aku bisa mulai mempelajari sedikit mengenai penyerangan.

"Bentuk penyerangan paling dasar biasanya berbentuk energi murni," jelas Jacob. "Artinya, penyihir membentuk langsung energi yang mereka miliki sesuai dengan serangan yang mereka inginkan. Misalnya, kalau kau ingin membentuk bola, maka bayangkan saja energimu mengalir ke tangan dan berkumpul menjadi bulatan bola energi."

Aku masih belajar membiasakan diri dengan pergerakan energi di dalam diriku, tetapi tidak sulit lagi untuk mengenali kehangatan yang menguar dalam diriku tatkala arus sihir mengalir deras ke telapak tangan, menciptakan sensasi agak panas di bagian tersebut. Cahaya keemasan terbentuk beberapa detik setelahnya.

"Bagus, kau tinggal mempercepat prosesnya," komentar Jacob. "Sekarang, lepaskan seranganmu."

"Bagaimana cara melepas serangan?" Aku mengarahkan tanganku ke area yang kosong di depan, tetapi bola bercahaya di tanganku masih tidak bergerak.

"Gunakan pikiranmu lagi untuk melepaskan energi dari tanganmu."

Kulakukan apa yang Jacob ajarkan dengan membayangkan pergerakan energi itu jauh ke depan, tepat ke target yang kutuju. Barulah setelahnya bola bercahaya itu melesat ke depan saat kudorong. Berhubung kami berada di dunia roh, tidak ada objek yang hancur. Bebatuan gua naga bercahaya sekejap ketika menerima serangan, lalu kembali seperti semula.

"Ini melelahkan," aku mengeluh sembari mengeyahkan sihir dari diriku. Telingaku kembali berdengung, masih mempertahankan gema nyanyian leluhur. "Aku tidak tahu kalau sihir banyak melibatkan pikiran."

"Pikiran dan konsentrasi adalah dua hal terpenting," Jacob membenarkan.

Aku mendengus lelah. "Kau bicara seolah sangat mengenal dunia sihir. Aku penasaran bagaimana Draig melatihmu untuk semua ini."

"Kau mau istirahat atau lanjut latihan?" tanya Jacob. Aku melirik ke arahnya dengan salah satu alis terangkat samar, merasa agak heran karena peralihan topik yang tiba-tiba itu.

Aku menoleh ke arah Beast, yang ternyata juga menoleh ke arahku dengan tatapan penasaran serupa. Kami sama-sama mengamati Jacob, kemudian Varos. Naga ladre itu tidak menyadari tatapan kami karena sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Jadi bagaimana?" tanya Jacob lagi.

"Kita lanjutkan," aku memutuskan. Biar bagaimanapun, aku masih punya tenaga dan dengan demikian tidak ada alasan untuk menyia-nyiakan waktu.

"Kita lanjutkan sampai makan malam, kalau begitu," Jacob memutuskan. "Sejauh ini proses latihanmu sudah cukup bagus. Aku menyesal sempat meremehkanmu di awal."

Aku pura-pura terpana. "Senang bisa mengubah persepsi Anda, Mr. Daur."

Jacob memutar bola mata. "Lanjutkan latihanmu dengan benar dan jangan buat aku menyesal."

Selagi aku berlatih membentuk bola energi dan melepaskannya ke target sasaran, Miguel, sang penunggang ur, datang ke tempat kami berada. Aku tidak menyimak apa yang mereka bicarakan gara-gara sibuk membentuk bola energi yang lebih besar.

"Dia belum siap," kudengar Jacob mendesis keras. Di saat itulah perhatianku mulai tertuju pada percakapan mereka.

"Ini situasi genting, Jacob," Miguel membalas kesal. "Kita tidak bisa menunggu lebih lama."

"Situasi seabad lalu juga genting tapi kita tidak gegabah," Jacob mengingatkan. "Ini cuma masalah satu orang."

"Kau sungguh berpikir demikian?" tanya Miguel, terdengar sangsi. "Apa kita harus menunggu seisi dunia hancur dulu baru membiarkan Cassidy keluar?"

Iltas 3: A Dance of Fire and SorceryDove le storie prendono vita. Scoprilo ora