22. Danau

31 3 0
                                    

Segala duka itu, jangan kau bawa sendiri. Bawalah bersamaku, aku bersedia.

***

Di sore hari, masih berbalut dengan seragam sekolah, dua remaja duduk diatas motor vespa yang sengaja dikendarai dengan pelan, ditemani dengan mendung yang perlahan pergi menghilangkan warna sendu dilangit dan seolah juga ikut membawa pergi perasaan sendu yang ada dihati Ara.

Ardo yang sedari tadi hanya diam, sesekali melirik Ara dari kaca spionnya. Perasaan tidak baik-baik saja diwajah perempuan itu kian melebur, sepertinya. Raut wajah sendu saat sepulang sekolah kini tak sejelas tadi. Ardo bernafas lega melihatnya.

"Mau jajan apa?" Tanya Ardo sedikit berteriak, suaranya bersanding dengan riuhnya kendaraan di jalanan sana.

Ketika perempuan itu datang menghampirinya tepat setelah bel pulang berbunyi, menatapnya dengan tatapan sayu, Ardo mengerti ada hal yang tidak menyenangkan dihari perempuan itu. Tidak seperti biasanya. Ardo lebih suka raut sebal yang biasa Ara tunjukkan daripada raut sendu itu.

"Ayo gue traktir jajan" Kata yang sempat Ardo ucap sepulang sekolah tadi. Mencoba menghibur. Entahlah, perkataan itu muncul begitu saja.

"Terserah, kan kamu yang traktir" Jawab Ara yang baru menyadari sepanjang perjalanan mereka, laki-laki itu hanya diam dan baru mengeluarkan suaranya.

"Jangan terserah, kalo terserah gak jadi gue traktir" Ancamnya. Jawaban terserah itu cukup membingungkan bagi laki-laki, tidak hanya laki-laki bahkan hampir semua orang.

"Yaudah" Ara tak mempermasalahkannya. Ia tak punya banyak energi hari ini. Juga baginya berkeliling disore ini bersama laki-laki itu sudah terasa cukup. Suasana hatinya tak seburuk sebelumnya.

"Yaudah, ikut gue" Ardo membelokkan setirnya ke kiri ketika berada dipertigaan jalan yang mereka lewati.

"Kemana?" tanya Ara.

"Buang lo" jawab Ardo asal. Selalu seperti itu.

Ara hanya menghela nafas dalam. Menghiraukan. Sekalipun sebenarnya ia ingin sekali menjitak laki-laki yang ada didepannya ini.

5 menit berlalu, motor milik Ardo dibawanya mengelilingi setengah danau dan berhenti dikursi kayu yang ada disana. Mereka pergi ke sebuah danau dengan banyak pohon disekelilingnya. Ada beberapa kursi yang bisa diduduki siapa saja, juga ada beberapa angsa yang berenang didanau sana.

Ardo turun dari motornya diikuti oleh Ara, lalu duduk dikursi kayu dan kembali Ara mengikuti apa yang dilakukan laki-laki itu.

Ara memperhatikan sekitar, memandangnya takjub. Indah. Ara sangat menyukai tempat seperti ini. Menghirup udara disana kemudian menghembuskannya bersama segala keresahan dalam dirinya.

Senyum kecil terbit dibibir Ardo, menatap Ara yang kini tengah menutup matanya, anak rambutnya dibiarkan berterbangan ringan, senyum kecil juga terukir diwajah perempuan itu.

"Kalo lagi gak baik-baik aja, bilang aja, bilang gimana supaya gue bisa bantuin ngilangin perasaan itu" ucap Ardo membuat Ara membuka kembali matanya.

"Hah?" Ara mendelik, dahinya terlipat mendengar kalimat Ardo. Cukup terkejut dengan pernyataan laki-laki itu.

Ardo mengalihkan pandangannya, dibuat bingung sendiri dengan perkataannya barusan.

"Gausah geer, muka lo melas, sepet gue lihatnya" Elaknya tak ingin dianggap sok perhatian.

Ara mendengus mendengarnya "Aku nggak kenapa-kenapa juga lagian, sok tahu banget"

Ardo menoleh lagi "Tatapan sayu, raut wajah yang lesu, juga helaan nafas kasar berkali-kali sedari tadi, yakin masih bilang gak kenapa-kenapa?"

Ara tertegun mendengarnya. Apa kelihatan banget ya, raut kesedihan diwajahku? Tanyanya pada diri sendiri.

Diam. Cukup lama. Berganti Ara yang mengalihkan arah pandangannya.

"Mumpung gue lagi baik hati" Ardo menyenderkan punggungnya dikursi kayu, masih menunggu apa yang akan Ara katakan.

"Beneran boleh minta bantuannya?" Ara menoleh, membiarkan laki-laki itu tahu kalau memang dia sedang tidak baik-baik saja hari ini.

"Boleh" balas Ardo. "Anytime, Ra. Segala duka itu, jangan kau bawa sendiri. Bawalah bersamaku, aku bersedia." lanjutnya dalam hati. Ia mau untuk menjadi seseorang yang bisa membuat perempuan itu lupa akan segala perasaan buruknya. Ardo akan selalu bersedia menjadi bagian dari pelebur kesedihan itu.

"Yaudah, how's your day?" Tanya Ara membuat Ardo terheran dengan pertanyaan barusan.

"Lah! bukannya gue yang seharusnya nanya itu?" Ujar Ardo berseru. Kembali duduk tegak. Tidak lagi bersandar pada kursi kayu.

"Nggak juga"

"Kenapa?"

"Ngilangin perasaan buruk itu nggak harus ditanya hariku seperti apa, nggak harus aku ceritain masalahku. Kadang ngobrol dan dengerin cerita orang lain lebih bisa bikin aku lupa sama kesedihan yang aku rasain, karena saat itu aku hanyut dalam obrolan dan cerita mereka" Jelasnya.

Ardo akhirnya mengangguk paham, cukup logis juga pemikiran perempuan itu. Adakalanya kita memang tak perlu membiarkan pikiran kita untuk terus hanyut dalam hal-hal yang berbau kesedihan.

"Oke, gue mulai"

Ara mengangguk, tersenyum simpul mendengarnya.

Ardo berkesiap menceritakan apa saja yang sudah dia lalui hari ini, hari kemarin atau hari-hari lalu yang sudah tertinggal dibelakang. Membiarkan perempuan itu hanyut dalam ceritanya juga obrolan-obrolan mereka disore itu.

Obrolan yang saling bertaut. Obrolan yang nyaman bagi Ara, dengan sisi lain dari laki-laki itu, sisi lain yang tidak menyebalkan. Bisa dibilang Ara betah-betah saja dengan obrolan ini. Cerita-cerita Ardo juga berhasil membuat Ara hanyut didalamnya. Sesekali Ara juga ikut menceritakan beberapa hal dalam hidupnya. Bukan cerita yang mendalam hanya cerita-cerita kecil yang cukup menyenangkan untuk dikenang.

Didanau yang tenang, dengan angin yang menyapa lembut kulit, bersama Ardo kini, Ara perlahan melupa pada kesedihan yang sempat terasa.

"Makasih" Satu kata yang terucap dari mulut perempuan itu.

"Huh. Capek gue ngobrol, haus. Traktir!" Keluh Ardo yang sebenarnya itu ialah kebohongan, ia tidak capek, bahkan mau-mau saja kalau harus melanjutkan obrolannya lagi. Tapi untuk haus, ia jujur akan hal itu.

Kali ini Ara tak merasa kesal dengan permintaan Ardo "Mau minum apa?"

"Apa aja"

"Nggak jadi aku traktir kalo gitu" Ara balik mengancam, seperti apa yang Ardo lakukan saat mereka masih dijalanan tadi.

"Dih, ikut-ikutan"

"Biarin"

"Gue traktir makan deh, gue udah bilang mau traktir tadi. Kalo lo mau apa?" Ardo justru bertanya balik, belum juga menjawab pertanyaan Ara.

"Kalo mau kamu?" Tatapan Ara mengarah sepenuhnya pada Ardo. Menatap laki-laki itu lekat. Serius.

Dahi Ardo terlipat menuntut penjelasan "Maksudnya?"

"Ya-a, aku mau kamu" Jawab Ara masih dengan gerak tubuh dan ekspresi yang sama. Ardo juga mulai ikut memasang wajah seriusnya.

Ardo terdiam, susah payah menelan salivanya. Masih mencerna perkataan Ara. Bingung harus mengatakan apa.

"Bercanda haha" Ara menggeplak lengan Ardo yang mematung. Tertawa renyah melihat ekspresi wajah laki-laki itu.

"Fuck lo, Ra" Ardo langsung membuang pandangannya ke arah lain, membiarkan Ara yang masih saja tertawa meledeknya.

"Seneng?" Ketus Ardo.

"Banget" Jawab Ara bersama tawanya yang mulai mereda.

"Dahlah, jadi nraktir gak?" Tanya Ardo masih dengan nada ketusnya. Bisa-bisanya dia menganggap pernyataan Ara seserius itu.

"Jadi. Ayo!" Ara berdiri dari duduknya diikuti oleh Ardo, berdiri disamping perempuan itu berancang seperti hendak menonjok muka Ara. Masih kesal dengan perempuan itu.

Bersambung...

Terimakasih buat yang udah sempetin baca <3

Semoga (On Going)Where stories live. Discover now