11. Kala Senja

112 11 1
                                    

Senja itu cantik. Namun makhluk sepertimu, juga tak pernah kalah dalam membuatku tertarik.

***

Hari sabtu. Hari libur yang membuat Ardo merasa sepi, karena kini ia hanya di rumah bersama mbok inem--ART nya. Mamanya tengah sibuk berada dikantor mengurus perusahaan.

Setelah meninggalnya sang papa, mama Ardo lah yang memilih untuk mengurus perusahaan almarhum papanya. Wanita paruh baya itu mencoba menyibukkan diri, agar tidak terus terfikirkan dengan suaminya yang telah pergi.

Mama Ardo yang setelah menikah banyak menghabiskan waktunya di rumah atas perintah suaminya itu, kini ia tak bisa berlama-lama di rumah jika tidak ada Ardo disana. Sama seperti Ardo, wanita itu seringkali sesak merasakan suasana rumah yang telah berkurang penghuninya.

Ardo bersiap diri untuk pergi ke suatu tempat yang mungkin bisa membuat rasa bosannya menghilang.

Kini, ia sudah berjongkok disamping makam papanya. Membersihkan daun yang berjatuhan ditempat yang saat ini menjadi rumah papahnya, dan kemudian meletakan bunga disana. Ia mengadahkan tangan berdoa untuk laki-laki hebatnya ini.

Setelah mendoakan papa nya, seperti biasa laki-laki itu akan bercerita pada sang papah bagaimana hari-harinya berjalan.

"Pah" ucapnya lembut seraya mengusap batu nisan papa nya.

"Tau nggak, rumah rasanya selalu sepi setelah papa pergi. Mama sibuk ngurus perusahaan, kadang kasian juga lihat mama kecapean. Tapi itu pilihan mama, mama akan merasa lebih sakit kalo nggak ngelakuin kesibukan itu, pah"

Ardo menghela nafas panjang sejenak.

"Pah, bentar lagi Ardo lulus SMA. Ardo janji mau kuliah yang bener biar bisa jadi orang keren kaya papa. Ardo pengen belajar sama papa lagi, Ardo suka belajar apapun sama papa"

"Tau nggak pah? Kemarin om Pram dipanggil guru BK lagi mewakili mama. Ardo kena hukuman lagi pah, telat upacara untuk yang ke 5 kalinya. Tapi janji deh, itu yang terakhir panggilan orang tua dari guru BK"

"Tapi lihat deh, pah, juara turnamen lagi. Iya dong, coach nya kan papa" Ardo mengambil medali perak di sampingnya dan menunjukkan kepada sang papa.

"Aku sekarang kalo nonton bola dirumah Reno sama Dito, kadang juga kerumah om Pram. Dirumah gak ada temen nonton bola, nggak ada papa lagi soalnya" Ardo menahan sesak didadanya teringat saat ia hidup bersama papah nya.

Om Pram ini adalah satu-satunya adik dari papa Ardo, dia cukup akrab dengan Ardo. Usianya cukup muda dan baru saja menikah 2 tahun lalu. Sedangkan papanya Reyna itu kakak dari mamanya Ardo.

Disisi lain, seorang perempuan yang baru saja mengunjungi makam neneknya setelah beberapa bulan tidak kesana, tak sengaja melihat sebuah pemandangan haru yang membuat hatinya melunak.

"Pah?" Tanya perempuan itu penasaran pada dirinya sendiri.

Perempuan itu masih saja memandang Ardo dengan sungguh, sembari mengingat waktu pertama kali ia bertemu dengan laki-laki itu di ruang BK.

"Jadi waktu itu dia bersama om nya?" Batinnya.

Perempuan itu tertegun mengetahui bahwa laki-laki ini sudah tidak mempunyai sosok ayah didalam hidupnya. Terlebih, saat Ardo bercerita tentang bagaimana harinya berjalan kepada papanya. Jujur, adem banget dan juga iba melihat pemandangan itu. Ardo kelihatan soft banget kala itu.

Tak ingin menjadi manusia yang tak menghargai privasi orang lain, Ara memilih untuk berhenti mendengarkan apa yang Ardo ucapkan, dan memilih pergi dari sana.

Semoga (On Going)Where stories live. Discover now