2 - You, Who Are Never Be Mine

53 5 0
                                    

Video credit: yankat

SMA Antares Jakarta, Tahun 2015

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SMA Antares Jakarta, Tahun 2015..

Aku duduk terdiam di pinggir lapangan basket sambil menatap awan yang bergerak lembut. Aku menghela napas dan menunduk. Tanganku bergerak memainkan bola basket yang sedari tadi ada di sebelahku.

"Cakra! Tungguin!!" seru seseorang cukup kencang hingga membuatku menoleh ke sumber suara itu.

Seorang perempuan tengah berlari menyusul seorang lelaki yang berada di depannya. Perempuan itu terlihat kesulitan karena barang bawaannya sedangkan sang lelaki hanya tertawa melihat perempuan itu. Semua terekam dengan jelas di otakku. Bagaimana sang lelaki akhinya mengambil alih barang bawaan sang perempuan. Bagaimana sang perempuan akhirnya tersenyum dengan manis kepada lelaki itu. Aku meringis melihatnya.

Bagaimana rasanya menjadi Bang Cakra yang bisa melihat terus menerus senyum Ka Safa?

Ya, aku mengenal mereka dengan sangat baik. Bang Cakra yang merupakan anggota tim basket sekolah yang merupakan rekan satu timku serta Ka Safa yang merupakan orang yang aku sukai secara diam – diam. Aku kembali menghela napas mengingatnya. Sudah beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk menyerah untuk berjuang memiliki Ka Safa. Hari yang sama dengan resminya Bang Cakra dan Ka Safa berpacaran. Namun rasa sakit itu masih membekas bersamaan rasa suka yang aku yakini masih ada dalam diriku. Sesulit ini ya melepaskan orang yang kita sukai?

***

Pertama kali aku bertemu Ka Safa adalah ketika aku tengah bermain basket bersama teman sekelasku setelah pulang sekolah. Saat itu aku dan teman – temanku masih belum mengikuti ekskul dan memang kami baru masih SMA ini sekitar 1 minggu. Saat itu bola basket yang ku lempar tidak sengaja mengenai Ka Safa yang tengah melewati lapang basket sambil membawa sebuah kardus besar. Bola basket itu berhasil membuat kardus terjatuh dan isinya berserakan di jalan.

"Ya ampun, Ka. Maaf, gue ga sengaja," seruku sambil membantu untuk membereskan isi kardus tersebut.

"Eh, gapapa, gapapa. Salahku juga, harusnya tadi aku lewat koridor, hehe," ujarnya sambil tertawa kecil.

Saat itu aku menyadari ada suatu hal yang aneh padaku ketika mendengar balasan Ka Safa dan mendengar tawa kecilnya. Jantungku berdegup sedikit lebih cepat. Degupan itu semakin aku rasakan lebih cepat ketika Ka Safa berterima kasih padaku karena sudah membantunya membawa kardus yang besar itu ke ruang lukis.

"Terima kasih ya, em.... Farel," ucapnya saat itu sambil tersenyum manis.

Namun, aku yang masih cupu akan dunia merah jambu itu masih belum menyadari bahwa aku menyukainya. Hal itu menjadi yang paling aku sesali hingga saat ini. Jika saja aku sudah menyadari rasa sukaku saat itu, mungkin kenyataan saat ini akan berbeda?

***

"Lo serius mau ikut ekskul lukis juga?!" tanya teman sekelasku sekaligus teman sebangkuku, Eric.

Between You & IWhere stories live. Discover now