DelapanBelas

112 28 2
                                    

•• 🧡 Terima kasih 🧡 ••

•• Selasa, 14 Februari 2023 ••

••• 🍇 SELAMAT MEMBACA 🍇 •••

••🌻••

"Aku tidak berpikir bahwa semua itu salah ku. Karena sebenarnya itu memang salah ku."

Ruang rapat yang besar dan luas itu terasa sunyi. Bagaimana hanya ada Irfan dan Bagas di dalam ruangan itu.
Dikas dan Nanda memilih untuk berada di luar dan membiarkan keduanya menyelesaikan masalah mereka berdua di ruang rapat.

"Bagas, kita bicarakan nanti. Fokus utama kita harus menemukan mahasiswa yang hilang itu." ucap Irfan ke Bagas.
Laki-laki itu berdiri tepat di depan Bagas yang diam tanpa expresi itu.

"Nyawa mereka tidak berharga." kalimat dari Bagas membuat Irfan kesal.

"Bagas!"

Bagas mendongak sambil terkekeh kecil. "Aku mengingat jelas apa yang kau katakan kepada kami soal kasus kematian Mawar Ranzan. Apa kau lupa?!" tanya Bagas.

"Kau masih akan tetap mendebatkan hal itu? Bagas, ini bukan saatnya. Nyawa seseorang ada di ujung tanduk. Jika dia mati, bagaimana?!" ucap Irfan.

"Itu kesalahannya sendiri, karena mengumpulkan dan menyimpan artikel itu. Itu yang kau katakan juga untuk korban Mawar Ranzan, bukan?" ujar Bagas.

Bagas seperti memprovokasi Irfan yang berusaha untuk tenang itu. Tapi Bagas terus menyudutkan Irfan berkali-kali.

"Kau memang tidak mengerti, Bagas." ucap Irfan.

Bagas mengangguk setuju. "Aku memang tidak mengerti. Bukan hanya aku, Tapi juga dengan Dikas dan Nanda. Semua yang kau katakan memiliki sebuah tanda tanya yang besar. Kau terus saja mengatakan hal-hal yang membingungkan! Dan kau selalu selangkah lebih dulu dari kami. Jadi, bagaimana kami bisa mengerti dirimu?!" terang Bagas.

Irfan berdecak kesal. "Kenapa kau sangat mempermasalahkan itu? Kita hanya rekan tim. Tidak semuanya harus kita katakan."

Bagas kembali mengangguk. "Kau sangat benar. Tapi, yang kau sembunyikan itu memiliki informasi penting,"

"Aku akan memberikan mu penawaran. Jika kau menjelaskan situasi kali ini aku akan membantumu untuk mencari mahasiswa itu. Jika tidak. Aku akan meminta Dikas dan Nanda tidak ikut campur. Kau seorang polisi dan sebelum berada di Tim ku kau selalu bertindak sendiri, bukan? Jadi kau bisa lakukan sesuka hati mu." ujar Bagas.

Irfan menggeleng. Laki-laki itu berdecak kesal dan menggebrak meja itu dengan sangat keras. Memberikan suara keras di ruangan itu.

Bagas tidak perduli dan laki-laki itu sudah cukup kesal dengan Irfan yang tetap bungkam itu. Bagas memilih untuk pergi saja, tapi ketika dia sudah memegang gagang pintu itu, Irfan akhirnya membuka suara.

"Aku tidak berpikir bahwa itu semua adalah salah ku. Karena sebenarnya itu salah ku." kalimat dari Irfan membuat Bagas membeku.

"Aku berusaha keras tidak membuka mulut ku, karena aku tidak ingin ada yang mati lagi." lagi Irfan berkata sesuatu yang membuat Bagas semakin terdiam.

Kembar Where stories live. Discover now