55. Mati otak

Beginne am Anfang
                                    

"Gua gak pantas di sebut sebagai kakak kan? Gua emang gak pantas! Lo bisa lihat, kedua adek gua sama-sama sakit terlebih Revano. Sementara gua disini, gak ada guna-nya! Bukan kah lebih baik gua mati?"

"KAK!" tegur Ellina, ia bangkit dari duduknya. Menatap Gara dengan tatapan sedikit nyalang. Merasa tak terima dengan ucapan Gara.

"Lo bisa kembali ke Revano, Ell. Perbaiki semuanya, susun kembali hatinya. Adanya gua disini, malah menambah derita dia bukan?"

"Kak, Please stop! Mati bukan buat bahan candaan!"

"Gua gak bercanda Ellina!"

"Lo pikir, deritanya Revano hanya lo doang kak? Gue juga! Awal dari semuanya itu gue kak! Gue gak tau perasaan dia gimana saat gue ceritain lo di depan dia, bahkan gue bandingin Revano dengan lo di depan dia. Gua acuh sama perasaannya saat itu kak! Tapi sekarang gue sadar, perlakuan gua saat itu mungkin aja buat dia sakit hati."

"Jadi...jangan anggap cuma lo deritanya. Jangan anggap cuma lo yang salah. Karena nyatanya kita semua salah."

Tangis Ellina pecah, kedua tangannya terangkat menutupi wajahnya.

'Udah aku bilang, Aku sama Gara itu jelas berbeda, Ell. Kita punya porsinya masing-masing.'

"Aku juga jahat kak, hiks."

Hening.

Gara sama sekali tidak menyahut, lelaki itu terlalu larut dalam kekecewaan. Terlalu larut dalam rasa penyesalan. Apakah setelah ini, Revano tidak akan memaafkannya? Tidak apa, Gara rasa itu pantas untuk dirinya yang sudah jahat. 

***

Lampu ruang operasi padam, menandakan bahwa operasi telah selesai. Membuat mereka yang menunggu di luar bangkit, menunggu penjelasan dokter dengan harap-harap cemas.

Laskar, selaku ayah dari Revano dan Gavin maju beberapa langkah mendekati dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi setelah sama-sama berjuang 8 jam di sana.

"Dokter, bagaimana keadaan anak saya?"

"Gavin?"

"Saya ayah-nya."

"Saya ibu-nya."

Nilam, mengalihkan pandangan saat Laskar berbicara dengan lantang, mengakui bahwa Gavin adalah anaknya. Ingat, rasa sakit itu masih terasa.

"Karena peluru yang bersarang tepat dekat di otak, membuat kami, tim medis kesulitan. Terlebih pasien sempat mengalami pendarahan hebat dengan jangka waktu panjang. Maka dengan berat hati kami sampaikan operasi ananda Gavin, Gagal."

Deg!

Tubuh Meta lemas, kakinya bergetar hebat. Wanita itu seperti melayang. Apa katanya? Gagal? Meta di buat tak percaya. Apa-apaan ini?

"Gavin...enggak!" Meta menggeleng ribut. Gagal? Apa maksudnya?

"MAS...ANAK KITA! HIKS...ENGGAK!" Meta, menggoyangkan lengan Laskar. Tetapi lelaki itu masih saja terdiam, berusaha mencerna perkataan dokter di dalam otaknya.

"M-maksudnya gagal?" tanya Laskar pelan, jujur saja tubuhnya terasa enteng, pijakan kakinya terasa seperti Jelly, lembek sekali.

"Dan dengan berat hati kami menyampaikan ananda Gavin, di nyatakan Mati otak."

Deg!

GaReNdra (SELESAI)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt