Bagian 04.

106 15 14
                                    


"Ditusuk dengan jarum dari besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnya. Bukan begitu haditsnya, hm?"
.
.
.
.
.


Dua orang laki-laki sudah berada dalam sebuah ruangan. Mereka saling berhadapan satu sama lain, dengan posisi duduk di kursi masing-masing dengan sebuah meja yang berada di antara mereka. Suasana pun cukup menegangkan. Tatapan elang dari seorang laki-laki dewasa yang berusia sekitar dua puluh dua tahun, cukup membuat laki-laki remaja tujuh belas tahun itu tertegun dibuatnya. Kepalan tangan dari laki-laki dewasa itu juga cukup erat. Dialah Ustadz Abdan Arizky___seorang guru ilmu fikih sekaligus guru BK di sebuah Madrasah___Madrasah Aliyah Jakarta.

"Kamu apakan gadis itu?" Ketus Abdan.

Ravindra memejamkan matanya sejenak sembari menghela nafasnya berat, "ga ada di apa-apa kan ustdaz. Saya hanya membantu dia-"

"BOHONG!" Teriak Abdan sembari memukul meja dengan kuat. Ravindra tersentak kaget dibuatnya.

"Sumpah demi A-"

"DIAM!" Ucapan Ravindra lagi-lagi dipotong oleh Abdan.

"Jangan bawa-bawa nama Allah!" Ketus Abdan menatap intens Ravindra. Sedangkan Ravindra hanya merotasikan matanya seraya mengeraskan rahangnya.

"Siapa nama kamu?" Tanya Abdan.

"Ravindra Natharrazka"

"Anak baru?"

"Iya"

"Dari SMA?"

"Iya"

"Pantas saja kamu sama seperti laki-laki brengsek lainnnya, yang kelakuannya seperti iblis!" Ketus Abdan tanpa berpikir terlebih dahulu apakah Ravindra akan sakit hati dengan perkataannya.

Mendengar hal itu Ravindra memejamkan matanya, tangannya sudah mengepal, nafasnya memburu. Ingin rasanya Ravindra melepaskan pukulan mautnya ke wajah ustdaz yang ada di hadapannya ini.

"Ustadz, tolong jangan samakan saya seperti iblis. Ustadz tidak tau kah? Kalo seorang mukmin dengan mukmin lainnya tidak boleh saling mengolok-olok seperti itu? Apa lagi dengan menyama-nyamakannya dengan iblis?" Ujar Ravindra dengan nada bertanya seraya menatap Abdan. Dia tidak peduli bahwa dia sedang berbicara dengan siapa, yang ia tahu, apabila dia benar, maka dia harus bersuara.

"Jangan sok-sokan ngajari saya!" Ketus Abdan yang tidak terima dengan perkataan Ravindra.

Ravindra lagi-lagi menghela nafas beratnya, sungguh dia tidak mau memperpanjang masalah ini. "Okey ustadz, aku minta maaf. Untuk kejadian tadi, aku juga minta maaf," pungkas Ravindra.

Abdan tersenyum miring menatap Ravindra. Abdan mengambil sebuah buku bersampul hitam di atas mejanya. Mengambil pulpen yang juga berada didekatnya. Kemudian, Abdan menuliskan nama Ravindra di buku itu, catatan hitam perdana untuk Ravindra.

Ya Allah, Sabar!

Ravindra membatin di dalam hatinya. Sungguh, dia sangat lelah dengan masalah-masalah ini. Dia pindah sekolah karena tidak ingin ada masalah lagi. Tidak mau dicatat di dalam buku hitam itu lagi. Namun, baru saja dia menginjakkan kaki ke Madrasah ini, dia sudah tercatat di buku yang ingin dia hindari. Sepertinya, buku itu selalu mengikuti kemana langkahnya.

***


Di sebuah ruang kelas sudah berkumpul beberapa siswa dan siswi Madrasah Aliyah Jakarta. Mereka telah duduk rapi di tempat duduk mereka masing-masing. Di mana para laki-laki dan wanita duduk di tempat yang terpisah. Para laki-laki duduk di sebrang kanan para wanita. Sedangkan para wanita duduk di sebrang kiri para laki-laki. Kelas ini adalah kelas XI IPS 1 Madrasah Aliyah Jakarta.

Annora Untuk Ravindra [End]Where stories live. Discover now