Chapter 32.

4.8K 417 13
                                    

Selamat membaca 🌵

Bekasi mendung dan hujan dari semalam, dingin ... enaknya tarik selimut tapi lupa ada yang nungguin Abdi sama Bellona. Ada yang mau req apa ke mereka? Hal romantis atau drama lagi?

______

Akhirnya, Eva diizinkan kerja. Bellona bisa semudah itu mengubah keputusan yang beresiko tak besar. Hitung-hitung memberi kesempatan seseorang berubah menjadi baik.

Kali ini ia menguncir tinggi rambutnya, mematut diri di depan cermin sambil memastikan penampilannya bagus saat bekerja menjadi salah satu prioritasnya.

"Lona," suara ibu terdengar di ambang pintu kamar, ia berdiri dengan wajah biasa saja, tidak ada raut sesal atau sedih padahal semalam Bellona dan Abdi sudah bicara tentang fakta dirinya.

"Ibu mau pamit," katanya lagi.

"Iya." Bellona tak menatap, ia kini memasukkan ponsel dan dompet ke dalam tas kerja. "Ibu--"

"Terima kasih atas semuanya, Bu. Atas kebaikan Ibu dan Bapak rawat Lona dari kecil sampai saat ini. Seenggaknya Ibu dan Bapak nggak bunuh Lona." Kini mereka bertatapan. Bellona berjalan ke arah pintu, ibu mundur beberapa langkah. Kamar Bellona kunci, ia masukkan ke dalam tas kerja juga. Koper milik ibu sudah siap diseret ikut keluar dari unit apartemen itu.

Hati Bellona sedih sebenarnya, tapi ia sudah kecewa dengan rahasia yang ditutupi. Jika dari dulu ia tau, mungkin ia akan rela dijadikan pelampiasan dendam atau mesin penghasil uang karena kesalahan orang tua kandungnya dimasa lalu, nyatanya tidak, bukan?

Bellona wanita kuat, ia bisa menghadapi wanita yang selama ini dipanggil ibu dengan baik.

"Boleh Ibu peluk kamu?" katanya.

Bellona menggelengkan kepala.

"Oke. Semoga kamu sukses dan bahagia."

"Ibu juga." Begitu dingin, Bellona menatap lekat. Wanita itu berjalan ke arah pintu, dengan susah payah mendorong dua koper yang tidak dipedulikannya. Mati rasa, itu yang ia rasakan.

Kantor menjadi tempatnya melepas beban masalah pribadi, ia akan memimpin rapat lagi. Abdi sendiri sibuk di ruangannya, mereka belum bertegur sapa sejak pagi hari. Begitu padat kegiatan keduanya.

"Lona, jadi kita bisa kasih arahan sekarang ke semua mitra diluar kota untuk jalanin sistem promo ini? Harga jelas ada beda dibeberapa wilayah, kan, karena biaya hidup di sana besar?" ujar manajer pemasaran.

"Iya, Mas, nggak papa, tapi jangan terlalu tinggi supaya informasinya sama. Konsumen juga pasti paham. Untuk banner promosi, udah hubungi percetakan, wilayah masing-masing, 'kan? Saya mau semua dikontrol kita di sini, pusat. Supaya nggak ada korupsi dana pemasaran lagi di daerah. Kita mulai dari awal lagi."

"Iya, udah OK mereka. Pembayaran dimuka yang kita kasih, bikin kerja mereka cepet dan on time."

"Betul. Lalu, untuk rencana kita panggil owner tiap wilayah pemilik waralaba yang kita adakan gathering di Jakarta, gimana? Pak Abdi minta saya untuk siapkan dengan baik. Akomodasi kita tanggung, total berapa orang Mbak Vika?" tanya Bellona ke manajer legal.

"Total dua ratus delapan puluh orang, Lon. Hotel yang udah setuju yang kemarin diusulkan Pak Abdi, mereka juga udah kasih harga. Untuk tiket pesawat PP kelas bisnis juga udah fix kita pesan. Nanti stafku bantu koordinasi."

"Ok, Mbak. Nanti kita bikin panitia aja, kita harus jamu mereka dengan baik, supaya merasa dihargai karena gimana juga tanpa mereka kita nggak bisa jadi besar." Bellona lanjut membahan anggaran belanja perusahaan dan meminta pendapat juga ide tentang mensejahterakan karyawan supaya semangat bekerja dan loyal, reward itu penting untuk para karyawan.

His Alterego ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang