Chapter. 23

5.6K 473 15
                                    

Selamat membaca 🌵

"Nama asli Ibu, Ayu Wulandari, bukan Sri Wulan. Sengaja Ibu mengganti nama semenjak diceraikan Ayah kalian. Ibu ..., dulu bekerja sebagai wanita malam. Susahnya ekonomi membuat Ibu masuk ke dunia kelam, tapi tidak lama karena Ibu bertemu Ayah kalian dan kami dekat.

Ibu masih menjaga diri Ibu, karena saat bekerja di rumah bordil itu, Ibu ketakutan sehingga germo yang mengasuh Ibu, selalu menyiksa Ibu karena tidak mau melayani pelanggan. Sampai, Ayah kalian datang tidak sengaja, karena temani teman kerjanya yang memang bandel.

Ayah memilih Ibu, kami di dalam kamar tidak melakukan hal itu. Kami bercerita. Ibu masih dua puluh tahun dan Ayah kalian tiga puluh. Terpaut jauh usia kami, hingga Ibu merasa nyaman bicara karena sikap baik dan sopan Ayah kalian.

Singkat cerita, Ibu dibeli Ayah kalian dengan jumlah uang yang banyak. Kami pacaran diam-diam karena keluarga Ayahmu pasti melarang.

Setahun kami seperti itu. Ayah kalian bekerja di kantor, sedang Ibu kerja di swalayan dekat kantornya. Ayahmu dipaksa menikah dengan anak kolega Kakek kalian, Ibu pasrah dan meminta Ayah kalian menikahinya. Ternyata Ayah kalian nekat, kami kawin lari. Menikah diam-diam. Karena Ibu yatim piatu, jadi wali hakim yang menikahkan.

Ibu hamil Abdi empat bulan kemudian, Ayah bawa Ibu ke hadapan keluarga besarnya dan semenjak itu drama di mulai. Setelah Abdi lahir, Ibu sibuk urus Abdi. Ayah sibuk kerja dan masalah timbul karena syarat keluarga jika Ibu mau diterima ada di keluarga, Ayah harus memimpin perusahaan yang super besar itu.

Awalnya Ibu dukung dan setuju, tapi lama kelamaan Ayah kalian justru gila kerja karena kesuksesannya semakin meroket hingga mengabaikan Ibu.

Kami mulai ribut dan Ibu juga tau kalau Ayah kalian ditekan keluarga untuk pisah dengan Ibu tapi pergi tanpa membawa Abdi. Ayah kalian dipermalukan keluarganya sendiri karena berita tentang Ibu seorang wanita malam tersebar di pertemanan Ayah kalian dan itu memicu semakin besar masalah.

Ayah kalian mulai berubah dan berulah, Ibu bahkan sampai nggak tau apa dia laki-laki yang sangat Ibu cinta atau bukan. Ayah kasar, dan selalu marah-marah.

Ibu masih sabar karena berpikir Ayah begitu karena tertekan. Tetapi akhirnya Ibu sadar kalau tahta, bisa mengubah sifat seseorang. Ibu merasa Ayah mulai melupakan Ibu, ditambah keluarga memanas-manasi. Pilihan pun diberikan, tahta atau cinta. Lalu, Ayah kalian memilih tahta dan membuang Ibu.

Abdi diambil hak asuhnya karena Ibu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, tapi saat Ibu pergi, Ibu sedang hamil Bima dua bulan. Ayah tau, tetapi lagi-lagi, karena hasutan keluarga, Ayah percaya kalau Bima bukan anaknya, tapi anak pria lain." Wulan tersenyum.

"Ibu tidak pernah mencintai siapapun kecuali Ayah kalian, sampai detik ini. Walau Ibu dilupakan, tidak masalah. Karena Ibu punya kalian. Walau Abdi, kamu tumbuh besar tanpa Ibu. Ibu minta maaf untuk hal itu, ya, Nak. Uang berkuasa, Ibu tidak punya apa pun."

Abdi mengangguk, ia pria dewasa, jadi bisa lebih cepat paham keadaannya.

"Lalu, kenapa Ibu ganti identitas?" Abdi penasaran dengan hal itu.

"Ibu harus lakukan itu, karena ternyata, beberapa kali Ayahmu cari Ibu. Bahkan saat Ibu dan Bima tinggal di Bogor, Bandung, Semarang dan berakhir di sini. Ibu bekerja di salon, dengan sisa uang pegangan yang Ibu simpan diam-diam, Ibu bisa melahirkan Bima di Bandung. Di salon Ibu belajar banyak, bahkan sampai bisa mekap pengantin.

Hidup Ibu dan Bima harus berjuang mati-matian, bahkan Bima harus membantu Ibu berjualan makanan dari sore jam tiga sampai jam sembilan malam."

Abdi menoleh ke Bima yang membuang pandangan. Terlihat jelas perbedaan penampilan bahkan dari kulit pun, Abdi lebih putih dan bersih.

"Bima ngotot mau ketemu kamu, tapi nggak mungkin ke kantor. Akhirnya--"

"Akhirnya gue datang ke Jakarta dan diajak teman nonton tarung liar. Saat pertama kali gue lihat lo sebagai Joker, gue tau itu elo. Mata lo percis gue, turunan Ibu. Gue semakin yakin setelah buntutin lo ke parkiran motor. Lo diam-diam hapus mekap topeng Joker dan ... itu lo. Abdinegoro Byakta, Kakak gue yang sukses, pengusaha kaya raya, hidup enak dan nggak pernah susah!" bentak Bima. Ia beranjak, berjalan ke arah taman dengan penuh amarah.

"Di, samperin sana, kalian saudara kandung. Ibu udah selesai cerita, mau beli kue di toko Mbah Sari di depan. Bellona, bisa ikut Ibu? Nin, lihatin suamimu, takut kumat ngamuknya," kekeh Wulan kepada menantunya yang memangku bayi cantik cucu pertama Wulan.

"Iya, Bu," jawab Bellona seraya beranjak. Keduanya berjalan meninggalkan rumah. Sementara di taman. Bima menatap marah ke Abdi.

"Gue nggak tau lo ada, lo nggak berhak bentak gue kayak tadi, Bima." Abdi mencoba tidak kaku memanggil adiknya.

"Gue belum puas hajar lo! Gue belum puas!" bentak dan maki Bima tepat di depan wajah Abdi yang terlihat tenang. "Gue sama Ibu, berjuang untuk hidup. Disaat lo, enak-enakkan duduk di singgasana bareng Ayah. Lo makan enak, tidur nyaman, pergi ke mana-mana, dengan tag line anak pengusaha kaya raya. Padahal gue ada! Anak Ayah juga dan--"

Abdi menarik Bima, ia memeluk erat lelaki yang sudah memukulinya hingga babak belur.

"Lepas!" berontak Bima. Abdi diam, ia memeluk erat Bima. "Lepasin!" teriak Bima lagi. Ia mendorong Abdi, tapi sayang kekasih Bellona jauh lebih kuat menahan.

"Mas Abdi! Lepasin gue!" bentak Bima. Ia lalu diam. Panggilan Mas Abdi membuat Abdinegoro terisak.

"Maafin gue, Bim. Maafin. Gue nggak tau." Abdi memeluk Bima semakin erat. Air mata Bima jatuh, ia menangis juga. "Gue akan bayar semuanya. Gue janji, lo akan dapat hak yang sama. Maafin gue," lirih Abdi lagi.

Bima membalas pelukan Abdi, keduanya menangis. Hal itu membuat Istri Bima tersenyum dengan derai air mata.

***

"Bu, ke Jakarta, ya, berobat di sana?" ajak Abdi.

Mereka duduk di pendopo sambil menikmati makan siang.

"Ibu mana mau, Mas, takut ketemu Ayah," sela Bima.

"Ayah udah punya istri muda, kok, nggak akan nikahin Ibu. Ayah kan pilih tahta, bukan cinta," tukas Abdi.

"Ibu nggak mau rebut Ayah dari istri mudanya? Namanya Eva, mantan model majalah dewasa dan--"

"Mantan pacarnya Abdi juga, Bu," sela Bellona. Semua berhenti mengunyah, menatap ke arah Bellona yang mendadak malu sendiri.

"Cemburu, ya ...," goda Wulan.

"Nggak, Bu. Biasa aja, udah mantan, 'kan?" jawabnya sambil sesekali melirik ke Abdi.

"Bu, ayo lah, kita berobat. Abdi yakin Ibu bisa sembuh. Kirain Abdi Ibu sakit parah, kalau cuma batu empedu, dioperasi juga beres, Bu." Abdi melirik ke Wulan yang menggelengkan kepala.

"Ke Singapura atau Penang Malaysia aja gimana? Nggak ketahuan Pak Sena, 'kan?" usul Bellona. Abdi setuju, pun Bima dan istrinya.

"Ibu minum herbal aja, ya," tolak Wulan.

"Bu, please, biarkan Abdi rawat Ibu. Abdi mau Ibu panjang umur. Lihat Abdi nikah dan punya anak banyak. Ya, Lona," lirik Abdi lalu ia diam. Pandangannya ke penjuru arah.

"Kamu, ngelamar perempuan kok kayak gitu. Tolak aja, Lona," tegas Wulan. Bellona melotot ke Abdi yang mengulum senyum.

"Terima aja, mumpung waras otaknya, atau udah sembuh setelah gue pukul kemarin? Nggak gegar otak, 'kan, lo?" Bima menatap tajam Abdi yang tersenyum tipis.

"Bu, berobat di luar negeri, ya, biar Abdi temani. Urusan kantor biar Lona yang tangani," lanjut Bellona.

Lalu mendadak ia diam, ada ide lain muncul di kepalanya. Ia menoleh ke Abdi yang juga menatapnya.

"Isi pikiran kamu, sama kayak aku, nggak?" bisik Abdi.

"Kayaknya sama, Bima, 'kan?" sambung Bellona. Abdi mengangguk, mereka berdua menatap Bima yang sudah selesai makan lalu menatap heran ke pasangan di hadapannya.

"Kenapa kalian?" Bima terheran-heran. Bellona tersenyum lebar sementara Abdi menaikkan sebelah alis matanya.

bersambung,

Yak, itulah rahasia yang terkuak. Belum selesai, yes, masih ada misteri lain hehehehe

His Alterego ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora