Bagian 27

1 1 0
                                    

Satu minggu setelah kepergian Selene, kegiatan di kelas tetap berjalan seperti biasa. Hanya beberapa kali dosen yang masih keliru saat mengabsen nama dan nama Selene selalu disebut. Itu hal wajar, masih banyak yang terlalu terkejut dengan kepergian dari gadis pendiam itu.

"May, si Izzah belum pulang juga?" tanya Rara sembari merapikan mejanya.

"Belum," jawab Maya ikut memasukkan barangnya ke dalam tas.

"Dia gak ada kirim pesan?" Prily ikut bertanya dari arah belakang.

Maya tak menjawab, melainkan menunjukkan roomchat dengan Izzah. Pesan mereka berakhir satu minggu yang lalu saat ia menanyakan perihal Selene.

"Kira-kira Izzah ke mana, ya? Di kampus juga gak pernah kelihatan," ucap Rara.

"Kamu yakin dia ke rumah saudaranya, May?" sahut Prily.

"Aku juga gak tau, dia pamit ke aku ya gitu," jawab Maya sedikit kesal.

Namun, di dalam lubuk hatinya ia juga memikirkan ke mana perginya Izzah. Sudah satu minggu gadis itu tak ada kabar, bahkan tak kembali ke kost mereka. Di lingkungan kampus pun dirinya tak terlihat.

"Maya, ada yang nyariin nih!" jerit salah seorang temannya yang baru saja keluar kelas.

"Jangan-jangan Izzah," ucap Rara yang membuat mereka bergegas menuju pintu.

Rara yang berjalan lebih dulu malah terdiam saat melihat siapa yang memanggil Maya. Prily yang ada di belakang Rara juga ikut bungkam dan membiarkan Maya untuk berjalan di depan mereka. Maya yang tak merasa heran pun berjalan dengan santai untuk melihat siapa yang mencarinya. Sialnya, ia sama terkejut seperti Rara dan Prily.

"Hai," sapa orang itu tenang.

Maya melirik ke ara Rara dan Prily, namun kedua temannya itu tak ingin melakukan apa-apa dan memilih untuk tetap diam di tempat.

"Kamu, kamu ngapain ke sini?" tanya Maya gugup.

"Nih," jawabnya sembari menyodorkan sebuah plastik berwarna hitam.

Maya menerima plastik itu dengan rasa ragu. "Itu aku beli sebelum ke sini," lanjutnya saat plastik tersebut telah berada di tangan Maya.

"Apa ini?" Maya membuka plastik itu dan heran saat melihat isinya.

Rara dan Prily ikut melihat isi plastik itu, lalu terheran bersama. Mereka masih setia menyaksikan kejadian canggung di antara Maya dan Zaky di depan kelas mereka.

"Itu bibit bunga matahari. Tadi ada penjual bunga keliling," jawab Zaky diikuti dengan senyuman manisnya.

Maya masih tak mengerti apa maksud lelaki itu memberikan bibit bunga matahari padanya. Apa ia menyuruh Maya membuka lahan untuk bunga matahari?

"Aku titip bunga mataharinya di kamu. Kalau gitu, aku balik ke kelas dulu," ujar Zaky beranjak pergi tanpa persetujuan dari Maya.

Maya mencoba untuk memanggilnya untuk menjelaskan apa maksud dari lelaki itu, tapi tetap saja Zaky tak berhenti dan terus melanjutkan langkah menuju tangga. Bayangannya pun hilang saat menuruni tangga. Sementara Maya, Rara, dan Prily melihat kembali isi dari plastik tadi. Sebuah batang bunga matahari yang masih kecil di dalam sebuah pot.

"Dia ngasih ini buat apa?"

"Buat kamu jaga."

"Tapi ini bukan tentang bunga matahari."

---

Maya membawa pot bunga matahari yang diberikan oleh Zaky tadi siang. Ia membuka pintu kamar kost dan cukup terkejut karena pintu itu tidak terkunci, bahkan terbuka sedikit. Ia langsung masuk dan menemukan Izzah tengah berdiri di depan cermin seraya merapikan tatanan rambutnya. Gadis itu baru saja selesai mandi.

"Udah lama pulang, Zah?" tanya Maya menyambut Izzah dengan hangat.

"Baru kok. Rumput dari mana?" Maya mengernyit, rumput mana yang disebut oleh Izzah?

"Rumput kok kamu taruh di pot," ujarnya membuat Maya paham.

"Ini bunga matahari, Zah," balas Maya membuat Izzah kembali memperhatikan pot itu.

"Dari siapa?" tanyanya kembali menarik tubuhnya.

Maya ragu untuk menjawab pertanyaan dari Izzah. Ia takut bila memberitahu bahwa bunga tersebut dari Zaky, kemungkinan gadis itu akan bertanya lebih lanjut. Hal itu akan membuat Izzah mengorek informasi kenapa ia bisa dekat dengan Zaky.

"Ah, ini aku beli pas ada penjual bunga keliling," jawab Maya berbohong.

Maya kemudian menaruh pot itu di daun jendela dan kembali menutupinya dengan gorden. Ia kembali ke kamar untuk mengganti pakaian kampusnya dengan pakaian yang lebih santai. Tak lupa ia juga menjepit rambut agar tidak mengganggu aktivitasnya.

"May, aku mau ke tempat saudaraku lagi malam ini," ucap Izzah membuat Maya menoleh sempurna kepadanya.

Maya meninggalkan aktivitasnya yang tengah mencuci itu, lalu mendekati Izzah yang ada di depan pintu kamar.

"Maaf, Zah. Saudara kamu rumahnya di mana? Kalau kamu yakin pulang nanti aku bisa susul kamu," ucap Maya sehalus mungkin agar tak menyinggung Izzah.

Namun, gadis itu malah tersenyum. Ia memegang kedua bahu Maya dengan erat dan menatap mata gadis itu.

"May, aku tuh bukan mau kabur dari kamu. Saudara aku memang lagi butuh bantuan di rumahnya, kalau udah selesai aku pasti ke kost lagi," balasnya tak kalah lembut.

Maya hanya menganggukkan kepalanya pelan dan kemudian kembali ke dalam kamar mandi untuk melanjutkan aktivitas mencucinya. Walau dalam hatinya ia masih bertanya kemana perginya Izzah, tapi ia tetap bungkam untuk mencari kebenarannya sendiri.

"Apa yang sebenarnya Izzah tutupi? Apa benar ia pergi ke rumah saudaranya?"

TBC!

Journal Of LoveWhere stories live. Discover now