Bagian 9

3 1 0
                                    

Maya mengelus puncak kepala Izzah yang bersender di bahunya. Dirinya masih berada di bawah pohon tempat mereka bersembunyi. Sedari tadi Maya mencoba mencari cara dan alasan agar ia membawa Izzah pulang karena gadis itu terlanjur tak sadarkan diri.

Drttt... Drttt....

Ia memeriksa ponselnya, tak ada notif sama sekali. Namun, getaran itu masih tetap terasa hingga Maya meraba saku jaket Izzah.

Doni is calling...

"Dasar cowok gak tahu diri," gumam Maya dan langsung menggeser ikon merah di panggilan.

Suara live music yang berasal dari kafe masih terdengar cukup jelas. Maya juga menghitung sudah berapa lagu yang ia dengarkan dari bawah pohon itu. Sekarang bulu tangan Maya mendadak berdiri karena kencangnya angin malam. Ia sebenarnya bukan takut akan makhluk gaib, namun lebih takut Doni menemukan mereka di sini.

Maya membuka ponselnya dan beralih pada aplikasi pengirim pesan. Melihat banyaknya panggilan tak terjawab membuat Maya merasa tak enak hati kepada Rara dan Prily. Sebenarnya bukan masalah mereka mengetahui tentang hal ini, namun karena kondisi yang tak memungkinkan dan Maya juga terkejut melihat kedua temannya datang bersamaan membuat suasana tak mendukung.

"Aku coba gendong aja kali, ya," ucap Maya mencoba untuk mengalihkan tubuh Izzah ke belakang.

Tubuh Izzah memang tak begitu berisi, namun Maya lebih tak ada isi. Bahkan ia merasa tubuhnya lebih cocok untuk anak seumuran SMP karena terlalu kecil; mungil. Berulang kali Maya mencoba mengangkat tubuh Izzah hingga akhirnya berhasil. Walau tinggi badan mereka sama, ternyata lebih sulit untuk menyeimbangkannya.

"Penyesalan memang selalu datang belakangan, coba aja aku gak ikut masuk ke ruangan itu pasti aku udah makan enak, Zah," celoteh Maya mulai melangkah perlahan.

Ia memang sengaja berdiri tak jauh dari area belakang kafe sampai akhirnya melihat tiga orang masuk secara bergantian. Mau tak mau, untuk menghilangkan rasa penasarannya Maya harus merasakan hal ini sekarang.

Drttt... Drttt....

Langkah Maya terhenti. Kini giliran ponselnya yang bergetar tak berhenti. Sialnya, benda itu berada di saku belakang celana hingga ia kesulitan untuk menjangkaunya. Terpaksa ia harus menurunkan Izzah yang ada di belakangnya untuk bisa melihat siapa yang sudah membuatnya kerepotan untuk kesekian kali.

Namun, saat hendak menurunkan Izzah, Maya merasa ada sebuah tangan yang menahan dirinya dan juga Maya. Tangan itu melingkar penuh di pinggangnya hingga membuat seperti sedang dipeluk. Maya yang mulanya tak terkejut mendadak takut karena pikirannya mengarah kepada Doni.

"Kamu siapa?" tanya Maya berusaha mengenalinya.

"Kalian ngapain di sini?" tanya orang itu mengabaikan pertanyaan Maya.

Satu yang membuat Maya terpaku. Wangi sitrus ini seakan memberikan dejavu padanya. Maya pun mendonga. "Kamu?"

---

Rara terkejut bukan main saat menerima pesan dari Maya bila mereka ada di rumah sakit. Ia langsung mengajak Prily untuk bergegas menuju rumah sakit yang sudah diberitahu oleh Maya. Tanpa menghiraukan pertanyaan dari orang yang mengajaknya, Prily melajukan mobilnya dengan cepat dan meninggalkan kafe yang baru saja dibuka itu.

"Si Izzah pingsan?" tanya Prily berulang kali karena sudah tak fokus.

"Lebih baik kamu fokus sama jalan deh," jawab Rara yang ikut cemas dengan kondisi Izzah.

Prily memilih untuk diam. Sementara Rara berusaha untuk meredamkan rasa cemasnya dengan menarik napas berkali-kali, lalu mengembuskannya. Suasana di dalam mobil sekarang tengah canggung. Bahkan untuk berbicara saja mereka tak ada niat.

Journal Of LoveWhere stories live. Discover now