Bagian 11

2 1 0
                                    

Dengan kecepatan kilat Maya berhasil menyelesaikan tugasnya hanya dalam setengah waktu dari yang diberikan. Ia keluar dari kelas untuk menemui Izzah untuk mengajaknya makan siang bersama. Walau mereka berada dalam lingkungan yang sama, gadis itu sedikit sulit untuk ditemukan. Beruntung Maya sudah memberi tahu melalui pesan dan Izzah menyetujui untuk bertemu di kantin fakultas.

"Halo, Zah. Kamu sudah di kantin?" tanya Maya melalui panggilan.

"Okey, aku ke sana sekarang."

Panggilan terputus. Maya menyimpan ponselnya lebih dulu dan berniat untuk melanjutkan perjalanan sebelum seseorang yang menghalangi langkahnya. Kening Maya berkerut dan berusaha meminta penjelasan tanpa berbicara.

"Ndro, kita duluan ya." Tiga lelaki yang tadinya ada di hadapannya kini beranjak entah ke mana.

"Mau ke kantin, kan?" tanya lelaki itu, Andro.

Maya menganggukkan kepalanya ragu. Ia berpikir bila dirinya akan gugup karena merasa melayang seperti bunga yang ditiup oleh angin. Tapi, lagi-lagi ia diragukan oleh perasaannya sendiri.

"Aku juga," lanjut Andro semakin membuat kebingungan untuk Maya.

Ia menatap Andro dengan cermat. Berusaha agar jantungnya akan berdebar lebih kencang seperti biasa dan akhirnya akan jatuh hati dalam hitungan detik. Mulai dari alis, mata, hidung, bibir, rahang, Andro memiliki semuanya dengan rating hampir sempurna. Namun, tetap saja Maya tak memiliki alasan untuk berdebar.

"Ganteng, ya?"

Mata Maya mengerjap beberapa kali. "Hah? Apa?"

Andro tertawa kecil melihat tingkah Maya yang lucu, menurutnya. "Bareng aja ke kantin, yuk," ajaknya.

Maya tak menolak. Pikirannya masih penuh dengan pikiran dan pertanyaan, "mengapa ia tak merasa berdebar kepada Andro seperti saat ia melihat lelaki lain pada pertama kalinya?"

"Andro," panggil Maya mencoba untuk menghilangkan rasa takutnya.

Andro menoleh dan berdeham pelan. Ia menatap Maya yang memiliki tinggi hanya sampai bahunya itu kemudian kembali tersenyum. Entah apa yang membuatnya selalu tersenyum, namun Maya sedikit risih dengan itu.

"Kamu jurusan seni juga?" tanya gadis itu dengan sedikit mendongak.

"Iya, seni musik," jawabnya sembari menunjukkan tanda pengenal mahasiswa yang menggantung di lehernya.

Maya sedikit tertarik. "Kenal Izzah?"

Lelaki itu tampak berpikir. "Angkatan kamu?"

Maya lagi-lagi bingung dengan pertanyaan Andro. Apa maksud dari menanyakan angkatan?

"Aku dua tahun di atasmu," tambah Andro seolah menjawab pertanyaan ghaib dari Maya.

Maya yang terkejut tiba-tiba langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan karena terkejut saat mendengar tambahan dari Andro. Ia juga menarik tanda pengenal mahasiswa milik Andro dan membaca setiap kalimat yang ada. Benar sana, Andro adalah mahasiswa tingkat akhir dan berada satu jurusan dengan temannya, Izzah.

"Maaf, Andro, eh. Maksudnya Kak Andro," gagap Maya mendadak salah tingkah.

"Santai aja kali, berasa tua akunya," balas Andro terkekeh.

Kan, dia tersenyum, lagi dan lagi. Apa pipinya tak merasa pegal terus-terusan tersenyum lebar seperti itu.

"Wangi sitrus ini kamu yang pakai?" tanya Maya tiba-tiba.

Andro melirik dan diam cukup lama. Dia terlihat kebingungan dengan pertanyaan dari Maya dan memilih untuk membuang wajahnya ke sembarang.

"Sitrus dari mana? Orang bau keringat gini," celanya dan Maya memilih untuk tak menjawab.

Journal Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang