Bagian 4

3 1 0
                                    

Setelah menyusuri jalanan kampus menuju halte yang cukup jauh, Maya akhirnya menepi untuk berteduh. Keringat yang membanjiri wajah ovalnya itu sedikit membuatnya risih, namun apa boleh buat, ini satu-satunya jalan agar ia bisa pulang ke kost. Kalian bertanya ke mana larinya Rara dan Prily? Dua gadis itu sudah pergi menuju tempat langganan mereka, club.

Jalanan cukup sepi di malam hari. Rasa gugup Maya tentu tak dapat disembunyikan, walau ia percaya bahwa dirinya akan baik-baik saja. Digenggamnya ponsel pintar dengan erat sembari menoleh kanan dan kiri, berharap bus yang biasa menjadi langganannya segera tiba.

Drttt... Drtttt....

Izzahiuuu
Belum pulang?

Segera Maya membalas pesan singkat itu. "Nunggu bus." Begitulah yang ia balas. Kembali ia melirik kanan dan kiri, tapi tak ada tanda-tanda bus itu akan tiba. Bahkan senter lampu kendaraan pun tak ada yang terlihat. Hanya ada penerangan jalan yang menjadi andalan Maya sekarang. Halte itu terbilang ramai untuk kondisi malam hari. Melihat wajah-wajah yang tak asing sudah dapat diterka oleh Maya bila mereka juga mahasiswa di kampusnya.

"Kak, pulang ke daerah Hulu 3 juga?" tanya seorang gadis yang ada di sebelah Maya.

"Iya, kamu juga?" tanya Maya mencoba tuk basa-basi.

Gadis itu menganggukkan kepalanya singkat, lalu tersenyum. "Kakak jurusan Seni Tari, ya?"

Maya sedikit terheran karena tak ada yang dapat menjadi tanda bila ia mahasiswa Seni Tari. Karena tak reaksi, gadis tadi menunjuk salah satu bagian tubuh dari Maya; bagian punggung.

"Kenapa?" tanya Maya masih dengan keheranannya.

"Kakak lagi pakai baju jurusan," jawabnya diikuti senyuman yang membuat Maya merasa bodoh seketika.

"Ohiya, aku jurusan Seni Tari," balas Maya sembari membuang wajahnya karena terlanjur malu.

Seperkian menit, tak ada yang berniat melanjutkan pembicaraan lagi setelah balasan dari Maya. Di saat itu juga, bus yang ditunggu-tunggu oleh Maya dan gadis itu akhirnya tiba di halte. Dengan sedikit tergesa-gesa, Maya mencoba untuk mengajak gadis yang tadi ada di sebelahnya.

"Eh, kok hilang?" Maya merasakan bulu tangannya sudah merinding akibat melihat sekelilingnya sudah sepi, alias semuanya sudah ada di dalam bus.

Aneh jika gadis itu berjalan mendahuluinya tanpa berbicara apa-apa, sementara mereka bersebelahan. Suara klakson bus yang dibunyikan oleh sang supir membuat Maya terkejut, ia akhirnya kembali memfokuskan diri dan mencari tempat duduk yang kosong di dalam bus tersebut. Dari dalam bus, ia masih mencari kemana larinya gadis yang tadi mengajaknya berbicara. Ia bukan takut gadis itu tertinggal, tapi untuk memastikan gadis itu  manusia atau bukan.

Saat menoleh ke arah jendela, ia melihat seseorang yang tak asing bagi retinanya. Gadis itu, lalu seorang lelaki berperawakan yang sangat ia kenal tengah berdiri membelakangi dirinya bus yang melewati mereka.

"Dia sama Zaky?" monolog Maya saat bus sudah hampir menjauh dari halte.

Kepala Maya kembali menoleh ke belakang walau ia sudah tahu pemandangan di belakang tak akan terlihat lagi. Wajahnya seketika meredup murung karena masih merasa bila itu gadis yang membuat Zaky tak tertarik dengannya. Menyedihkan.

---

W

aktu perkuliahan sudah dimulai sejak satu jam yang lalu, tapi Maya masih berada di halte kampus bersama dengan laptop di pangkuannya. Ia melakukan itu bukan tanpa alasan. Singkat saja, ia ingin melihat gadis yang tadi malam ia temui. Lalu apa? Mungkin menanyakan beberapa hal, termasuk Zaky.

Journal Of LoveWhere stories live. Discover now